Mohon tunggu...
Nur Alfiana Isnaini
Nur Alfiana Isnaini Mohon Tunggu... Administrasi - You are entirely up to you

Miniatur Albert Einstein Aamiinn.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Seseorang Bisa Terbunuh atau Bangkit dengan Kata Ini, Apa Itu?

22 Juli 2020   13:16 Diperbarui: 26 Juli 2020   19:34 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Well, kalian pasti pernah banget nih ngerasain begini? Kenapa aku ngedukun ya? Bukan, maksudku mengapa aku menebak?

Pernah yang seperti ini? Atau belum? Atau masih akan? Ehe..

Di masyarakat kok kamu gak balik ke kampus? Udah berhenti ya? Kok gak bisa masak? Suaminya bukan omnivora yang juga bisa makan kertas dari revisian skripsimu loh

Di kampus kok kamu belajar terus ya? kok kamu rajin sih? kok kamu gak ngerti-ngerti ya kalo guru lagi ngejelasin?


Di keluarga


kok kamu belum nikah? Temen-temen kamu udah punya anak loh?


kok kuliah terus? Toh kamu ke dapur juga nanti

        Yang di masyarakat nih, identik banget sama tetangga. Bener dong. Haha,, maaf yang merasa tetangga. Then, when kalian lagi ditanya dengan alat pertanyaan yang berawal dengan kata kok, kalian jawabnya gimana?

       Ngedumel kan? Ngedumelnya online kan? Jangan offline, takut kalian disemprot pake disinfektan. Bercanda nih aku. Ketawa ya..

       Aku jawab versiku aja yaa. 

     Ku bilang aja, iya, kampus elit kan memang takut pemerintah, eh salah, maksudku taat pemerintah. Tapi boong guys. Ku jawab gini iya, karena corona. Sakit loh sebenernya dibilang gitu ya, tapi gapapa ya, sabar aja.

     Nah, yang di kampus nih, temen yang bisanya Cuma pengen hal yang instan tanpa usaha, ngehina sana sini, sedikit berusaha, tapi pengen dapet nilai banyak, bisanya ngomong gitu loh. Buktiin dah. Mereka kebanyakan kok nya sama kita. 

     Mereka melihat kamu hanya saat kamu berhasil, mereka tak melihat jerih payahmu membagi waktu, bertengkar dengan nafsu, dan tak jarang pula mereka lupa untuk sekedar menjamu tamu.

     Kamu yang terang saat gelap, kamu yang gerah saat hujan, dan dingin saat panas. Itulah kamu. Berjuang tak harus memperlihatkan bukan? 

     Mungkin yang bilang kamu terlalu sering belajar, mereka yang terlalu asik dengan keadaan hari ini, hingga lupa dengan esok, lusa dan masa depan. Mungkin saja ya mereka tak paham apa itu Bhinneka tunggal ika. hiya,, sampek ke pelajaran Kewarganegaraan dong guys.. mereka yang gak ngerti sama bhinneka ga pernah bisa merasakan ika dalam hidupnya. Simply, tak suka perbedaan berarti dia tak suka hidup, dan tak suka fitrah tuhan. Tolong segera selamatkan dia. Tapi, itu juga haknya. Kannn, aku jadi pusing..

     Furthermore nih, di keluarga sendiri. While kuliah S1, S2, bahkan S3. Nyeletuklah si itu, "mau kemana sih, ke dapur saja.!" Kok enteng ya, kayak soklin Take Easy (nyuci jadi enteng).
Gak banyak jawab ya, jawab gini aja, iya, ini saya juga masih belajar banyak, karena siapa tahu anak saya jadi presiden buk, kan ibu bisa bangga, tentunya saya yang mendidiknya. Ehe..

     Terlepas dari itu semua, ada jiwa yang akan meredup, dan di lain sisi ada jiwa yang bersikap sebaliknya. 

     Pertama, sebut saja si kurang sayur. Dia akan mundur dari kepercayaan dirinya. Dia sudah tak percaya lagi akan kemampuannya, dan menuruti kata kok dari sekitarnya. 

      Yang lain, sebut saja dia si penikmat tolak angin (orang pintar kan minumnya tolak angin, katanya). Dia yang terus maju karena kata Kok itu. Dia yang akan merubah kok menjadi excellent nantinya. Dia yang awalnya lelah dengan kata itu, malah dia menjadikan kok itu menjadi rice cooker yang siap dengan nasinya ketika 45 menit kedepan. Nasi? Mengapa? Karena saya sedang lapar.

      Jadi, memang susah untuk menyemangati, mengapresiasi, memuji, bahkan untuk sekedar Tanya kabar hati kepada teman kita. Itu fakta. Kalaupun ada, itu hanya bentuk balas budi terindah Karena jasa baikmu. Ingat, ini dunia, tak ada barang jika kau tak membeli. Kalau tak bisa menjadi pewarna bagi seorang pelukis, setidaknya kamu bisa menjadi kanvas yang siap diberi beban karya sebagus atau bahkan sejelek apapun.

Well, makasih udah sempetkan baca. Thank you

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun