Walau interiornya ditata seperti rumah biasa, tidak bisa menutupi kenyataan bahwa tempat itu adalah bunker pertahanan yang terkesan klaustrophobik.Â
Meski demikian, di salah satu ruang yang dijadikan kamar tidur, seorang gadis kecil bernama Kartini sedang asyik bermain dengan boneka Spongebob-nya. Di ranjang terbuka buku tentang seni bela-diri aikido.
"Jadi kalo Squidwad menyerang kamu, biarin saja," kata Kartini pada boneka Spongebob-nya. "Kalo udah deket, kamu pegang tangannya," Kartini memegang tangan bonekanya, "lalu diputer begini," dia mengayunkan boneka itu sampai terlempar ke udara, tapi dengan cekatan ditangkap dan dipeluknya erat-erat. Kartini cekikikan. "Ih, jangan marah dong. Aku kan cuma becanda. Jangan khawatir. Nanti kalau Squidwad bener-bener datang, aku akan menjagamu. Aku janji deh, Spongebob."
Terdengar suara perut yang keroncongan. Kartini menengok jam dinding. Hampir pukul sebelas siang. "Iya nih, aku lapar. Kamu juga kan? Gak tahu kok Mama lama belanjanya. Biasanya udah pulang jam segini. Kita masak sendiri saja, yuk." Kartini pun menuju ke dapur sambil menggendong Spongebob dengan selendang.Â
Mereka melintasi ruang tengah yang penuh dengan tumpukan senjata. Dari UZI sampai RPG-7. Ada setumpuk koran di sudut. Tertera tahunnya 2031. Head-line yang terbaca adalah 'WHO warns of the global surge in undead cases' dan juga 'Menkes: negara kita masih aman dari wabah zombie'.
"Kita masak sarden saja ya, Spongebob. Yang lain habis. Enak kok masakan bikinanku. Tinggal tambah..." Kartini berhenti bicara. Dia mendengar suara dari gudang bawah tanah. Penasaran, Kartini pun berusaha membuka pintunya yang terletak di lantai dapur.Â
Tapi pintu tingkap itu terlalu berat. Kartini pun mengambil linggis di sudut. Diletakkannya satu bangku rendah dekat pintu tingkap. "Mama cerita ada kakek namanya Archimedes, Spongebob. Dan kakek ini percaya dia bisa menggeser dunia pakai tuas. Tahu apa itu? Ya seperti ini..." Memanfaatkan bangku sebagai titik tumpu, Kartini mengungkit pintu tingkap dengan menggunakan linggis.Â
Pintu itu pun bergeser dan memperlihatkan lubang menganga di bawahnya. Juga deret anak tangga. Naas! Saat Kartini membungkuk, boneka Spongebobnya jatuh ke dalam lubang. Menghilang di kegelapan.
"Spongebob!" Kartini menjerit kaget. Dia tatap kegelapan di bawah dengan pandangan ketakutan, lalu menoleh kiri-kanan dengan panik, mencari pertolongan yang tak pernah ada. "Spongebooob...." suara Kartini berubah memelas. Dia menangis. Tersedu-sedu.Â
Tapi kemudian, seolah teringat sesuatu, dia berhenti menangis. Tubuhnya ditegakkan. Ditariknya nafas dalam-dalam sebelum berkata, "Ja...jangan takut, Spongebob...aku..aku akan menolongmu....aku sudah janji!"
Kartini buru-buru berdiri, membuang selendangnya, lalu lari ke ruang tengah. Terdengar suaranya menggeratak barang-barang sebelum tergopoh-gopoh kembali ke pintu tingkap. Tangan kanannya sekarang menggenggam pistol. Dia masukkan pistol di saku celana, lalu mulai turun tangga menuju kegelapan di bawah sana.Â
Cukup melelahkan, karena tangga itu tidak dirancang untuk kaki anak kecil. Kartini harus memanjangkan kaki agar bisa menjejak tangga selanjutnya. Tanpa disadari, pistolnya mulai menggelincir dari saku yang kekecilan, dan akhirnya jatuh! Hilang di kegelapan. Kartini ragu-ragu. Terus atau balik? Ini sudah setengah jalan. Akhirnya dia memutuskan terus turun ke bawah.
Terengah-engah, Kartini akhirnya menginjakkan kaki di gudang bawah tanah. Dia menemukan saklar di dinding dekat tangga, menekannya, dan terdengar bunyi seperti hubungan arus pendek ketika sebuah lampu pijar menyala di langit-langit. Tapi nyalanya suram, berkedip-kedip pula.Â
Kartini memperhatikan sekeliling. Tempat itu dipenuhi barang-barang. Ada lemari tua di sebelah peti-peti berat yang ditumpuk sampai langit-langit. Lalu ada pula kaleng, botol, serta tabung gas kosong. Dan sarang laba. Di mana-mana sarang laba-laba.
Kartini tidak menemukan pistolnya. Tapi dia lega melihat bonekanya tergeletak tak jauh, tepat di atas penutup saluran pembuangan limbah. Kartini melangkah menghampiri - tapi mendadak berhenti. Suara itu didengarnya lagi. Dan sekarang dia tahu asalnya dari mana. Ternyata dari dalam saluran tersebut!
Kartini bimbang. Maju mundur. Boneka Spongebob-nya tinggal sejangkauan. Tapi suara itu juga makin keras dan terdengar menyeramkan. Krak-kruk-krak-kruk. Seperti suara tulang bergesekan dengan logam. Kartini menarik nafas. Membulatkan tekad. Dia maju, berlari, dan nyaris berhasil menjangkau bonekanya ketika penutup saluran itu disentak dari bawah.
 Sebentuk tangan yang tinggal tulang-belulang menjulur keluar. Sebentar kemudian, seluruh tubuhnya menyusul terlihat. Sesosok zombie yang mungil. Rupanya masih kanak-kanak juga. Tubuhnya tinggal tengkorak dan kerangka bersalut kulit. Dia menoleh ke sana-sini. Tapi Kartini sudah menghilang.
Ternyata gadis itu sempat lari dan sembunyi di dalam lemari. Dari celah pintunya, dia bisa melihat zombie cilik itu berdiri sambil memandang sekeliling dengan sikap ingin tahu.Â
Kartini belum pernah melihat zombie sebelumnya. Tapi karena makhluk itu berkepala plontos, bertubuh kurus kering, dan berwarna kehijauan, dengan polos Kartini serta-merta bergumam, "Squidwad!"
Tiba-tiba si zombie cilik mengendus-ngendus, seperti membaui sesuatu. Matanya langsung tertuju pada boneka Spongebob yang tergeletak di lantai. Dia mendesis dan memungutnya. Diendus-endusnya sekali lagi. Ada bau manusia yang lezat di boneka tersebut. Itu membuatnya kebingungan.Â
Dibolak-baliknya boneka itu, lalu garuk-garuk kepala. Persis ketika dia mau mencoba menggigitnya, Kartini menjerit tertahan. Tapi zombie cilik itu mendengarnya! Dia mendesis ganas, lalu celingukan sana-sini, sebelum pandangannya lurus tertuju ke lemari tempat Kartini sembunyi.
Kartini ketakutan. Apalagi ketika zombie cilik itu berjalan menghampiri lemari dengan langkah-langkah lebar, sambil mendesis-desis pula. Kartini memandangi isi lemari, berusaha mencari-cari sesuatu yang bisa dipakai pegangan. Tidak ada apa-apa! Tapi tunggu! Tangannya menyentuh sesuatu...pistol? Tongkat sihir? Sarung tangan Thanos? Kartini buru-buru mengamatinya dengan harap-harap cemas, dan benda itu ternyata.... kemucing, saudara-saudara!Â
Kemucing dari rotan dengan bulu-bulu tebal warna-warni. Kartini langsung mengkerut kembali. Terlambat sudah. Zombie cilik itu sudah di depan lemari. Tangannya terulur....tapi kok tidak membuka lemari? Cuma merogoh ke kolongnya, mencari-cari sebentar, lalu menarik keluar seekor tikus yang meronta-ronta. Zombie cilik itu mendesis kegirangan dan langsung melahap tikus itu seperti Sasuke menelan sepotong sashimi segar.
Kartini bernafas lega. Setelah bersendawa lumayan keras, zombie cilik itu berputar balik dan tidak lagi menggubris lemari tempat gadis itu sembunyi. Lebih menggembirakan lagi, setelah tengok sana-sini dengan ekspresi bosan, si zombie cilik akhirnya kembali melangkah ke lubang saluran pembuangan.Â
Dia berjongkok, siap-siap mau masuk, sebelum tiba-tiba tertegun. Seperti teringat sesuatu. Perlahan dia menengok boneka Spongebob yang tergeletak di lantai, terpekur sejenak, sebelum memutuskan memungutnya.Â
Mungkin karena baunya, mungkin karena namanya juga masih kanak-kanak (meski zombie), yang jelas zombie kecil itu sekarang menggendong boneka tersebut buat dibawa serta ke dalam saluran.
"Spongebooob...!" rintih Kartini mengetahui hal itu. Kelegaannya runtuh seketika. Matanya nanar mengintip boneka kesayangannya dibawa si zombie cilik. Dia mulai terisak. Seolah benar-benar mau berpisah dengan seseorang yang sangat dikasihinya.Â
Kasihan Spongebob! Squidwad pasti akan menyakitinya. Padahal Kartini sudah janji mau melindungi. Apa yang dibilang Mama nanti? Sudah diajari cara melawan Squidwad kok malah cengeng? Kartini menengok kiri-kanan lagi. Mencari-cari lagi. Apa saja! Tapi tetap saja yang ada hanyalah kemucing. Kemucing...kemucing...Kartini memandangi kemucing itu. Berpikir...berpikir....
Si zombie cilik sudah jongkok, siap masuk ke dalam lubang saluran, dengan Spongebob dalam gendongan, ketika tiba-tiba terdengar suara pintu lemari terbuka, disusul seruan, "Hei, Squidwad!"....si zombie kecil menoleh dengan cepat, dan melihat Kartini berdiri tegap (meski kakinya gemetar) dengan sikap menantang. Kemucing tergenggam erat di tangan kiri, seolah itu sebuah senjata pamungkas. "Jangan coba-coba menculik Spongebob!" ujarnya. Si zombie kecil mendesis ganas, mencampakkan boneka di tangannya, lalu menyerbu kencang ke arah Kartini.
"Tetap tenang....tetap tenang," gumam Kartini ketika si zombie cilik berlari mendekat. Dan saat jari-jari makhluk itu terjulur buat menerkam, Kartini lebih dulu menyambar pergelangan tangannya, lalu memuntir dan mengayunkannya dengan gerakan aikido - seperti yang dipraktekkan di kamar. Karuan saja zombie cilik itu terjungkir-balik sebelum jatuh berdebam di dalam lemari.Â
Kartini pun cepat-cepat menutup kedua pintunya, lalu mengganjal pegangannya dengan kemucing. Zombie cilik itu berusaha membukanya, tapi kemucing yang tebal tersebut ternyata cukup alot menahan dorongan dari dalam. Terdengar geram kemarahan yang mengerikan. Lemari itu sampai bergetar-getar.
"Spongebob!" seru Kartini sambil menghambur dan memeluk bonekanya. "Sudah kubilang aku akan melindungimu!".....KRAKK! suara berderak itu membuat Kartini berpaling ke lemari. Gawat! Kemucing itu mulai tidak kuat menahan gempuran dari dalam.Â
Batang rotannya mulai patah dan bulu-bulunya terlepas. Kartini menoleh ke tangga. Terlalu jauh dan memanjatnya juga tidak bisa cepat-cepat. Apalagi sambil menggendong Spongebob. Gadis itu lalu mengamati barang-barang dekat tumpukan peti-peti.
Tapi tetap saja tidak ada yang berguna sebagai senjata. Cuma tabung gas yang sudah kosong, tongkat pengepel lantai, dan beberapa botol maupun kaleng. Semuanya disandarkan ke dinding. Kartini mengerutkan kening. "Tunggu sini ya!" ujarnya sambil meletakkan bonekanya di lantai. Yang dilakukannya kemudian sungguh mengherankan. Dia mengambil tongkat pengepel lantai, lalu berdiri tegak menghadap lemari. Seperti pendekar tongkat sakti yang menunggu kedatangan musuhnya.
BRAK! Pintu lemari itu akhirnya berhasil didobrak. Si zombie cilik langsung melompat keluar. Wajahnya yang memang sudah mengerikan makin tambah mengerikan oleh ekspresi kemarahannya. Apalagi saat melihat Kartini berdiri menghadap dirinya sambil memegang tongkat pengepel lantai. Si zombie cilik seketika berlari menyerang. Tapi Kartini tidak bergeming. Menunggu. Begitu saatnya tiba, gadis kecil itu cepat beraksi. Bukan! Bukan menyerang si zombie cilik dengan tongkat! Dia justru menyelipkan ujung tongkatnya di celah antara dinding dan tumpukan peti, lalu bagian tengahnya ditumpukan sekuat tenaga pada tabung gas kosong. Titik tumpu-beban-kuasa. Lagi-lagi Kartini menggunakan hukum tuas sederhana. Tumpukan peti yang sangat berat itu pun terjungkir dan tepat menimpa si zombie kecil. BRAKK!
Kartini memperhatikan peti-peti yang berantakan selama beberapa saat, sambil tetap memegang tongkat pel erat-erat. Setelah yakin si zombie kecil sudah gepeng di bawahnya, dia bergumam, "Terima kasih, Archimedes!" lalu melempar tongkat pel tersebut. Sambil meringis ceria, dia peluk kembali boneka Spongebob-nya seraya berkata, "Kan sudah kubilang, aku akan menjagamu, Spongebob. Sudah beres kan sekarang? Squidwad gak akan mengganggu kamu lagi. Yuk, kita balik ke atas. Kayaknya Mama bentar lagi pulang deh. Mama pasti bangga kalau tahu aku nekad turun ke sini buat nolong kamu. Gapapa kan kalau kugigit tanganmu sebentar? Soalnya susah naik tangga sambil nggendong kamu...hehehe."
......
Catatan: Kisah ini merupakan sekuel kedua dari cerpen yang berjudul 'Mama'. Sekuel pertama berjudul 'Penyintas'.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI