Mohon tunggu...
Anugrah Kusumo
Anugrah Kusumo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lahir di Bogor tahun 1979. Telah selesai menjalani studi PhD di Pusan National University, Busan, Korea Selatan. Topik riset "Path planning and control for multiple robots". Sangat tertarik pada implementasi robotika untuk membantu tugas-tugas yang sulit dilakukan manusia.\r\nSaat ini mengabdikan diri di Surya University (http://www.surya.ac.id), Serpong, Tangerang sebagai peneliti di bidang robotika dan juga sebagai pengajar di Program Studi Physics - Energy Engineering (PEE).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggugat Impact Factor Jurnal

18 Juni 2013   05:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:51 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebuah jurnal yang telah terindeks pada bibliographic database seperti SCOPUS dan Thomson-Reuters Web of Knowledge biasanya mempunyai parameter pengukur kualitas yang dinamakan impact factor (IF). IF biasa dirumuskan sebagai:

IF = (jumlah paper yang dipublikasikan oleh jurnal dalam 2 tahun ) / (jumlah paper yang terbit tahun ini yang men-sitasi paper 2-tahun-terahir pada jurnal tersebut ).

Contoh, jika dalam 2 tahun terakhir sebuah jurnal mempublikasikan 10000 paper dalam 2 tahun terakhir, dan ternyata ada 5000 kali sitasi ke paper2 tersebut tahun ini, maka IF jurnal itu tahun ini adalah 2.00.

Nah, semakin tinggi impact factor, semakin tinggi pula kualitas jurnal tersebut. Atau dengan kata lain, jurnal tersebut lebih terpercaya untuk dijadikan referensi. Gampangnya, jika Anda mendapatkan 2 buah jurnal dengan IF masing-masing 0.97 dan 3.5, mana yang Anda prioritaskan untuk Anda baca/Anda jadikan referensi? Secara teori, tentu saja jurnal dengan IF 3.5.

Lalu apakah teori itu benar? Ternyata tidak juga!

Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini, antara lain:

1. Ternyata sebuah paper yang berkualitas, belum tentu mendapatkan ‘ACC’ dari reviewer pada jurnal ber-IF tinggi. Misalnya, reviewer meminta macam-macam seperti hasil eksperimen, atau hasil simulasi yang lebih komprehensif dan lain-lain. Padahal paper tersebut “kekuatan”-nya bukan di hasil simulasi yang diminta reviewer, tetapi pada teori yang dikemukakannya.

2. Terutama di bidang teknik, ada 2 “kubu” penulis paper jurnal: kubu teoretis, dan kubu praktis. Pada suatu masa di suatu bidang teknik yang spesifik, misalnya control engineering, sebuah jurnal yang lebih menonjolkan sisi-sisi teoretis mendapatkan IF tinggi, sedangkan dengan semakin mature-nya bidang tersebut, impact factor jurnal tersebut menurun, karena perhatian orang sudah beralih ke area praktisnya. Jadi jurnal teoretis tersebut bisa jadi tetap berkualitas, tetapi tidak ada inovasi signifikan pada tema-temanya, sehingga tidak terlalu banyak mendapat sitasi.

3. Dalam beberapa kasus, ada “kongkalikong legal” antara tim editor dengan penulis paper, di mana penulis paper memiliki hubungan pertemanan khusus dengan tim editor. Hmm…. jangan dibayangkan ini model pertemanan antar teman arisan. Ini model pertemanan dalam komunitas ilmiah. Akibatnya, paper yang dipublikasikan pun turun kualitasnya, karena proses review-nya tidak membunuh. Dampaknya boleh jadi adalah turunnya IF jurnal tersebut. Padahal, di jurnal yang sama, mungkin saja ada SATU paper berkualitas yang mendapat sitasi banyak, tetapi tidak diimbangi oleh sitasi paper-paper lainnya.

Dengan demikian, apakah impact factor itu masih relevan untuk dijadikan parameter kualitas sebuah jurnal? Ya, pada akhirnya kita harus sedikit melunakkan ‘fanatisme’ pada impact factor. Meskipun perlu diakui bahwa at least, keberadaanimpact factor masih dibutuhkan untuk parameter filtering kita untuk lebih fokus pada jurnal-jurnal yang berkualitas. Hanya saja, kita harus lebih berhati-hati dalam melihat ‘citra’ dari jurnal tersebut.

Tulisan ini juga saya publish di blog saya: http://akpamosoaji.blog.com/2013/06/17/menggugat-impact-factor-jurnal/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun