Mohon tunggu...
Money

Klarifikasi Gharar dalam Sudut Pandang Islam

6 Maret 2018   22:33 Diperbarui: 6 Maret 2018   23:05 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gharar termasuk dalam salah satu kegiatan jual beli,dimana kegiatan jual beli dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, namun tidak semua kegiatan jual beli membawa keberuntungan, salah satunya adalah gharar ini,  dimana unsur jual belinya mengandung ketidaktahuan atau ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi tersebut. 

Lafadz ghararsecara etimologi memiliki makna kekhawatiran atau resiko, dan ghararberarti juga menghadapi suatu kecelakaan, suatu kerugian, dan kebinasaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila wujudnya unsur kesamaran dalam transaksi jual beli, maka salah satu pihak berkontrak akan berhadapan dengan penindasan serta resiko yang seterusnya mampu menimbulkan pertikaian,maka dengan demikian,nabi Muhammad SAW melarang kegiatan jual beli gharar ini dalam islam. 

Dikatakan  gharara binafsihi wa maalihi, berarti jika seseorang melibatkan dirinya dan hartanya dalam gharar,maka berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui oleh dirinya.

Menurut (Mohammed Fairooz,2011) Ghararmempunyai ciri sebagai berikut

1. Unsur yang tidak diketahui ada wujud atau tidaknya.

2. Sesuatu yang tidak jelas baik dalam sudut keberhasilannya daripada tujuan suatu akad jual beli yang dijalankan.

3. Gharar berlaku atas asa jahalah yang merujuk pada kesamaran yang tanpa boleh dipastikan sama ada oleh pihak penjual atau pembeli

4. Gharar mampu mempengaruhi harga jualan komoditi lalu mengakibatkan berlakunya penindasan pada pembeli.

Tidak jarang pula para ahli fiqh banyak berpendapat bahwa jual beli gharar ini dilarang oleh islam, salah satu sebab dilarangnya  gharar karena ketidakpastian dalm pertukarannya. Ketidakpastian yang timbul karena aksi spekulasi dalam suatu pertukaran inilah yang kemudian disebut dengan taghrir.

Gharar merupakan sesuatu yang dilarang, namun bukan suatu larangan untuk setiap orang menjalankan gharar ini, karena islam tidak melarang siapapun untuk menghindar dari resiko perbuatannya sendiri,jadi sudah jelas bahwa  gharar  dilarang  sebab merugikan, sedangkan islam bukan merupakan hal yang menjadikan pemeluknya merasa merugi.

Secara garis besar, gharardibagi menjadi dua bagian pokok :

1.Gharar dalam sighat akad, yang meliputi :

     a)  Bai'ataini fii ba'iah, merupakan jual beli dimana satu akad ada dua harga yang dalam praktiknya tidak ada kejelasan akad atau harga mana yang akan di putuskan.

     b)  Bai al hashah,adalah suatu transaksi dimana penjual dan pembeli bersepakat atas jual beli suatu barang dengan harga tertentu dengan  lemparan batu kecil dari satu pihak kepada pihak lain sebagai pedoman atas berlangsung atau tidaknya akad                                     .

     c) Bai al mulamasah,adalah adanya mekanisme sewa menyewa antara dua pihak atas suatu barang apabila calon pembeli meyentuh barang tersebut.

       d) Bai al munabadzah, adalah seorang penjual berkata kepada calon pembeli: "jika saya meleparkan sesuatu kepada anda, maka transaksi jual beli harus berlangsung diantara kita"

       e) Akad mua'laq,sebuah transaksi jual beli dimana jadi atau tidaknya tergantung pada transaksi lainnya.

       f) Bai al muzabanah, adalah jual beli kurma yang masih di pohon dengan wasaq kurma yang telah dipanen.

       g) Bai al mukhadarah,menjual buah yang belum matang.

       h) Bai habal al habalah,jual beli janin dalam kandungan

        i) Dhar batu al ghawash,transaksi temuan yang akan ditemukan dalam laut.

        j) Bai muhaqalah,jual beli tanaman tertentu.

        k) Bai nitaj,transaksi binatang ternak yang belum di dituai.

2. Gharardalam objek akad, yang meliputi :

        a) Ketidaktahuan dalam jenis objek akad.

        b) Ketidaktahuan dalam macam objek akad.      

        c) Ketidaktahuan dalam sifat objek akad.

        d) Ketidaktahuan dalam ukuran dan takaran objek akad.

         e) Ketidaktahuan dalam zat objek akad.

         f) Ketidaktahuan dalam waktu akad.

         g) Ketidakmampuan dalam penyerahan barang

         h) Melakukan akad atas sesuatu yang tidak nyata adanya.

         i) Tidak adanya penglihatan atas objek akad.

Gharar,salah satu bentuk dari banyak transaksi jual beli yang dipandang cacat dalam islam, membuat transaksi menjadi tidak sah dan dilarang untuk eksis yang penyebabnya berpengaruh negatif terhadap kehidupan sosial. 

Pengaruhnya bukan hanya berbentuk ketidak adilan, hegemoni sumber daya produktif, konflik, maupun perilaku negatif lainnya, tetapi bahkan, seperti yang digambarkan pada alquran, akan menyebabkan umat lupa mengingat allah dan perintah perintah wajib lainnya. 

Pelarangan beberapa transkasi yang demikian telah mejadi konsensus ulama. Namun, berbagai jenis transaksi gharar bisa dijadikan sebagai bahan analog saja. Resiko dalam transaksi pasti terjadi, bahkan dalam setiap bisnis apapun, resiko pastilah menjadi icon utama yang selalu dihadapi.

Resiko memang tidak dapat dihindari, tetapi bisa dikelola dan dikendalikan. Karenanya, menejemen resiko merupakan salah satu cara untuk dapat mengendalikan resiko yang mungkin muncul. Sasaran menejemen resiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya suatu kegiatan usaha , karena itu menejemen resiko berfungsi sebagai early warning systemterhadap kegiatan usaha, misalnya, usaha lembaga keuangan. 

Dari beberapa penjelasan itu, dapat disimpulkan secara praktis dari sudut pandang yang mudah bahwa gharar/resiko/kekacauan/ketidak adilan dan ketidak pastian ini penyebabnya tak lain karena 2 hal : 1. Karena kurangnya pengetahuan dari pihak satu maupun pihak lainnya tentang konsekuensinya berbisnis dengan cara ghararpada dasarnya hanya membawa dampak negatif,merugikan dengan menguntungkan salah sepihak saja. 2. Karena tidak adanya objek yang jelas, yang sudah terlihat bahwa sistem jual belinya dengan tidak adanya kefaktaan.

Adapun usaha yang yang perlu dikembangakan dalam kasus ini, yakni: Dengan membuat UU tentang jual beli keislaman. Adanya perilaku kreatif yang bisa dijadikan gagasan untuk berkembang dimasa depan agar dapat dijadikan acuan oleh masyarakat disekitarnya untuk menjadi lebih baik dan menjauhkan diri dari jual beli gharar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati,  Sri.   2008. "Akutansi Syariah di Indonesia" (Jakarta : Salemba Empat)

Huda,  Nurul.  2010. "Lembaga Keuangan Islam" (Jakarta : Pramedia Grup)

Abdul,  Abdullah.  2004. "Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan" (Yogyakarta : Perpuatakaan Nasional RI KDT)

http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle=320018

http://id.portalgaruda.org/?ref=search&mod=document&select=title&q=gharar&button=searcg+document

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun