Ini argumentasi Mustangin dan senjata untuk memusnahkan lawan bicaranya. "Tapi ente mungkin lupa teng, bahwa kehidupan kita ini merupakan konstruksi dari dua dimensi -- dua aspek yang saling kait kelindan yaitu individu dan sosial," ujar temannya bernada menantang. Â
"Maksud ente, sosial itu?" tanya Masteng dengan nada mulai tinggi.Â
"Aktivitasmu telah mengganggu perasaan orang, sesuatu yang berkenaan dengan kepentingan orang banyak, maka wilayahnya sosial. Jadi tidurmu itu adalah sosial." Temannya berargumen.
Seolah tidak mau kalah Masteng mengeluarkan jurusnya, "Tidurku ini adalah ibadah -- anugerah dan nikmat dari Tuhanku. Jadi, meskipun orang menganggapnya sosial kek, kapitalis kek, marxis kek, toh yang namanya ibadah adalah vertikal, hamba dan Tuhan yang tahu, yang ngatur kapan seorang hamba mengedip dan membuka mata."
Belum selesai rupanya, Masteng kembali meninggi, "Tidurku ini adalah ritual - kultural. Jangan, jangan engkau kaitkan dengan hal-hal 'struktural' meski yang kuraba dalam benakmu engkau ingin mempeta-konsepkan tidur 'kultural' dan struktural." Engkau undang jutaan media pun untuk mengekspos kegiatanku, aku tetap pada prinsipku itu. Titik." Â Lanjut Masteng.
Masteng kemudian menutup debat. Debat, yang selalu saja berakhir tanpa pemenang. Debat, yang boleh saja berbicara di alam realita saat ini, bahwa Tarik menarik kepentingan individu dan sosial akan selalu ada.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H