Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Banyak Warga AS Percaya Teori Konspirasi?

16 Februari 2022   10:12 Diperbarui: 19 Februari 2022   21:29 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari www.manchester.ac.uk

Kedua, adanya faktor sosial-budaya di Amerika Serikat sendiri yang memiliki sejarah kerentanan terhadap pengaruh disinformasi di luar mainstream - yang bahkan tidak rasional sekalipun. Negara ini seperti memiliki 'tradisi' untuk melahirkan perseorangan atau kelompok yang aktif maupun asertif terhadap narasi-narasi pseudoscience - seolah-olah ilmiah - atau bahkan supernatural. Kalau kita perhatikan, budaya yang demikian ini sudah berkembang bahkan ketika teknologi komunikasi dan informasi belum secanggih sekarang.

Dari tahun lima-puluhan sampai sembilan-puluhan, berbagai macam ragam teori 'fringe' (teori di luar mainstream) menjadi sesuatu yang populer di sebagian masyarakatnya. Dari yang menyebutkan musik rock sebagai konspirasi pihak Rusia atau bahkan iblis sendiri, penyusupan makhluk angkasa luar - atau kerjasama mereka dengan pemerintah AS, sampai keberadaan perkumpulan rahasia yang melibatkan kelompok atau organisasi tertentu seperti yahudi, iluminati, freemason, cabal, deep-state dan lain sebagainya.

Sejarah Amerika juga sering mencatat hadirnya 'demagog'. Satu istilah yang sekarang sering dilekatkan pada Trump. Istilah ini merujuk tokoh kharismatik yang menyebarkan paham yang irasional, tapi berhasil menjaring banyak pengikut. Seperti Jim Jones yang mengaku 'nabi' pada tahun 1972 berhasil mengajak sembilan ratus sembilan orang pengikutnya untuk melakukan bunuh diri massal. Sementara di tahun 1993 ada tokoh lain bernama Marshall Applewhite, yang mengaku sebagai utusan makhluk angkasa luar, juga berhasil mengajak tiga puluh sembilan pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. Ada pula Charles Manson, yang pada akhir tahun 60-an mengaku dibimbing pesan rahasia dalam lagu-lagu The Beatles, malah mampu mengajak pengikutnya untuk melakukan serangkaian pembunuhan.

Amerika juga 'produktif' menghasilkan penulis dan penggemar buku-buku yang bertendensi hoaks. Seperti Erich Von Daniken yang lewat bukunya The Golds of The Gods (1972) mengaku menemukan peninggalan jaman lampau yang membuktikan manusia adalah ciptaan alien. Atau George Adamsky yang lewat bukunya Flying Saucers Have Landed (1953) mengaku sebagai utusan alien dari planet Venus. Termasuk juga Milton William Cooper, penulis buku Behold The Pale Horses (1991) yang dianggap buku induk dari berbagai teori konspirasi. Meski sudah banyak bukti bahwa buku-buku itu cuma 'ngarang bebas' (bahkan Erich Von Daniken mengakui bukunya itu isapan jempol), tapi sampai sekarang masih banyak komunitas di sana yang meyakini semua itu benar adanya.

Dengan sejarah yang demikian, kita bisa melihat bahwa hoax, disinformasi, dan berbagai pemikiran yang menentang nalar maupun sains memang memiliki ruang gerak dalam budaya Amerika. Perlu disadari, seperti di negara manapun, tidak semua warga AS memiliki derajat literasi dan wawasan yang dibutuhkan untuk menangkal propaganda seperti itu. Ditambah akses informasi (maupun disinformasi) yang makin penetratif, semakin banyaknya warga yang terpengaruh adalah sebuah keniscayaan.

........

Referensi: forbes, washington post, npr nbcnews, reuters, politico, guardian, dan buku-buku koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun