Mohon tunggu...
Nugi
Nugi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

KKN Tim 1 Tahun 2021/2022 Kel. Mangkang Wetan, Kec. Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah DPL : Ir. Ibnu Pratikto, M.Si.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN di Kelurahan Mangkang Wetan, Berikut Asal Usul Mangkang Wetan

14 Februari 2022   22:24 Diperbarui: 14 Februari 2022   22:27 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Memasang Stand Banner Sejdi Kelurahan Mangkang Wetan/Dokumentasi pribadi

Laki-laki                                 : 3.319 jiwa

Perempuan                              : 3.118 jiwa

Keberadaan kelurahan ini tidak terlepas dari sejarahnya yang sebagian besar belum diketahui warganya sendiri. Oleh sebab itu slaah satu TIM I KKN UNDIP TAHUN 2021/2022 melaksanakan program kerja dengan membagikan poster asal usul Kelurahan Mangkang Wetan untuk menyegarkan kembali ingatan warga masyarakatnya supaya tidak melupakan sejarah penting yang terjadi di wilayah tempat tinggalnya sendiri.

Gambar 1. Memasang Stand Banner Sejdi Kelurahan Mangkang Wetan/Dokumentasi pribadi
Gambar 1. Memasang Stand Banner Sejdi Kelurahan Mangkang Wetan/Dokumentasi pribadi
Ketika masyarakat tionghoa tiba di Semarang, mereka mulanya bermukim di daerah Mangkang. Nama daerah ini aslinya berasal dari kata Wakang Tjoen atau perahu layar besar. Pada masa kolonial Belanda, terjadi pemberontakan orang-orang tionghoa di Batavia terhadap pemerintah kolonial. Belanda khawatir pemberontakan itu akan merembet ke Semarang. Pemerintah kolonial lantas melokalisir orang-orang tionghoa ini, ke tempat yang mudah mereka pantau, yakni di sekitar Kali Semarang. Belakangan tempat ini dikenal sebagai Pecinan Semarang.

Sejak dilokalisir di kawasan Kali Semarang, masyarakat tionghoa yang akan mengadakan upacara sembahyang harus bersusah payah pergi ke klenteng Gedung Batu, Simongan. Biasa, masyarajat tionghoa pergi ke tempat itu untuk sembahyang guna memperingati kedatangan Laksamana Cheng Ho yang sangat dihormati itu. Pada masa itu jarak yang harus ditempuh untuk mencapai bukit Simongan dari wilayah pemukian masyarakat tionghoa di sepanjang Kali Semarang termasuk sangat jauh, mengingat kondisi Kota Semarang waktu itu masih berpusat di wilayah kota lama sekarang, juga karena kondisi keamanan yang selalu menjadi penghambat bagi masyarakat yang ingin bersembahyang di klenteng tertua di Semarang tersebut Kondisi ini kemudian mendorong mereka untuk mendirikan tempat ibadah di dekat tempat tinggalnya.

Diprakarsai oleh seorang saudagar bernama Khouw Ping (Xu Peng), pada tahun 1724 didirikanlah sebuah rumah pemujaan yang kemudian diberi nama Kwan Im Ting. Lokasinya terletak di samping sebuah kolam kecil, di tengah rerimbunan pohon asam dan agak terpencil dari pemukiman. Klenteng kecil itu lambat laun berubah menjadi pusat keramaian, daerah sekitarnya juga berkembang menjadi semakin ramai dan padat. Setiap tanggal 1 (Je It) dan 15 (Cap Go) penanggalan Imlek, tempat tersebut selalu ramai dikunjungi masyarakat pecinan. Jika dipetakan dalam kondisi sekarang, Kwan Im Ting kira-kira terletak ditengah antara Jl Wotgandul Timur (Cap Kao Keng) dan Jl Gang Cilik, atau berada di tengah-tengah jalan Gang Belakang. Kolam kecil yang oleh masyarakat sekitar disebut Bale Kambang itu bertahan selama lebih dari 200 tahun. Karena kolam itu banyak dipakai untuk menimbun sampah dan kotoran lainnya, pada tahun 1966 akhirnya ditutup untuk umum dan sekarang diatasnya telah berdiri bangunan gudang.

Tahun 1753 terjadi peristiwa bentrokan antar kelompok penjudi yang sedang mabuk di halaman Kwan Im Ting. Peristiwa ini menimbulkan reaksi yang sangat besar dari tokoh-tokoh masyarakat waktu itu. Dari peristiwa tersebut kemudian muncul pemikiran untuk memindahkan Kwan Im Ting ketempat lain yang lebih luas dan aman. Berbagai pembicaraan terus dilakukan, hingga akhirnya pada tahun 1771. Atas petunjuk dari ahli fengshui, dipimpin oleh Khouw Ping, beberapa saudagar tionghoa memilih sebuah areal tanah luas ditepi Kali Semarang yang kala itu masih berupa kebun lombok. Masyarakat tionghoa bergotong royong menyumbang berbagai keperluan pendirian tempat ibadah baru mereka, bukan saja sumbangan uang, tapi juga berbagai bahan bangunan. Tukang-tukang batu, tukang kayu, ahli ukir dan banyak lagi didatangkan dari berbagai tempat. Patung-patung para dewa dan dewi didatangkan langsung dari negeri China.

Tahun 1772, setahun semenjak mulai dibangun, klenteng itu telah berdiri dengan megah dan kokoh, Tay Kak Sie namanya, artinya Kuil Kesadaran. Prosesi memindahkan patung dan abu dupa Kwan Im Poo Sat (Dewi Welas Asih Avalokiteswara) dari Kwan Im Ting ke Tay Kak Sie dilakukan dalam upacara sembahyang besar-besaran. Pertunjukan wayang potehi dari Batavia (sekarang Jakarta) diadakan selama dua bulan penuh, itulah untuk pertama kalinya masyarakat Semarang mengenal wayang potehi.

Keberadaan klenteng Tay Kak Sie di atas kebun lombok, akhirnya membuat klenteng tersebut juga dikenal sebagai klenteng Gang Lombok. Keberadaannya benar-benar membuat suasana di sekitarnya menjadi hidup dan ramai. Kali Semarang yang kala itu masih lebar dan dalam dapat dilalui oleh perahu dan tongkang, hilir mudik dari laut hingga kedalam kota, membuat perdagangan di situ menjadi semakin ramai dan maju. Areal tempat kapal-kapal itu membongkar muatannya terletak tidak jauh dari klenteng Tay Kak Sie.Sebagian besar gudang di situ adalah milik Khouw Ping, sehingga lambat laun tempat itu dikenal penduduk sekitar sebagai sungainya Khouw Ping atau dalam logat Semarangan menjadi kalinya Khauw Ping. Lidah orang sekitar menyederhanakannya menjadi Kali Koping.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun