Mohon tunggu...
Nufi Asii Fairuziyyah
Nufi Asii Fairuziyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Tiada lagi duniawi selain dunia sastra || https://fayruzeenufi.blogspot.com/?m=1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Emosi Pendidik Pada Afeksi Murid

18 Juni 2022   15:12 Diperbarui: 3 Februari 2023   00:30 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-dalam-jas-coklat-berdiri-dekat-papan-kapur-5212320/

    

                   

Banyak dari kita terlanjur memaknai emosi hanya dengan arti marah atau sejenisnya (condong pada hal negatif saja). Yang padahal pada dasarnya, ilmu psikologi telah merumuskan banyaknya teori khusus (emosi) untuk lebih  difahami dengan menilik beberapa kasus yang berceceran disekitar.  Mulai dari yang bisa kita lihat terkait interaksi intens seorang guru dan murid.  Yang dimana secara langsung, keduanya melontarkan emosi yang berbeda-beda disetiap tindakan dan berbeda-beda pula disetiap harinya dalam satu tempat dan lingkungan yang sama.

Dalam artikel ini, bukan berbicara tidak condong atau lebih condong pada ranah psikologi daripada ilmu pendidikan (llmu mengajar). Tapi lebih pada pengenalan fungsi dari cabang ilmu psikologi terapan itu sendiri. Kita bisa menyebutnya dengan istilah; Psikologi Pendidikan. 

Sebab walau semata-mata tindakan manusia bukan hanya dipengaruhi oleh emosi , namun kata emosi disinilah yang dapat menjadi factor utama dalam menentukan sikap kognitif seseorang. Yap. Tentunya; seorang Guru.

Emosi sendiri adalah perasaan/reaksi intens pada sesuatu/seseorang. Sepertihalnya ketika kita takut akan sesuatu sepertihalnya ketakutan seorang murid dan perasaan marah kepada seseorang seperti tindakan marahnya guru pada muridnya.

Maka disinilah yang perlu kita garisbawahi. Jadi latarbelakang faktor guru dan siswa yang bagaimana di kelas/sekolah kita? Apakah terlalu dimenangkan oleh faktor emosi dan mengalahkan misi pendidikan atau sebaliknya?

Tulisan ini lebih mengambil tim afirmasi jika ada perdebatan dengan tema "Masa depan seorang murid dipengaruhi oleh siapa pendidiknya". Karena bagaimanapun, pentingnya penerapan psikologis dalam mendidik anak adalah hal utama yang sebaiknya diperhatikan.

Sejalan dengan teori Widiyanto (2001) yang menemukan bahwa stabilitas emosi guru/pendidik memengaruhi tindakannya dikelas. Sebagaimana guru yang emosinya tidak stabil, maka siswalah yang akan jadi korban dari ketidakstabilan tersebut.Terlebih pada siswa yang baginya sangat merugikan dirinya dan lingkungan (kelas)nya. Apa lagi jika bukan karena faktor negatif yang dianggapnya siswa bodoh maupun sikap nakalnya yang cukup merusak nama baik. Berakhir membela dirinya, mengatasnamakan keharusan tugasnya (Baik seorang guru/orangtua) dalam mendidik walau baginya hanya dengan kekerasan fisik maupun mental yang dibalik semua itu sudah dipastikan akan berakibat fatal. Dan tentunya  disisi lain, ialah guru/pendidik yang stabil emosinya akan cenderung bertindak penuh bimbingan dalam menindaklanjuti metode pembelajarannya.  Tidak pandang bulu, tidak pandang dadu.

Banyak karya-karya yang bisa kita ambil sebagai gambaran kasus-kasus tersebut. Salahsatunya ialah film tare zameen par . Karya film Hindi pada 2007 yang dikemas apik dalam memperkenalkan bagaimana pentingnya perkembangan anak. Yang mendidik (anak)nya saja selain dengan kesabaran yang besar harus dengan ilmu-ilmu khusus baik dalam sudut pandang orangtua, maupun guru.

Jadi apa sih yang dimaksud dengan ilmu khusus disini? Tidak lain adalah ilmu yang tidak semua tahu rahasianya. Bahkan guru besar dengan sederet gelar yang tidak memperhatikan muridnya saja akan ikut bodoh dalam menyikapinya.

Karena tidak dapat dipungkiri jika Widiyanto (2001) sendiri, menemukan bahwa tindakan guru juga dilatarbelakangi oleh factor wawasan kependidikan, religiositas, kemapanan status sosial-ekonomi, keharmonisan dalam kehidupan keluarga dan tentunya kesehatan fisik. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pentingnya bagi kita kelak (sebagai pendidik atau guru) untuk lebih meningkatkan kemampuan logic dan kesadaran diri akan pentingnya jiwa dan batin seorang murid (berdasarkan usia, emosi dan wawasan pendidikan serta kognitif) dan mengurangi sikap individualistic sebagai afeksi negatif dalam urusan pribadi khususnya dalam penerapan ilmu psikologis ini.

Psikologi menyebutnya dengan istilah teori belajar Humanistik. Dimana seperti yang bisa saya contohkan adalah ketika seorang guru/pembaca ini_ternyata yang istilah sekarang_ mempunyai label keistimewaan: positive vibes alias memiliki pesangon positif untuk atmosfer suasana kelasnya serta para muridnya dan sekitarnya. Dan tentu ketika dari Anda atau seorang guru tersebut sudah merasa "cukup baik" menjadi seorang guru bagi murid-murid/lingkungan kita. 

Maka walau begitu, apa kabarnya jika manusia sewaktu-waktu tidak bisa memberhentikan keegoisan emosi yang bisa jatuh kapan saja? Bagaimana kita bisa sekaligus menstabilkan emosi yang dikhawatirkan akan meledak disaat peran yang sudah kita rasa sudah berjalan dengan baik itu sedang berlangsung? 

Maka salah satu jawaban yang bisa penulis sajikan adalah bagaimana cara seorang guru mengganti mood buruk dengan mood yang sejuk didalam pembelajaran. Ialah dengan menjadikan kesulitan itu menjadi sebuah motivasi tersendiri.

Jadi disinilah pentingnya ilmu motivasi sebagai cabang dari ilmu psikologi. 

Ya, motivasi adalah dorongan. Dimana tulisan ini tidak mengharuskan para guru untuk terus membaca teori tebal soal motivasi. Sebab jika kita mempunyai kemauan, niat dan semangat yang besar untuk bergerak, berbuah dan berubah, maka hasil dari motivasi akan kita rasakan sendiri setelah apa yang kita perbuat menghasilkan buah yang indah serta matang.

Dan disinilah kuncinya.

.. Jangan hanya mengharapkan kematangan pada murid-muridmu. Sebab sekalipun seorang murid  baru menghasilkan keindahan yang berbentuk, disitulah seharusnya seorang guru harus tersenyum sebagai buah__untuk dirinya sendiri__ dari kerjakeras akan sabar dan tulusnya dalam membimbing. Karena dengan begitu, seorang anak/murid tentu akan jauh lebih merasa dihargai. Dan motivasi yang tumbuh akan terus mengalir dari apa yang kalian bangun untuk mereka.

Dan dengan semua itu, emosi yang diberikan seorang guru akan meluaskan aspek afeksi pada seorang siswa yang akan dengan sendirinya terbentuk. 

Semua ini tentu sejalan dengan Bloom, Denton dan Mc Kinney (2004) yang penemuannya menunjukan 8 aspek afektif ang berkorelasi positif dengan prestasi, yaitu ketika murid (1) merasa mampu, (2) menganggap penting apapun yang ada didepannya (3) komitmen melakukan tugas, (4) merasa rileks selama mengikuti pelajaran, (5) merasa sebagai anggota kelas, (6) merasa diterima dan dihargai oleh guru, (7) merasa tertarik dengan mata pelajaran, dan (8) merasa diterima dan dihargai oleh teman-teman sekelas.. Semua akan menjadi imbalan bantuan psikologis yang berharga bagi seorang guru yang berusaha memaksimalkan segala pemberiannya.

Jadi, dengan sajian kompleks argumen serta teori-teori relevan yang telah saya papar. Tentu saya harap pembaca disini pun akan dengan mudah menganalisis darinya (baik sebagai guru/pendidik ataupun pelajar).

Tentang bagaimana tindakan diri kalian dalam memposisikan perannya? Jika kalian pelajar, apakah sudah sesuai perannya disekolah/kelas?  ... Dan jika kalian seorang pendidik/guru, apakah sudah cukup tertampar dengan kesadaran diri yang bisa kalian analisis sekarang ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun