Gunungkidul - Di Tengah gempuran restoran modern yang banyak muncul. Rumah makan Pak Saelan memiliki keunikan tersendiri yang menjadinya berbeda dari rumah makan ayam kampung lainnya. Rumah makan ini hanya buka satu kali dalam sepekan, tepatnya pada hari Pon dalam tanggalan Jawa. Sehingga menjadikan rumah makan ini selalu ditunggu-tunggu bukanya oleh wisatawan dari luar daerah yang berkunjung ke Gunungkidul untuk mencicipi kulinernya.
"Kita cuma buka saat Pon saja, karena mengikuti pasaran dari  pasar Ngenep yang buka di hari Wage pagi, jadi kami buka saat Pon pagi setelah subuh sampe Wage pagi pas pasaran saja," ujar Pak Saelan sang pemilik rumah makan.
Jadi di tanggalan Jawa sendiri terdapat dua siklus. Pertama adalah Saptawara, yaitu tujuh hari dalam sepekan (Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu). Kedua adalah Pancawara, yakni lima hari pasaran dalam sepekan (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Pasaran ini digunakan masyarakat Jawa untuk kegiatan jual beli, tepatnya di pasar tradisional sehingga banyak pasar yang hanya buka di waktu pasaran tertentu saja.
Rumah makan yang terletak di utara pasar Ngenep, Dadapayu, Semanu, Gunungkidul ini ada sejak tahun 2014, dan sudah sejak awal bukanya hanya mengikuti pasaran di pasar Ngenep, yaitu saat Pon. Apabila jika ada pembeli yang ingin memesan diluar pasaran, diharap untuk menghubungi terlebih dahulu. "Walau cuma buka pas Pon, tetapi kita bisa menerima pesanan partai besar dan kecil dalam bentuk prasmanan maupun nasi box,"Ujar pak Saelan.
Rumah makan Pak Saelan menyediakan menu utama ayam goreng kampung dan sayur lombok dengan cita rasa autentik karena masih dimasak dengan cara tradisional menggunakan tungku selama satu malam agar dagingnya empuk. Terdapat juga menu tradisional lain, yaitu puli tempe dan jadah yang digemari oleh pengunjung.Â
Menu makanan disini sangat cocok dipadukan dengan seduhan teh poci panas dengan gula batu. Â Puli tempe adalah makanan tradisional yang terbuat dari adonan beras yang diolah menjadi puli, kemudian disajikan bersama tempe bacem. Makanan ini merupakan salah satu camilan khas Gunungkidul yang dapat menjadi penganti makanan berat.
"Biasanya dalam sehari bisa menghabis kurang lebih 70 ekor ayam kampung, sedangkan untuk tempe sekitar 2000 pcs. Itu belum termasuk kalau ada tambahan pesanan diluar stok rumah makan buka," Ujar Pak Saelan.
Pengunjung banyak yang menyarankan untuk rumah makan buka setiap hari, tetapi dari pihak rumah makan Pak Saelan belum bisa menyanggupinya karena beberapa alasan. Pertama kurangnya sumber daya manusia, pekerja di rumah makan Pak Saelan hanya dari lingkup keluarga.Â
Alasan kedua karena bahan - bahan makanan sedikit sulit didapatkan, seperti ayam kampung. Didaerah sekitar rumah makan tidak ada peternak atau penjual ayam kampung, sehingga perlu mencari di banyak tempat. Terkadang pemilik sampai harus memaksa tetangga yang memiliki ayam kampung untuk dijual kepadanya.
Sedangkan menu lain seperti tempe bacem juga sulit didapatkan dalam jumlah banyak. Karena tempe yang digunakan adalah tempe godong atau tempe yang dibungkus daun, yang menjual tempe ini sangat jarang karena dalam proses pembuatannya perlu keahlian khusus, berbeda dengan tempe plastik yang dijual dipasaran. Oleh karena itu Pak Saelan sebagai pemilih rumah makan, tetap konsisten untuk buka mengikuti pasaran saja yaitu saat Pon.
"Saya dan keluarga kalo liburan ke Gunungkidul suka makan disini, karena rasanya autentik. Masaknya aja masih pake tungku bikin keinget jaman dulu kalo pulang kampung. Tapi kalau mau kesini harus cek tanggalan jawa dulu biar gak zonk, sudah jauh-jauh datang ternyata tutup" ujar Pak Rahman, pengunjung rumah makan yang datang jauh-jauh dari Jakarta.