Krisis ini merupakan bentuk konflik internal yang mencerminkan pertanyaan eksistensial: "Siapakah saya dalam dunia yang membatasi saya karena jenis kelamin saya?"
Dalam surat-suratnya, Kartini sering kali mengungkapkan keinginannya untuk menyeimbangkan antara hormat kepada tradisi dan hasrat untuk kebebasan pribadi.Â
Secara psikologis, ini menunjukkan tekanan besar untuk membentuk identitas yang otentik di tengah masyarakat yang mengatur ketat peran gender dan kewajiban sosial.
2. Perjuangan Melawan Penindasan Internal
Dari sudut pandang psikologis, Kartini berjuang melawan apa yang bisa disebut sebagai internalized oppression atau penindasan yang sudah diinternalisasi.Â
Perempuan dalam masyarakat tradisional Jawa sering kali dididik untuk menerima peran mereka sebagai subordinat laki-laki, dan Kartini sendiri, dalam beberapa titik, merasakan bahwa dirinya dibatasi oleh harapan-harapan budaya tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, dia mulai memberontak secara mental dan emosional terhadap penindasan ini.Â
Ini adalah proses psikologis di mana Kartini mencoba mendekonstruksi nilai-nilai patriarkal yang telah lama ia anut dan berusaha menggantinya dengan pemahaman baru yang lebih egaliter.Â
Perlawanan batin ini dapat dilihat sebagai upaya untuk merebut kembali kendali atas kehidupan dan masa depannya.
3. Perkembangan Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Seiring dengan perjalanan psikologisnya, Kartini menunjukkan perkembangan self-awareness atau kesadaran diri yang mendalam.Â