Mohon tunggu...
Ibnu Hasan Sadeli
Ibnu Hasan Sadeli Mohon Tunggu... -

"Siapalah saya"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekalahan Timnas Refleksi Kegaduhan Politik Indonesia

26 November 2014   16:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:48 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malunya tuh disini (sembari nutup muka), Saat Timnas yang kita banggakan kocar-kacir di ganyang Filipina, cacian dan makian sepertinya sudah bosan kita lontarkan, hanya harapan akan terus ada kendati entah kapan semua itu akan terwujud, mengingat rentetan hasil buruk yang disuguhkan timnas tak kunjung menyejukan. Memang, apapun bisa terjadi dalam sepakbola, masih segar dalam ingatan bagaimana tim selevel Italia pada euro 2012 dibantai Spanyol 4-0,  selanjutnya Spanyol pada piala dunia juli lalu digorok Belanda 4-1 dan yang sulit dipercaya adalah ketika Brazil sang tuan rumah, dipermalukan Jerman 7-1 pada gelaran piala dunia yang sama.

“Saatnya bangkit” kalimat itu kerap menjadi slogan penyulut semangat timnas disetiap momen kejuaraan sepakbola dilevel internasional. Namun, lagi dan lagi slogan itu menjadi tak berarti dan berujung keterpurukan. “Sungguh terlalu!” kata bang oma. Kini, tak ada lagi yang harus dibanggakan dari Indonesia selain rasa cinta terhadap tanah air yang tak pernah padam sebagai penghibur lara.

Menurut pengamatan saya, kegagalan-kegagalan timnas sepakbola junior maupun senior, selain faktor pelatih dan internal PSSI adalah kegaduhan politik Indonesia yang semrawut. Seharusnya pemerintah menyadari kalau sepakbola adalah satu-satunya alat pemersatu keberagaman, pemersatu agama, suku, ras, budaya dan jenis kelamin. Masih terngiang, bagaimana saat Evan Dimas dkk menjuarai piala AFF, semua masyarakat bersuka cita, dari sabang sampai merauke, kulit putih, hitam,  Kristen, Islam, Hindu, Budha, sunda, jawa sampai papua semuanya bergembira. Bola mata berkaca-kaca hingga tak sadar menitikan air mata keharuan, seakan bangga menjadi Indonesia, merinding ketika itu.

Tak bisakah pemerintah hentikan sejenak kegaduhan yang terjadi untuk mendukung sepenuhnya sepakbola saat timnas berlaga dilevel Internasional? Paling tidak nobar (nonton bareng), satu atap berikan dukungan agar hati kami sejuk. Tak bisakah memberikan perhatian khusus terhadap sepak bola tanah air agar lebih baik? Jika tidak bisa, jangan berharap Indonesia akan bersatu dan maju. “Persatuan Indonesia” sekedar  kamuflase jika sepakbola Indonesia jeblok dimata dunia. Negara maju bukan hanya dilihat dari masyarakat yang sejahtera dan infrastruktur yang berkembang saja, melainkan sepakbola yang membanggakan. Saya tidak perlu sejahtera atau infrastruktur mewah, karena dengan hidup seadanya pun sudah mensyukurinya. Disisa umur saya yang sedikit, saya hanya ingin menyaksikan sepakbola Indonesia diperhitungkan dikancah Internasional, apakah itu berlebihan?  karena itu satu-satunya alat untuk membuat kita bersatu dalam keberagaman.

Akhirnya kita harus kembali menelan pil pahit mengingat peluang timnas untuk melenggang ke semifinal pada gelaran piala AFF yang berlangsung di Vietnam sangat sempit, sesempit kemaluan perawan. namun tidak ada salahnya jika kita mengharap keajaiban. Maju terus Timnas! Tunjukan pada pemerintah bahwa engkau bisa dan bukan bagian dari kegaduhan mereka.

Ampera raya, 26 Nopember 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun