Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Demokrat, Star Wars, dan Angkringan di WA

9 Maret 2021   11:47 Diperbarui: 24 Maret 2021   09:01 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badai awal tahun yang melanda Partai Demokrat sekarang sepertinya bakal mencatat rekor. Di era post-truth ini sepertinya tidak ada lagi konflik sejenis yang begitu menyita perhatian publik, berlarut-larut menjadi headline, dan memunculkan beragam trending di twitter.

Mungkin pemberitaan dan perhatian publik seperti ini hanya pernah terjadi dulu ketika KLB PDI tahun 1996 yang menyingkirkan Ibu Mega - dan menjadi sebab berdirinya PDI Perjuangan, bahkan sempat melahirkan fenomena Mega-Bintang menjelang pemilu 1997.

Ada yang mengibaratkan konflik ini seperti serial televisi Game of Throne. Tapi secara pribadi saya malah lebih teringat Star Wars. Tentu saja bukan karena berlangsung di luar-angkasa. Lebih karena melibatkan bintang-bintang terkenal di jagad politik nasional. Dan kalau di Star Wars ada konflik antara sesama Ksatria Jedi, maka di sini berhadapan dua, bahkan tiga tokoh yang sama-sama mantan Ksatria Yudha. Maksa ya. Hehehe.

Bukan cuma itu sebenarnya. Ada adegan di prequel Star Wars - berjudul Attack of the Clones - yang seketika terbayang-bayang usai membaca obrolan di grup-grup WA terkait kisruh partai tersebut. 

Ujung dari obrolan itu adalah sinisme terhadap perilaku elit politik. Yang hanya sibuk mencari kekuasaan, bukan mikir soal rakyat. Tapi yang membuat saya khawatir, berkembang juga gerundelan terhadap sistem politik kita.

Sebenarnya itu bukan hal baru. Hanya beberapa tahun setelah gerakan reformasi sudah muncul ungkapan-ungkapan kekecewaan. Saat masih bisa berlama-lama di angkringan, saya sering mendengar gerundelan seperti itu. Beda sekali dengan masa-masa awal gerakan. 

Saat itu masyarakat yang lama tertekan sangat gembira oleh demokratisasi. Semua orang bebas, dan bersemangat untuk bicara. Surat kabar jadi lebih kritis. Tabloid politik bermunculan. Dan partai-partai tumbuh seperti jamur merang.

Semua itu menjadi semacam selebrasi massal yang sebelumnya tak terbayangkan bisa dinikmati. Bahkan kata euphoria demokrasi  menjadi kata yang populer kala itu. Begitu populernya sampai-sampai kata euphoria dijadikan judul lagu oleh Bang Haji.

Tapi setelah sekian lama tiada hasil konkret yang dirasakan, mulailah berkembang sinisme dan gerundelan tersebut. Itulah yang menyebabkan saya teringat Attack of the Clones. Terutama saat terjadi dialog antara Padme Amidala dan Anakin Skywalker tentang kondisi politik di jagad raya mereka.

PADME: Kamu benar-benar sangat membenci politisi ya?

 ANAKIN: Mungkin suka satu-dua, tapi tidak yakin sama salah-satunya (meringis). Tapi aku lebih pesimis dengan sistem politik kita sekarang.

PADME: Kamu ingin sistem yang seperti apa?

ANAKIN:  Menurutku kita butuh sistem dimana politisinya mau duduk dan mendiskusikan persoalan. Lalu memutuskan yang terbaik buat rakyat. Setelah itu melaksanakan keputusan itu sebaik-baiknya.

PADME:  Tapi memang itu yang kita lakukan selama ini. Persoalannya, jika kita menginginkan hasil terbaik, selalu akan ada perdebatan. Tidak bisa selalu setuju begitu saja.

ANAKIN:  Kalau begitu harus ada orang yang bisa membuat mereka setuju.

PADME:  Siapa? Siapa yang akan bisa membuat mereka serempak bilang setuju?

ANAKIN:  Ya aku tidak tahu. Pasti ada yang bisa. 

PADME:  Kamu? 

ANAKIN:  Bukanlah. (Ini jawaban yang ironis karena dia kemudian menjadi Darth Vader yang sangat tidak mentolerir perbedaan pendapat)

PADME:  Lalu siapa?

ANAKIN:  Seseorang yang bijak. Seseorang yang sabdanya tidak akan dibantah.

PADME:  Yang kau bicarakan itu kedengarannya lebih mirip diktator atau tiran.

ANAKIN: (meringis lagi) ya kalau bisa membuat bangsa sejahtera, kenapa tidak?

Persis seperti itulah yang saya tangkap dari gerundelan-gerundelan di masyarakat. Baik di angkringan maupun grup-grup WA. Banyak yang merasa galau pada elit politik akhirnya seperti menderita amnesia sejarah. Kembali mengimpikan sesuatu yang sebenarnya sama dengan yang bertahun-tahun dilawan Iwan Fals, Moggie Darusman, Marsinah, Munir, Gus Dur, Romo Mangun, dan banyak lagi yang lainnya.

Gerundelan dan kekecewaan itu bisa saja menjadi lebih runyam. Apalagi lebih dari satu dekade ini terus berkembang satu gerakan yang tak kenal lelah menjelek-jelekkan sistem demokrasi. Dan pengaruhnya, menurut saya, tidak bisa disepelekan. Karena sekarang makin mudah menemukan simpatisannya di mana-mana.

Kalau dunia politik terus-menerus cuma berisi ajang perebutan kekuasaan, bisa jadi makin banyak anggota masyarakat yang muak akhirnya terpengaruh gerakan tersebut. Dan kita bisa saja menyaksikan sesuatu yang mirip ending tragis dalam Star Wars Revenge of the Sith: Annakin menjadi tangan kanan Emperor Palpatin, Senat dan Republik dilikuidasi menjadi Kekaisaran Galaksi, dan masyarakat malah bertepuk tangan.

PADME : Jadi begini kebebasan berakhir. Bukan dengan tangis, tapi malah tepuk tangan yang bergemuruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun