Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lagu Nostalgia, Jendela Dunia yang Berbeda

3 Maret 2021   12:35 Diperbarui: 13 Maret 2021   22:15 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Pxhere

Buat saya, mendengarkan lagu-lagu Indonesia nostalgia tidak terasa seperti menengok ke masa lalu. Rasanya malah seperti bertualang ke negeri lain. Yang sepintas kelihatan sama, tapi punya budaya dan paradigma yang jauh berbeda dengan Indonesia sekarang - yang, menurut sebagian orang, semakin condong ke satu arah tertentu.

Pandangan itu mungkin ada benarnya. Sekitar sepuluh tahun lalu ada seorang tokoh yang keberatan dengan penggunaan satu kata ganti orang ketiga dalam sebuah lagu cinta. Belum lama berselang juga ada yang menyatakan keberatan pada sebuah lagu yang mencantumkan nama sejenis pohon.

Dengan kejadian-kejadian seperti itu, sering timbul pertanyaan usil tiap kali mendengar lagu-lagu nostalgia favorit saya. Bisakah lirik, tema, dan logika dalam lagu-lagu itu dibuat lagi di jaman sekarang - tanpa membuat sebagian orang merasa keberatan?

Misalkan lagu-lagu seperti Detik-Detik Cinta dari Nani Sugianto, Rindu Ketemu Rindu dari Happy Pretty, Malam Pertama dari Chrisye, dan Misteri Cinta dari Nicky Astria. Semua lagu itu melukiskan saat-saat dua insan kasmaran sedang  berdekatan secara fisik. 

Apakah ada reaksi kalau tema seperti itu dibuat sekarang. Sepengetahuan saya,  memang tidak ada lagi lagu-lagu mainstream yang bertema demikian dalam seperempat abad ini. Jadi saya belum menemukan jawabannya. Ada musisi yang berminat mencoba?

Atau lagu Karmila, misalnya. Ini lagu sangat legendaris. Bapak-bapak maupun ibu-ibu pensiunan pasti banyak yang suka lagu ini. Lagu yang dinyanyikan almarhum Farid Harja bersama Band Bani Adam ini sangat terkenal di akhir 70-an. Potongan liriknya saya cantumkan di bawah.

Ku kenal dikau lalu jatuh cinta bagai pertama 

Dan ku cumbu dikau penuh kasih mesra bagai cerita.

Kau berulangtahun, ku tuang minuman ke dalam gelas 

Pada saat itu ku tahu usiamu baru sebelas

Tak kuduga kau balas cintaku

Penuh kasih bagai orang dewasa

Usia muda tak nampak padamu

Dikau yang terakhir

Wow, wow, Karmila

(Sumber: musixmatch)

Mendengar lagu itu saya juga penasaran, apa yang terjadi kalau vokalis/band yang ada sekarang ini membuat lagu bertema serupa. Tentang menjalin cinta dengan gadis sebelas tahun. Mungkinkah aman-aman saja seperti dulu, atau sebaliknya bakal mengundang reaksi keras di jagad maya - seperti pada kasus Aisyah Wedding? Akankah media akan berbondong-bondong menanyakan pendapat Kak Seto atau Bapak Aris Merdeka Sirait dari KPAI?

Itu juga saya belum menemukan jawabannya. Dan mungkin tidak akan pernah.

Tapi barangkali lagu favorit saya yang paling membuat penasaran adalah lagu Berpisah di Teras Saint Carolus. Saya yakin banyak Bapak-Ibu berusia di atas enam puluh tahun yang kenal lagu ini. Lagu yang pertama kali dinyanyikan Retno dan kemudian di-cover Lilis Suryani ini dulu memang terkenal. Bahkan sangat terkenal di tahun '60-an.

Aku berpisah di teras St. Carolus

Air mataku jatuh berlinang

Betapa sedih dan duka hatiku

Selama ini yang merawat sakitku

Walau kini aku akan pergi jauh

Namun hatiku selalu padanya

Gadis kerudung putih pujaan

Semoga kasih kita abadi

(Sumber musixmatch)

Lho, bukankah liriknya aman sekali - bahkan untuk ukuran jaman sekarang? Ya memang. Keunikan lagu ini terletak pada pemilihan penyanyinya. Meski bertema ungkapan cinta pada seorang perempuan, penyanyinya juga seorang perempuan.

Tapi tentu saja lagu tersebut tidak ada maksud apa-apa. Apalagi mengajarkan yang tidak-tidak. Kebetulan saja penciptanya adalah Wedhaswara - satu dari seratus pencipta lagu terbaik Indonesia versi majalah Rolling Stones - yang notabene seorang laki-laki. 

Jaman dulu detil-detil seperti itu terlalu jauh untuk dikhawatirkan. Ini lagu dan bukan reaktor nuklir. Yang penting sang penyanyi bisa pas mengulik nadanya. Itu saja sudah cukup. Tak ada yang cukup paranoid untuk berpikir bahwa itu bisa jadi bola liar.

Coba kalau sekarang. Kalau tidak hati-hati sekali, bisa jadi bakal ada yang menuduh macam-macam.

Atau jangan-jangan saya saja yang terlalu paranoid? Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun