Malam itu begitu sunyi. Hanya terdengar detak jam dinding yang seolah menertawakan kebisuanku. Aku duduk di sudut kamar, menatap bayangan di cermin yang tak lagi kukenal.
“Kenapa aku begini?” bisikku pelan.
Bayangan di cermin itu tidak menjawab. Ia hanya menatap balik, dengan mata yang sama lelahnya. Aku ingin mengalihkan pandangan, tapi seperti ada magnet yang menahanku.
Aku dulu bukan seperti ini. Aku ingat saat masih kecil, aku selalu penuh tawa. Setiap langkah terasa ringan, setiap mimpi terasa mungkin. Tapi sekarang, semuanya berubah. Aku menjadi seseorang yang tak pernah kukenal.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari jawaban di balik ingatan-ingatan lama. Apakah karena kegagalan-kegagalan yang pernah aku alami? Ataukah karena kata-kata tajam yang menghujam jiwaku selama bertahun-tahun?
“Apa salahku?” tanyaku lagi, kali ini kepada diriku sendiri.
Bayangan di cermin itu tersenyum tipis, seolah mengerti pertanyaanku. “Kamu tidak salah,” seolah-olah ia berkata. “Kamu hanya lupa bagaimana cara memaafkan dirimu sendiri.”
Aku terdiam. Kata-kata itu sederhana, tapi menusuk.
“Memaafkan?” aku bergumam. Kapan terakhir kali aku benar-benar memaafkan diriku atas semua kesalahan dan kegagalan? Kapan terakhir kali aku memberi diriku kesempatan untuk mencoba lagi tanpa rasa takut?
Aku menatap bayangan itu sekali lagi, kali ini dengan mata yang sedikit lebih lembut.
“Mungkin aku begini karena aku terlalu keras pada diriku sendiri,” ucapku akhirnya.