Mohon tunggu...
nufaila yahudo
nufaila yahudo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Public Administration Student at University of Indonesia | Committed to community development through public administration | Enthusiastic learner seeking growth opportunities | Ready to collaborate for positive change

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Navigasi Krisis: Kemitraan Luar Biasa Indonesia Mengurai Teori Kontingensi dalam Menghadapi Krisis Covid-19

21 Mei 2024   22:28 Diperbarui: 21 Mei 2024   22:33 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono/detikcom)

Tidak ada keberhasilan tanpa kepemimpinan yang adaptif, visioner dan empatik. Kepemimpinan yang efektif tergantung  pada konteks dan situasi tertentu. Sebagaimana dalam teori kontingensi menegaskan bawa tidak ada pendekatan atau gaya kepemimpinan yang universal. 

Artinya, seorang pemimpin  harus  mampu merangkai strategi yang tepat di setiap perkembangan atau krisis yang dihadapi. Seorang pemimpin harus mampu menselaraskan gaya kepemimpinan dan strategi manajemen sesuai dengan tuntutan situasi dan  krisis yang berubah dengan cepat dan beragam.

Pandemi Covid-19 telah menguji keberanian dan kecerdasan pemimpin dalam menghadapi krisis kesehatan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam masa krisis dimana situasi diluar kendali manusia terus bergulir dengan cepat, elemen terpenting adalah respon secara real time. Krena suatu respon yang tepat tidak akan efektif jikalau tidak direspon secara real time. 

Seorang pemimpin yang menjadi cris leader harus mampu think outside the box  yang menghasilkan Keputusan cepat dan tepat, sehingga sepadan dengan tuntutan policy response sebagai garda terdepan dalam menuntaskan setiap krisis atau permasalahan. Karena dalam situasi dimana kondisi yang terus dihujani permasalahan, pemimpin harus mampu menentukan prioritas: apa yang paling pertama harus diselamatkan, dan bagaimana cara melakukannya. Visi yang kuat dalam kepemimpinan berperan penting dalam memandu langkah-langkah dan keputusan dalam menghadapi krisis, memberikan arah yang jelas, serta memotivasi untuk bertindak menuju pemulihan. 

Namun, dalam menghadapi krisis Covid-19, respons pemerintah Indonesia yang lamban dan terkesan mengulur-ngulur waktu dalam mengambil langkah-langkah pencegahan pada awal pandemi telah menunjukkan kelemahan dalam kepemimpinan nasional. Padahal apabila pemimpin dan pemerintah lamban dan teledor, nyawa sebagai konsekwensinya. Karena dalam situasi yang diluar kendali, aturan-aturan yang berlaku dalam situasi normal tidak lagi relevan.

Menyoroti kurangnya koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menangani Covid-19 telah menghasilkan kebijakan yang tidak konsisten dan berdampak negatif pada efektivitas penanganannya. Dalam penanganan krisis COVID-19, kritikan tajam terhadap kepemimpinan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mencakup beberapa aspek penting, seperti, kurangnya strategi efektif dalam mengurangi dampak ekonomi negatif, defisit APBN yang tinggi, kondisi ekonomi global dan nasional yang masih dalam kontraksi, perlunya percepatan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur, serta kesenjangan antara rencana dan implementasi menjadi sorotan utama. Kekurangan dalam komunikasi yang jelas dan transparan dari pemimpin kepada masyarakat menjadi penyebab kebingungan dan ketidakpercayaan terhadap informasi yang disampaikan.

Disisi lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa pada Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II berkata: "bahwa seorang pemimpin harus bisa berfikir out of the box dan melakukan lompatan-lompatan dengan analisis kebijakan yang cepat dan tepat. Salah satu kuncinya adalah membuka diri dan membangun jejaring yang kuat dan luas. Sehingga seluruh kemungkinan tetap bisa dihitung dengan detail dan teliti". Artinya, seorang pemimpin harus mampu menciptakan peluang didalam tekanan, sehingga krisis yang dihadapi tidak membatasi terlahirnya strategi dalam mencari solusi. Karena setiap krisis mengandung peluang. Penanganan Covid-19 mengindikasikan pentingnya keterbukaan Indonesia dalam menjalin kerja sama antar sektor pemerintah juga dunia internasional. 

Analisis lebih dalam terkait terkait tindakan proaktif yang diambil oleh Kementerian Luar Negeri dan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19 meliputi pemeriksaan kondisi kesehatan di pos lintas batas, dan pemberian bantuan kepada WNI di luar negeri yang menunjukkan komitmen untuk melindungi warga negara dari risiko penularan virus. Terdapat kerjasama yang erat antara rumah sakit rujukan Covid-19 di daerah dengan pemerintah pusat dalam hal pengadaan alat medis, pengiriman vaksin, dan pengaturan tenaga medis yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan kesatuan dan kompakitas dalam menjalankan upaya penanganan pandemi Covid-19 secara bersama-sama.

Selain itu, kerja sama internasional yang ditekankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia menjadi kunci dalam memperkuat sistem kesehatan global dan memastikan adanya pertukaran pengetahuan, sumber daya, juga pengalaman untuk meningkatkan respons terhadap krisis kesehatan secara bersama-sama. Contohnya adalah melalui partisipasi dalam progam vaksin global COVAX Facility, kerja sama dengan negara-negara seperti Australia, Jepang, dan Amerika Serikat dalam hal pemberian bantuan medis, pengiriman alat medis, serta pertukaran informasi dan pengalaman dalam penanganan pandemi. Sebagai bukti, kerja sama tersebut kemudian mampu menurunkan kasus COVID-19 di Indonesia. Karena suatu negara dapat memperoleh koneksi dengan negara lain yang memiliki pengalaman, sumber daya, dan kemampuan berbeda sehingga dapat saling melengkapi, menciptakan keuntungan bersama, dan mengatasi kekurangan yang ada.

Dalam situasi krisis, seorang pemimpin harus mampu melepaskan pemikiran yang konvensional. Ada momen tententu bahwa para pemimin harus mampu terlihat kompak dan bersatu. Hal ini tentu memerlukan kebesaran jiwa, kepandaian dalam bertindak, dan kehati-hatian dalam bertutur kata. "Karena pemimpin itu bisnisnya mengambil keputusan". Sebagaimana yang telah di katakana oleh SBY saat menangani tsunami Aceh 2004: " Quick to see, quick to decide, quick to take action".           

Pada hari itu, semua berjuang, semua menang, semua berjasa. Bahwa bangsa yang besar ada dalam kendali kita dan harus kita jaga bersama dengan sebaik-baiknya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun