Mohon tunggu...
Nudia Amburika
Nudia Amburika Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi di tengah langit

21 Desember 2024   21:53 Diperbarui: 21 Desember 2024   21:53 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak bernama Eka. Ia duduk di bangku kelas 12 SMA, seorang anak yang cerdas dan rajin. Sejak kecil, Eka bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Ia ingin membantu orang-orang di desanya yang sulit mendapatkan akses kesehatan. Namun, ada satu hal yang menjadi batu sandungannya: kondisi ekonomi keluarganya.

Ayah Eka adalah seorang petani dengan penghasilan pas-pasan, sementara ibunya menjual kue di pasar. Meski hidup sederhana, mereka selalu mendukung pendidikan Eka. Namun, untuk melanjutkan kuliah, terutama kedokteran, biaya yang dibutuhkan sangat besar.

Suatu hari, setelah pulang dari sekolah, Eka duduk di serambi rumah sambil memegang brosur universitas yang ia idamkan. Ia terdiam lama, matanya menatap kosong ke arah sawah. Ibunya yang sedang membuat kue mendekatinya.

"Kenapa, Nak? Kok diam saja?" tanya ibunya lembut. 

"Bu, apa mungkin aku bisa kuliah di fakultas kedokteran? Biayanya besar sekali," jawab Eka dengan suara lirih.

Ibunya terdiam sejenak, lalu memegang tangan Eka. "Nak, setiap mimpi pasti ada jalannya. Yang penting kamu tidak menyerah. Kita cari jalan bersama-sama."

Malam itu, Eka memutuskan untuk tidak menyerah. Ia mulai mencari informasi tentang beasiswa. Setiap malam, ia duduk di depan komputer sekolah yang disediakan untuk siswa, mengisi formulir dan mengirimkan berkas-berkas beasiswa. Tak jarang, ia harus mengorbankan waktu istirahatnya.

Selain itu, Eka mulai membantu ibunya menjual kue di pasar setiap pagi sebelum sekolah. Ia juga menawarkan jasa les privat untuk anak-anak di desanya. Meski lelah, ia tetap bersemangat, karena ia tahu ini semua demi mimpinya.

Waktu berlalu, hingga suatu hari, sebuah surat datang. Surat itu berisi pemberitahuan bahwa Eka mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di fakultas kedokteran di universitas yang ia impikan. Air matanya menetes, tak percaya bahwa usahanya membuahkan hasil.

"Bu, Ayah! Aku diterima!" seru Eka sambil berlari ke arah orang tuanya.

Ibunya memeluknya erat, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. "Kamu memang anak yang luar biasa, Nak. Jangan pernah berhenti bermimpi."

Kini, Eka menjalani kuliah dengan tekun. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti, ia akan kembali ke desanya sebagai dokter yang membantu banyak orang. Mimpi yang dulu terasa jauh, kini perlahan menjadi nyata karena kerja keras dan doa.

Pesan Moral

Jangan pernah menyerah pada mimpi, meski ada banyak rintangan. Dengan usaha, doa, dan dukungan orang-orang terkasih, mimpi yang besar pun bisa menjadi kenyataan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun