Mohon tunggu...
Nucleus R.
Nucleus R. Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Diponegoro

A dedicated and proactive student with a strong desire to acquire technical knowledge and gain a broader perspective in my field. With a keen interest in geopolitics, environmental issues, and foreign policy strategy, I am eager to engage in complex problem-solving and embrace new challenges. My passion for volunteer work reflects my commitment to community empowerment and societal contribution.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Ketegangan Geopolitik di Laut China Selatan: Tantangan dan Strategi Indonesia

31 Mei 2024   23:29 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:07 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: South-China-Sea-Dispute-UPSC-International-Relations-Notes-2

Laut China Selatan (LCS) telah menjadi isu yang diperdebatkan selama beberapa dekade, dengan banyak negara mengklaim kedaulatan atas kawasan tersebut. Perselisihan ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir hingga sekarang, dengan meningkatnya sikap agresif China di kawasan LCS. Meskipun Indonesia bukan sebagai negara penggugat, namun telah terlibat aktif dalam menengahi konflik dan menetapkan kedaulatan maritimnya. Artikel ini akan membahas perkembangan terbaru, solusi potensial, tantangan dan strategi Indonesia untuk mengatasi isu ini.

 

Perkembangan Terbaru di Laut China Selatan

Sengketa LCS melibatkan China, Filipina, Brunei, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan. Konflik ini mulai memuncak lagi setelah dipicu manuver agresif oleh China, yaitu penggunaan meriam air dan tabrakan ke kapal Filipina. Dalam kasus tersebut, Filipina menuduh China menggunakan kapal penjaga pantainya untuk mengintimidasi dan mengganggu kapal-kapalnya, sementara itu China mengklaim bahwa itu hanyalah sekedar menjalankan kedaulatannya atas kawasan tersebut (Al Jazeera, 2024).

Menanggapi isu tersebut, Indonesia turut ikut aktif dalam mediasi konflik yang terjadi, yaitu tanggapan Presiden Joko Widodo pada ASEAN Summit 2022 menyerukan resolusi damai dan menekankan pentingnya untuk tetap menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan ini (Southgate, 2023).

Selain itu, negara-negara Internasional terutama Uni Eropa (UE) juga menyoroti tindakan agresif terus menerus dari China, dan menegaskan kembali penentangannya yang kuat terhadap tindakan sepihak yang dapat merusak stabilitas regional dan tatanan berbasis aturan Internasional. 

Dalam hal ini, UE menyerukan untuk menahan diri, menghormati aturan Internasional, dan resolusi damai perbedaan guna mengurangi ketegangan di kawasan tersebut (Dw.com, 2024). Dari penyeruan tersebut, mencerminkan komitmen UE untuk rute pasokan maritim yang aman, bebas, dan terbuka di Indo-Pasifik, dengan kepatuhan penuh terhadap Hukum Internasional.

 

Bagaimana Persepsi Publik dan Kebijakan Pemerintah?

Sebuah survei yang dilakukan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) menunjukkan bahwa hampir 80% masyarakat Indonesia melihat tindakan China di Laut China Selatan sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara (Benarnews, 2024). Sentimen ini mendorong pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menjaga maritimnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun