Sebelumnya, saat Pence baru bergerak ke Capitol, Trump tampil di depan massa pendukungnya. Di situ dia sampai 13 kali menyebut Pence, menyatakan bahwa kemenangan sudah pasti di tangan jika wakilnya mau bertindak. Seolah dia ingin memastikan bahwa kemarahan pendukungnya terpusat pada Pence.
"Aku sudah bilang pada Mike, tindakan itu malah tidak butuh nyali. Yang butuh nyali itu kalau tidak bertindak apapun. Dan jika dia tidak melakukannya, itu akan menjadi saat menyedihkan buat negara kita."
Dan akibatnya adalah sesuatu yang menyerupai film horror The Purge.
Saat Trump selesai berbicara, ujung tombak kelompok massa itu sudah menembus barikade polisi di sebelah barat gedung Capitol. Lewat pukul dua siang, massa yang dipimpin organisasi radikal Proud Boys mendobrak pintu dan jendela. Sambil berkali-kali meneriakkan, "Gantung Mike Pence!"
Mereka menyerbu masuk dan menjelajahi seluruh koridor, sambil terus berteriak-teriak mencari Mike Pence. Sebagian membawa tali gantungan yang ditandai dengan namanya. Sang wapres sendiri saat itu berada di kantor yang hanya berjarak 100 kaki dari mereka. Dia diselamatkan seorang petugas polisi yang berhasil memancing massa ke arah yang berlawanan.
"Saya mendengar paling sedikit tiga perusuh berkata bahwa mereka ingin menggantung Mike sebagai seorang pengkhianat," kata Jim Bourg dari kantor berita Reuter. "Itu adalah kata-kata yang selalu mereka ulangi. Sebagian lain hanya berbicara tentang bagaimana sebaiknya mengeksekusi sang wapres."
Selama penyerbuan itu Pence menolak diungsikan. Dia bertahan di basemen, bersama anak dan istrinya. Dari sana dia melakukan kontak dengan semua pihak. Dari menteri pertahanan, kepala staf gabungan, dan anggota dewan, guna menerjunkan pasukan garda nasional. Hanya satu orang yang tidak dia kontak. Donald Trump.
Pada jam setengah empat pagi keesokan harinya, Pence mengafirmasi kemenangan Joe Biden. Lima orang meninggal akibat penyerbuan tersebut, termasuk satu petugas kepolisian. 140 petugas mengalami luka-luka.
Selama penyerbuan itu, Trump sama sekali tidak berusaha mencari tahu nasib wakil presidennya. Menelponnya juga tidak. Menurut senator Ben Sasse, yang mendengar dari staf Gedung Putih, Trump menonton penyerbuan itu dengan 'girang' dan 'suka-cita'.
(disarikan dari The Guardian, Washington Post, dan New York Times)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H