Bentuk melengkung penjor, yang menyerupai ular, menggambarkan dinamika alam semesta. Penjor juga berfungsi sebagai jembatan penghubung antara manusia dan Tuhan. Keberadaan penjor dalam berbagai upacara adat di Bali menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara sesama makhluk hidup, dengan alam, serta dalam hubungan vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hari raya Galungan, umat Hindu di Bali biasanya membuat penjor. Penjor Galungan dipasang pada Hari Selasa/Anggara wara/wuku Dungulan, yang dikenal sebagai Penampahan Galungan, simbol dari tegaknya dharma. Penjor ini dipasang di sebelah kanan pintu masuk pekarangan. Jika rumah menghadap utara, penjor diletakkan di timur pintu masuk.
Bagian atas penjor dan lengkungannya menghadap ke jalan. Bahan penjor terbuat dari bambu melengkung yang dihias dengan janur atau daun muda, serta daun lainnya. Perlengkapan penjor meliputi Pala Bungkah (umbian seperti ketela), Pala Gantung (kelapa, mentimun, pisang, nanas), Pala Wija (jagung, padi), jajanan, dan sanggah Ardha Candra lengkap dengan sesajennya. Di ujung penjor digantungkan sampiyan penjor yang dilengkapi dengan porosan dan bunga. Sanggah Penjor Galungan terbuat dari bambu, berbentuk persegi dengan atap setengah lingkaran, menyerupai bulan sabit.
Tujuan pemasangan penjor adalah sebagai ungkapan rasa bakti dan terima kasih umat Hindu kepada Ida Sanghyang Widi Wasa. Penjor juga melambangkan rasa syukur atas kemakmuran yang diberikan. Bambu yang tinggi melengkung menggambarkan gunung suci, sementara hiasan seperti kelapa, pisang, dan padi melambangkan hasil bumi yang dikaruniai oleh Hyang Widi Wasa.
Penjor Galungan bersifat religius, memiliki fungsi tertentu dalam upacara, dan harus dilengkapi perlengkapannya. Dari segi bentuk, penjor melambangkan Pertiwi dan semua hasilnya yang memberikan kehidupan dan keselamatan, serta diwakili oleh dua naga: Naga Basuki dan Ananta Bhoga. Penjor juga simbol gunung yang membawa keselamatan dan kesejahteraan. Hiasan penjor terdiri dari berbagai daun, sedangkan buah-buahan yang digunakan antara lain padi, jagung, dan kelapa.
Sejalan dengan pernyataan Titib (2003), penjor dalam agama Hindu memiliki beberapa fungsi simbolis, yaitu: 1) Meningkatkan dan memperkuat sraddha (keimanan yang mendalam) umat untuk menumbuhkan bhakti (ketaqwaan), yang akan membentuk kepribadian dengan moralitas tinggi dan pada akhirnya meningkatkan akhlak masyarakat; 2) Memelihara dan mengembangkan nilai seni budaya melalui seni arca, seni lukis, dan seni kriya yang sesuai dengan ketentuan kitab Silparasatra; 3) Mendorong kebersamaan di kalangan umat Hindu dalam menciptakan sarana pemujaan, terutama terkait dengan sakralisasi dan penggunaan simbol-simbol tersebut (Titib, 2003). Simbol dalam agama Hindu sangat berharga karena berfungsi sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menumbuhkan rasa bhakti dalam diri individu. Aspek-aspek tersebut sejalan dengan harapan untuk menciptakan kreativitas dan seni dalam komunitas umat.
Pembuatan penjor untuk upacara harus memenuhi syarat tertentu dan tidak boleh sembarangan. Penjor harus sesuai dengan ketentuan Sastra Agama, sehingga tidak hanya terlihat sebagai hiasan. Unsur-unsur dalam penjor merupakan simbol-simbol suci yang mencerminkan nilai-nilai etika Agama dan pengaplikasian ajaran Weda. Semat Hari Raya galungan dan Kuningan. Moga rahayu ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H