Kalian yang mana?
Semuanya terjadi begitu saja saat awal pandemic. Kalau boleh ku bilang, kesempatan benar-beran datang pada orang yang siap.
Saat baru pandemic, semua kisah dimulai..
Semua karena pandemi. Kapan sih berakhir?.
Ah.. frasa dan kalimat kalimat seperti ini sudah menjadi teman sejati sejak beberapa bulan lalu.
Sempat terlintas untuk selalu optimis dan akan adanya peluang belajar virtual yang banyak. Namun lagi-lagi panggilan alam tak lain dan tak bukan dari dapur yang berusaha melamunkan imajinasi untuk menjadi seorang artis.Â
Sebentar.. Kenapa tiba-tiba menjadi artis? Iya, sejak pandemic banyak sekali mahasiswa yang buta arah, akan kemanakah pertemuan-pertemuan dengan dosen itu ditumpuk? Kemanakah arah komunikasi yang katanya menjadi tombak pandemic ini?
Hingga, aplikasi tik tok banyak melahirkan artis, iya, artis pandemi.
Jenuh banget sih rasanya menghadapi suasanya seperti ini.
Lantas apakah akan terus berkeluh kesah hingga berakhir?
Tidak. Bukan saatnya.Â
Pilihan untuk terus hidup dan berkembang itu bukan didasari kelemahan dan patahnya semangat belajar. Tapi, pilihan hidupmu ditentukan dengan pola fikirmu. Menganggap hal kecil sebagai peluang, menganggap hal besar sebagai tantangan.
Aku? Dengan sedikit ilmu yang aku pelajari. Ingin rasanya berbagi. Namun nihil untuk membangun dan membuka sekolah di usiaku yang belum matang.Â
Apa aku berhenti bermimpi? Tidak. Aku terus mencari dan mencari hingga jatuh di dalam program volunteer mengajar.
Jangan Tanya perasaanku waktu itu bagaimana, aku sangat takut.Â
Takut sebelum melangkah. Namun, aku lebih takut untuk tidak berkembang di tengah pandemic.
Apakah aku melawan rasa takut dan rasa insecure? Ya Jelas.
Aku tata diri, aku perbaiki pola fikir "menjadi pintar bukan point yang tepat, menjadi manfaat adalah alasan akurat. Banyak orang pintar, namun masyarakat tak bisa merasakannya. Banyak yang biasa, namun masyarakat merasakan ilmunya".
Dengan modal curriculum vitae yang sederhana, usaha mencari format cv menarik di aplikasi sederhana juga. Namun, berjuta syukur tak henti ku lakukan dengan  lolosnya seleksi volunteer. Apa tak ada harapan sedikit imbalan? Sayang sekali, aku tak mengedepankan itu. Karena aku tau, banyak uangpun belum tentu bisa mengantarkanku ke jenjang mengajar volunteer.
Produktif itu lelah. Tapi aku tau, hasilnya begitu manis. Hingga lebahpun iri dengan manisnya kesuksesan itu.Â
Aku dengan pengalaman yang hanya segelintir orang yang memilikinya, aku gunakan dengan sebaik-baiknya.Â
Aku, di umurku yang sudah tak lagi muda dan rentan menadapatkan kejutan dari dosen ini, aku sadar tak semua hal harus diuangkan, namun ada kalanya suatu hal diabadikan, dan rasa dengan berjuta kenangan juga vibes yang baik yang dirasakan orang lain cukup menjadi imbalanku.Â
Dikenal dan didengarkan segelintir orang, memang kecil. Namun tidak untukku.Â
Karena aku tahu, tuhan tak memberikan kesempatan tanpa maksud.
Terdengar sok sibuk memang, namun produktif itu jauh dari itu.Â
Sok sibuk mencari pekerjaan yang tak lain sangat undirected.Â
Namun produktif, hal directed yang menjadikan diri terus terasah dan berkembang.
Salam dari aku yang lagi berproses juga. See You
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H