Mohon tunggu...
Nugroho Khoironi
Nugroho Khoironi Mohon Tunggu... Administrasi - Guru yang sekarang beralih profesi. Tugas barunya adalah mencatat berapa detik hidup dijalani.

Aku lupa dengan diriku sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kontemplasi tentang Komunikasi Manusia

21 Agustus 2017   14:15 Diperbarui: 21 Agustus 2017   14:24 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hidup ini, masalah yang kita hadapi adalah bagaimana kita bisa bersikap baik kepada diri sendiri dan bagaimana pula kita bisa berhubungan baik dengan banyak orang. Dalam posisi hidup mandiri, sikap dan pikiran positif sangat penting dijaga dan ditumbuhkembangkan. Sikap positif ini menjadi modal bagi kita untuk percaya diri dan membuat kita punya harga diri. Kita belajar, berkarya dan bersosialisai dengan tujuan agar pribadi kita menjadi kuat. Nilai pribadi kita bergantung kepada usaha kita sendiri. 

Sementara itu, dalam hubungan yang melebar, kita berusaha untuk cari teman dan berbaur dengan masyarakat luas. Pada tahapan inilah, kita seperti mempermainkan sebuah game. Kita bermain dengan semua hal yang kita miliki. Kita yang memiliki segala macam pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan apa saja, dalam medan dan waktunya akan beradu dan ikut saling mempengaruhi dengan orang lain. Ini yang disebut sebagai komunikasi antar sesama. Nilai masing-masing orang ternyata tidak sama.

Dalam kesendiriannya, manusia selalu melakukan komunikasi dan belajar menginternalisasikan dirinya agar mengerti apa artinya hidup yang sedang dijalaninya. Dia harus memiliki minimal satu tujuan hidup, dan aktif menjalankannya dengan karya nyata. Dia memiliki pikiran yang aktif mempertanyakan, "Apa yang akan aku lakukan sekarang?" Hal ini akan berulang lagi kalau pekerjaannya selesai. Sebagian orang bilang, orang sukses adalah orang yang bisa membuat dirinya sibuk. Hal ini memiliki tujuan agar pikirannya tidak kosong.

Hubungan dengan orang lain bertujuan untuk saling mengisi. Manusia selalu membutuhkan teman dalam berbuat apa saja. Contoh sederhana, tulisan ini pun tidak akan ada artinya kalau tidak ada yang membaca. Padahal, saya sangat serius menuliskannya. Saya memerlukan orang lain agar tulisan ini berarti. Meskipun, kalau mendapati adanya pembaca yang taraf literasinya sudah tinggi, tulisan ini bisa saja dinilai tulisan orang yang sedang galau. Itu sah-sah saja. Tetapi unsur pembaca dan penulis sudah terjalin satu komunikasi berbahasa. Pembaca memahami posisi penulis sekarang dan konteks pembicaraan yang sedang dituliskan. 

Setiap waktu, manusia memiliki satu pemikiran baru yang perlu dipertanyakan. Kalau dia mampu menginternalisasikan diri dan bahkan mampu merajut makna proses berpikirnya, maka pada gilirannya dia menguraikannya kepada orang lain. Inilah proses asal mulanya kebutuhan untuk berkomunikasi. Kalau pada posisinya, dia tidak berhasil menjawab sendiri "teka-teki" dalam benaknya, dia akan mendatangi orang lain untuk menggali informasi dan berbagi rasa. Proses yang demikian ini terjadi berulang-ulang setiap harinya. 

Banyak hal yang menjadi pemikiran manusia. Kalau dibahasakan dengan sederhana, di dalam otak manusia itu berisikan banyak kata-kata, dan kata-kata itu yang menjadi bahan pemikiran. Mungkin saja kata-kata itu berkaitan dengan masalah kebutuhan hidup. Mungkin juga berkenaan dengan sukses, kebahagiaan yang sedang dia cari. Bisa jadi pemikiran itu berhubungan dengan masalah transedental, ketika dia ingin menjalin hubungan yang "akrab" dengan dzat yang menciptakannya. 

Selalu ada kegalauan dalam pikiran manusia. Daya tahan manusia untuk mendapat kesempatan berkomunikasi inter dan antar pribadi ini bertingkat-tingkat dan tidak sama. Ada orang yang mampu berdiam diri dalam waktu yang lama. Ada juga yang tidak tahan kalau tidak ada orang di sekitarnya. Bahkan ada yang ketakutan kalau sendirian.

Sekali lagi mengulang tentang adanya pikiran positif dan negatif. Hal-hal yang positif membuat hidup kita terasa indah dan nyaman. Kita bisa berbahagia kalau mendapati situasi yang menyenangkan. Hal-hal yang negatif bersifat sebaliknya. Perasaan sedih, galau dan gundah itu adalah pertanda bahwa pikiran kita terbebani dengan masalah yang tidak terpecahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun