Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Imlek dan Barongsai Di Desa Catur Kintamani

29 Januari 2025   20:42 Diperbarui: 29 Januari 2025   20:42 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Salah satu desa yang ada kominitas Tionghoanya di Bali,  adalah  banjar lampu desa Catur Kintamani.  Saya bersama istri dan anak-anak, berkesempatan hadir mengikuti perayaan Imleksdi desa Catur itu, tepatnya di banjar Lampu, 

Saya berangkat sekitar pukul 8.00 Pagi, menusuri jalan Singaraja Kintamani, hujan gerimis menghantar perjalanan itu. Perjalanan sepanjang 42,3 Km kami tempuh 1 jam, 23 menit tepat seperti yang dituliskan dalam Google map. Dari jalan raya Kitanman, pas ada pertigaan lampu , kami belok kanan ,diantara hutan pinus yang terus melambai karena  di tiup angin, banyak kendaraan yang lalu lang, khususnya truck besar mengangkut buah jeruk, karena disana hasil utamanya adalah jeruk. 

Desa Catur terletak di antara pegunungan Penulisan, Batur, Catur, dan Mangu, yang berbatasan dengan tiga kabupaten: Badung, Buleleng, dan Bangli. Lokasi desa ini berada sekitar 15 km barat laut dari Kintamani dan 36 km dari Bangli, serta 76 km dari Denpasar. Nama Desa Catur berasal dari pegunungan Catur yang terletak sekitar 5 km ke barat desa, dekat dengan Banjar Mungsengan, salah satu banjar Pakraman di wilayah Desa Pakraman Catur.

Desa Catur terbagi menjadi tiga dusun dan tiga banjar pakraman: Banjar Pakraman Mungsengan, Banjar Pakraman Catur, dan Banjar Pakraman Lampu. Jika perjalanan dilakukan dari Puncak Penulisan ke barat laut, akan melewati desa yang subur dan hijau ini dengan tanaman perkebunan. Dari Desa Catur, dapat menuju wilayah Buleleng, seperti Desa Sekumpul, Desa Lemukih, dan Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, atau menuju Desa Pelaga di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.

Dibanjar lampu , desa catutr itu terdapat tidak kurang 70 KK Tionghoa, kurang lebih 350 Jiwa) yang secara turun temurun telah terintgarasi dengan penduduk desa catur, Di wilayah desa yang umum di bali ada kayangan tiga Pusaeh , dalem bale agung, mereka masuk dalam adat desa catur itu, Tempat pemujaan selain di masing-masing rumah tangga, juga di tingkat desa di pusatkan di Pura Puseh Desa catur.  Salah satu tokoh . Li Giok Tian menyatakan bahwa nenek moyangnya telah lahir di desa ini, meskipun tidak diketahui secara pasti sejak kapan etnis Tionghoa bermukim di sini, kemungkinan sejak masa kejayaan Kerajaan Karangasem yang mengunjungi Tiongkok dan membawa pasukan Tionghoa untuk menjaga perbatasan di daerah Banjar Mungsengan. Pada awalnya, masyarakat Tionghoa yang berjumlah 11 orang bertugas sebagai pasukan penjaga perbatasan antara Bangli, Badung, dan Buleleng.

Ada keunikan bagi etnis Tionghoa di Desa Catur yang patut disimak sesuai penuturan Li Giok Tian bahwa status agamanya adalah beragama Hindu, hal itu dibuktikan dengan tatanan kehidupannya secara rutin dilakukan secara agama Hindu. Setiap kepala keluarga dari etnis Tionghoa memihiki tempat suci keluarga berupa Sanggah, Kemulan Taksu, Padmasari dan pelinggih lainnya yang terletak di bagian hulu rumahnya (tidak dekat jalan raya), sedangkan krama Hindu asli letak pura keluarga berada di pinggir jalan. Letak pemukiman etnis Tionghoa di banjar Lampu itu adalah ngomplek di sebelah kiri jalan, yang membentang dari pertigaan depan pasar desa Catur menuju ke arah barat sampai di batas banjar Lampu, sedangkan krama Hindu asli berada di sebelah kanan jalan (di sebelah utara jalan).

Lokasi Desa Catur Kintamani (Sumber: Google maps) 
Lokasi Desa Catur Kintamani (Sumber: Google maps) 

Dengan fasilitas pemujaan yang dimiliki oleh etnis Tionghoa berupa pura keluarga dan sekaligus juga pura kayangan tiga, maka uniknya lagi bahwa mereka juga memiliki satu kepercayaan leluhur Tionghoa berupa tempat suci khusus di dalam rumahnya bernama Konco, untuk memuja Tuhan dan leluhur yakni Dewi Kuan Him serta Kuan Kong. Sedangkan satu pelinggih yang memihiki bentuk berupa gedong beratap ijuk bertempat di area kahyangan tiga, dinamai Pura Penyagjagan, dan di pelinggih gedong itu adalah khusus untuk memuliakan Tuhan yang dinamai Pelinggih Ratu Sah Bandar. Dalam pemujaan kepada Tuhan serta leluhurnya, etnis Tionghoa merayakan perayaan suci yakni perayaan. Imlek yang dirayakan setiap tahun sekali pada, tahun ini jatuh tanggal 29 Januari, sedangkan satu perayaan suci untuk memuja leluhur dinamai perayaan suci Cingbing dirayakan setiap tanggal 5 April setiap tahunnya, yang dilakukan di tempat suci bernama Abu yang bersandingan dengan Konco.

Keunikan kehidupan beragama nampak berbaur pada saat perayaan hari suci Hindu, karena semua etnis Tionghoa yang tinggal di Banjar Lampu juga merayakan semua perayaan suci Hindu, seperti : Saraswati, Pagerwesi, Galungan, Kuningan, Nyepi, Sivaratri, Purnama Tilem, Kajeng Kliwon, Tumpek, Anggarakasih, Buda Kliwon, dan hari suci lainnya, mengikuti perayaan suci Hindu yang dilakukan oleh krama Hindu asli dari Desa Catur. Dalam perkawinan, secara turun-temurun etnis Tionghoa melakukan perkawinan dengan krama asli Hindu di Desa Catur, begitu sebaliknya yang dilakukan dengan cara mesakapan. Dalam pelaksanaan upacara kematian juga dilakukan dengan cara upacara ngaben, hanya saja tidak menggunakan jempana atau bade, cukup dengan sarana rumah-rumahan untuk membawa mayat ke kuburan secara khusus bagi etnis Tionghoa, yang terpisah dengan setra bagi krama Hindu asli. Uniknya bahwa di kuburan etnis Tionghoa itu juga ada pelinggih Prajapati dan saat upacara kematian dipimpin oleh pemangku setempat.

BARONGSAI DITUNGGU-TUNGU 

Pertunjukkan barong sai di tunggu oleh masyarat. Ciri khas Imlek adalah adanya barang sai, barongsai.  Hal ini juga terjadi di Desa lampu yang saya kunjungi. Tahun Baru Imlek 2025 akan jatuh pada 29 Januari, yang menandakan pergantian dari Tahun Naga Kayu 2024 ke Tahun Ular Kayu. Tahun Ular Kayu ini akan berlangsung hingga Minggu, 16 Februari 2026. Perayaan Imlek sering kali dihiasi dengan lampion merah terang yang menghiasi berbagai tempat. Selain lampion, dekorasi merah cerah lainnya juga akan terlihat di jalan-jalan dan area publik.

Barongsai (dokpri)
Barongsai (dokpri)

Barongsai merupakan pertunjukan tradisional yang berasal dari Tiongkok, biasanya dipertunjukkan saat perayaan Tahun Baru Imlek atau dalam berbagai acara tertentu untuk mendatangkan keberuntungan dan mengusir roh-roh jahat. Dalam pertunjukan ini, dua orang mengenakan kostum yang menyerupai kepala singa atau naga besar, dengan salah satu menjadi kepala dan yang lainnya bertugas sebagai badan.

Kongco Keluarga(dokpri) 
Kongco Keluarga(dokpri) 

Gerakan-gerakan yang energik dan dinamis merupakan ciri khas dari barongsai, yang biasanya disertai dengan musik gendang, simbal, dan tambur. Barongsai melambangkan keberanian, kekuatan, dan perlindungan. Di Indonesia, barongsai sangat populer di kalangan komunitas Tionghoa dan sering dipertunjukkan dalam berbagai acara budaya.

Imlek biasanya dirayakan dengan makan malam bersama keluarga besar. Selain itu, ada tradisi menyalakan petasan dan memberikan angpao. Tak ketinggalan, pertunjukan tarian barongsai yang ikonik selalu menjadi daya tarik utama bagi masyarakat. Barongsai adalah singa. Fakta ini semakin diperkuat dengan gerakan maupun kostum singa yang dipakai para penarinya. Jadi, barongsai bukan naga, tetapi singa.

TATA UPACARA IMLEK DI DESA CATUR 

Upacara Imlek atau Tahun Baru Cina biasanya memiliki urutan yang kaya dengan tradisi dan budaya yang diwariskan turun-temurun, tajk terkecuali di komunitas etnis Thiongoa di Desa catur  Meskipun setiap daerah atau keluarga mungkin memiliki cara yang sedikit berbeda, berikut adalah urutan umum upacara Imlek:

  1. Persiapan Sebelum Imlek:
    • Bersih-bersih rumah: Menyapu dan membersihkan rumah sebelum Imlek dipercaya untuk menghilangkan nasib buruk dan membuka jalan bagi keberuntungan.
    • Memasang dekorasi Imlek: Biasanya, rumah dihias dengan ornamen merah seperti lampion, kertas merah, dan simbol keberuntungan.
    • Menyiapkan hidangan: Banyak keluarga yang menyiapkan makanan khas Imlek, seperti kue keranjang, jeruk mandalika, dan hidangan lainnya yang dipercaya membawa keberuntungan.
  2. Malam Tahun Baru Imlek (Reunion Dinner):
    • Keluarga besar berkumpul untuk makan malam bersama pada malam sebelum Imlek. Makan malam ini dikenal sebagai "reunion dinner" dan merupakan momen penting untuk mempererat hubungan keluarga.
    • Hidangan yang disajikan melambangkan berbagai aspek keberuntungan, seperti ikan (melambangkan kemakmuran), ayam (keberuntungan), dan kue keranjang (melambangkan keberuntungan yang terus menerus).
  3. Perayaan Hari Imlek:
    • Pemberian Angpao: Angpao adalah amplop merah berisi uang yang diberikan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda. Ini melambangkan berkah dan keberuntungan untuk tahun yang baru.
    • Kunjungan ke Kuil: Banyak orang Tionghoa melakukan persembahyangan di kuil untuk memohon keberuntungan dan kesehatan di tahun yang baru.
    • Kunjungan ke Keluarga dan Teman: Di hari pertama Imlek, orang biasanya mengunjungi keluarga dan teman-teman untuk saling memberikan ucapan selamat tahun baru dan berbagi kebahagiaan.
  4. Tradisi dan Pertunjukan Imlek:
    • Tari Barongsai dan Liong: Pertunjukan barongsai (singa) dan liong (naga) sering diadakan untuk mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan. Di Desa catur dilakukan pagi hari semua rumah di kunjungi oleh Barongsai ini.
    • Melakukan Persembahyangan di Konco Keluarga, untuk pemujaan leleuhur, ddisi ada persembahaan buah-buahan, banten, dan juga babi Guling (tentu bagi Keluarga yang mampu), setelah itu  setelah dipersembahan lalu, dimakan bersama.
    • Setelah itu di lakukan persembahyangan di Konco yang ada di Pura Puseh,  masing-masing orang mendapat 4 dupa, doa pertama kea rah barat untuk Dewa Langi , kemudian mengarah ke Konco, untuk pemujaan Dwi Kun im, ratu barong dan Dewa bumi.  
  5. Hari Kedua dan Ketiga Imlek:
    • Hari kedua biasanya digunakan untuk mengunjungi keluarga dari pihak istri, dan masih banyak aktivitas perayaan lainnya.
    • Beberapa keluarga juga mengadakan acara syukuran atau ritual lain untuk melanjutkan tradisi.

Itulah sekilas urutan upacara Imlek yang saya pantau  secara umum di Desa catur , meski dapat bervariasi tergantung pada tradisi lokal atau keluarga. Biasanya, suasana Imlek dipenuhi kegembiraan, harapan, dan kebersamaan.

SEJARAH TAHUN BARU IMLEK

Terdapat beberapa teori mengenai asal-usul Tahun Baru Imlek. Kalender Tionghoa didasarkan pada kombinasi pergerakan bulan dan matahari. Setiap tahun lunar diwakili oleh salah satu dari 12 binatang. Kalender ini juga disebut sebagai Zodiak Tionghoa. Kalender lunar Tionghoa yang sekarang dikembangkan pada masa Dinasti Tang (618-907 M), dengan siklus lunar selama 29,5 hari. Orang Tionghoa menambahkan satu bulan ekstra setiap dua hingga tiga tahun untuk mengimbangi perbedaan antara kalender lunar dan pergerakan matahari, mirip dengan menambahkan satu hari pada tahun kabisat. Itulah sebabnya Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya.

Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai dengan bulan baru pada hari pertama tahun tersebut dan berakhir pada bulan purnama 15 hari kemudian. Terkadang perayaan ini juga disebut sebagai Festival Musim Semi atau "Awal Musim Semi." Meskipun dikenal sebagai Tahun Baru Imlek, Tahun Baru Lunar sebenarnya dirayakan oleh banyak kelompok selain orang Tionghoa.

Kata 'Nian' yang berarti 'tahun' dalam bahasa Tionghoa juga merupakan nama monster yang memangsa orang pada malam sebelum Tahun Baru dimulai. Sebuah legenda populer menggambarkan Nian sebagai monster dengan mulut besar yang dapat menelan orang utuh. Penduduk desa di Tiongkok sangat ketakutan dengan monster Nian. Suatu hari, seorang pria tua menghadapi Nian dan berkata, "Saya dengar kamu bisa memakan semua orang, tetapi mereka bukan lawan yang sepadan untukmu. Kamu seharusnya memakan binatang buas lainnya." Monster itu mendengarkan nasihat pria tua tersebut. Dia berhenti mengganggu penduduk desa dan mulai mengejar binatang buas lainnya, memaksa mereka untuk mundur ke dalam hutan karena ketakutan terhadap Nian.

Ternyata pria tua itu adalah seorang dewa abadi. Sebelum pergi, ia memerintahkan orang-orang untuk memasang dekorasi kertas merah di jendela dan pintu mereka di akhir tahun untuk mengusir Nian jika dia kembali, karena merah adalah warna yang paling ditakuti oleh Nian. Sejak saat itu, tradisi merayakan kemenangan atas Nian diteruskan di komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Dipercaya juga bahwa menyalakan petasan dapat mengusir Nian. Meskipun banyak etnis Tionghoa di Indonesia mungkin telah lupa asal-usul dari kebiasaan ini, mereka tetap merayakan hari besar ini dengan dekorasi merah di rumah mereka dan menggunakan petasan untuk menambah semarak perayaan. Selamat Tahun Baru Imlek  Moga bermanfaat***

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun