Mohon tunggu...
Nugra Yuliani
Nugra Yuliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Saya adalah seseorang yang suka membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rasulan, Warisan Budaya dari Pantai Selatan

1 Juli 2024   00:24 Diperbarui: 1 Juli 2024   00:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Miritpetikusan, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen (Dokpri)

Kebumen, merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Di sebelah selatan, kabupaten Kebumen berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, tentunya dengan letak geografis yang berbatasan langsung dengan salah satu samudra ini membuat sebagian besar wilayah di kabupaten Kebumen merupakan daerah pantai dan perbukitan, dan sebagian wilayah lainnya merupakan dataran rendah. Sebagai salah satu daerah yang terletak di pesisir pantai selatan ini, sebagian besar masyarakatnya masih memegang erat budaya peninggalan dari nenek moyang. Salah satunya adalah tradisi rasulan atau sedekah laut yang dilakukan oleh masyarakat di ujung timur Kebumen.

Mirit, merupakan salah satu kecamatan di di sebelah tenggara Kebumen, dan merupakan kecamatan paling timur dari kabupaten ini. Masyarakat Mirit identik dengan berbagai macam tradisi dan pantainya. Sebagai masyarakat wilayah pesisir atau wilayah urut sewu, tidak lengkap rasanya apabila setiap libur lebaran tidak ke pantai, kata beberapa warga lokal yang tinggal di sekitar pantai selatan. Belum terhitung libur apabila kulit belum menghitam karena terkena paparan sinar matahari usai mandi di pantai dari pagi hingga petang menjelang. Bahkan kata Charisma (19), anak-anak dan guru Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Dasar akan meliburkan diri hingga tradisi rowoan atau syawalan sudah terlewat. Tidak peduli meskipun tanggal merah di kalender pemerintah sudah kembali menghitam. 

Rasulan, salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Mirit yang masih memegang erat budaya peninggalan nenek moyang. Kata Ponijah (56) warga asli dari desa Tlogodepok, Mirit, tradisi rasulan ini dilakukan turun temurun, adat istiadat yang sebagian masyarakatnya sudah meninggalkan tradisi ini. Beliau sendiri tidak meninggalkan tradisi ini karena tradisi rasulan merupakan warisan budaya. Tradisi rasulan dilakukan setiap bulan syawal atau setelah idul fitri dengan melakukan selamatan di pantai, entah itu dua atau tiga hari, setelah masyarakat melakukan shalat ied. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Sang Pencipta setelah melakukan puasa ramadhan satu bulan penuh lamanya. 

Ponijah (56) mengatakan, bahwa tradisi rasulan ini bukan berarti masyarakat yang melakukannya menyembah pantai, akan tetapi pantai hanya sebagai tempat melakukan selamatan, sebagai perantara ungkapan syukur. Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang jalur selatan atau jalur alternatif melakukan tradisi ini atau masyarakat di sana biasa menyebutnya dengan urut sewu bagelen. Karena tradisi ini turun temurun, beberapa keluarga walaupun sudah tidak bertempat tinggal di urut sewu bagelen ini tetap melakukan tradisi rasulan. Pantai tempat melakukannya pun berbeda-beda, terkadang mengikuti arah lurus rumah.

Tradisi ini diawali dengan melakukan sungkeman dengan Nyi Roro Kidul, yang menurut beberapa kepercayaan merupakan penguasa pantai selatan. Lalu, masyarakat terutama perempuan akan memasak dan menyiapkan beberapa benda seperti bunga, yang akan dihanyutkan di pantai. Kata Meji (30), ibunya mulai memasak untuk tradisi rasulan ini dari pukul 23.00. Pada pagi harinya,  ingkung ayam kampung, sayur, nasi tumpeng, kelapa muda, dan bunga setaman akan ditata dan disiapkan. Ingkung ayam merupakan ayam yang disajikan secara utuh. Di masyarakat Jawa, ingkung ayam identik dengan tradisi dan budaya. 

 Setelah semuanya siap, masyarakatnya akan membawanya ke pantai terdekat dari rumah untuk melakukan kepungan (doa bersama). Akan tetapi, tidak semua keluarga melakukan acara doa bersama ini di pantai, terdapat beberapa keluarga yang melakukan doa bersama ini di rumah. Doa bersama dimulai dengan dengan kata pembuka seperti ungkapan syukur, lalu ditutup dengan ungkapan maaf dan pembacaan surah Al-Fatihah. Setelah doa bersama selesai, keluarga akan membagi-bagikan makanan yang telah dimasak untuk tetangga sekitar ataupun sanak saudara. Sebagian makanan lainnya akan dipisah, terutama kepala ayam kampung untuk dilarung (dihanyutkan ke pantai). 

Masyarakat yang akan melakukan kepungan di pantai biasanya akan berangkat dari rumah sebelum pukul 07.00 pagi. Pantai yang jarang dijamah masyarakat pada saat tradisi rasulan ini akan mendadak ramai. Tidak hanya masyarakat yang akan melakukan rasulan saja, tetapi masyarakat biasa pun akan turut ikut serta. Para tukang parkir pun mendadak ada dan memanfaatkan momentum dengan sebaik-baiknya. Parkir kendaraan yang biasanya hanya 2.000-3.000 rupiah bila pantai sepi bisa naik hingga 5.000 rupiah. Panas terik dan tingginya gundukan pasir tidak menyurutkan niat masyarakat untuk berkunjung dan melihat langsung tradisi yang dilakukan satu tahun sekali ini.

Mahmudah (32), seorang warga juga pedagang dari Mirit mengatakan bahwa keluarganya tidak melakukan tradisi rasulan ini. Akan tetapi, dirinya pun turut mendapatkan makanan dari acara selamatan ini. Masyarakat yang masih melaksanakan tradisi rasulan mengatakan bahwa siapa saja boleh mengikuti ataupun mendapatkan makanan dari acara selamatan, karena hal ini merupakan salah satu upaya sedekah. Tidak ada batas atau syarat tertentu untuk ikut serta melakukan kepungan dan makan bersama dengan masyarakat di sana.

Salah seorang warga Borobudur yang sekarang tinggal di Mirit, Wiwin Sindu (55) mengatakan bahwa setiap tahunnya di bulan syawal  pantai di sepanjang jalur selatan akan ramai dikunjungi oleh masyarakat. Dirinya menuturkan bahwa keluarganya terkadang turut melakukan tradisi rasulan, akan tetapi di tahun ini keluarganya tidak melakukannya. Walaupun demikian, berwisata ke pantai di setiap libur lebaran tetap dilakukan dirinya dan keluarganya. Keluarganya sudah sedari pagi berada di pantai dan turut menyaksikan tradisi rasulan ini. Menurutnya, tradisi rasulan ibaratnya memetri bumi untuk keselamatan diri sendiri.

Selain tradisi rasulan, di bulan syawal juga terdapat tradisi rowoan atau grebeg syawal yang biasa dilakukan masyarakat di sekitar pantai Laguna, Lembupurwo. Tradisi ini biasanya dilakukan seminggu setelah lebaran, atau sekitar tanggal 7 atau tanggal 8 bulan Syawal. Dua tradisi ini sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai ungkapan syukur. Semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat sekitar pada tradisi turun temurun ini apakah akan berpengaruh hilangnya warisan budaya ini pada generasi selanjutnya?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun