Mohon tunggu...
Novita S R
Novita S R Mohon Tunggu... -

Writing is like cooking. The more you practice, the better you are.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Kaki Bapak

11 Agustus 2012   17:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:55 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1344705033308509272

Pagi ini, saya merapikan meja makan dimana Bapak selalu duduk membaca Al Qur’an ataupun buku. Saya yakin, diantara tumpukan buku-buku yang dibaca oleh Bapak, akan ada sesuatu untuk saya, atau anak-anak saya bahkan untuk suami saya.

Saya ambil satu buku bacaan, dan benar saja, di situ banyak tertulis catatan kaki, mengingatkan siapa saja yang membaca buku itu mengenai sesuatu hal yang penting. Seketika, air mata saya ingin meluncur jatuh, bukan karena tulisan tersebut, tapi mengenang Bapak. Dengan lidah kelu dan menahan tangis, saya baca satu persatu catatan kakinya. Di situ ada nasihat, ada bacaan yang digaris bawahi dan beberapa catatan kenangan yang teringat ketika membaca salah satu paragraph dari buku tersebut.

Di antara tumpukan buku, saya menemukan satu buku catatan, saya sempat heran, dimana Bapak menemukan buku catatan kosong dan baru, saya tau itu kosong dan baru, sebab di depannya tertulis nama Bapak dan buku itu ditujukan untuk anak-anak saya. Saya tak lagi dapat menahan isak tangis, di dalam buku tersebut, Bapak menuliskan sederetan nasehat dan kenangannya dengan mereka. Bagaimana beliau sampai di Amerika untuk pertama kalinya, kemudian untuk apa beliau datang untuk kedua kalinya. Bapak menceritakan kebahagiannya atas kelahiran putri pertama saya yang disaksikan beliau dan dinamai oleh beliau. Air mata saya pun meluncur di pipi, ketika beliau menuliskan bahwa anak-anak saya memiliki orang tua yang ‘hebat’ sehingga beliau tidak ragu bahwa anak-anak sayapun akan tumbuh menjadi manusia yang hebat. Nasehat-nasehatnya pun membanjir di antara kenangan-kenangan beliau. Tulisannya menyanjung Islam, dan mengharap anak-anak saya untuk mencintai Allah selama-lamanya.

Bapak, tadi malam saya antar ke bandara JFK. Saya cium tangannya dan saya peluk dirinya.

“Pak, do’akan kami sekeluarga ya,” kataku sambil menahan air mata.

“Tentu, tak ada orang tua yang tidak mendo’akan anaknya,” ulangnya lagi dan lagi.

Astajiblakum innalladzina yastakbirunn… jangan pernah lupakan ayat itu,” tambahnya dengan menatap saya dan suami.

“Assalamu’alaikummmm,…” salamnya, dan kemudian menciumi anak saya satu persatu.

Saya tahan tangis saya, saya perhatikan beliau mulai dari mengantri di security check point sampai di periksa oleh TSA dan masuk. Mata saya nanar, ya Allah betapa saya baru sadar, bahwa Bapak sudah sangat tua, ketika beliau berdiri diantara orang-orang yang lain. Tapi semangat beliau dan ingatan beliau tidak pernah tua, itulah yang membuat saya terlupa bahwa Bapak sudah 75 tahun. Bapak…, semoga Allah mempertemukan kita lagi, dalam keadaan yang paling membahagiakan, aminnn.

Dan saya tak pernah ragu akan kekuatan sebuah do’a.

New York, 11 Agustus 2012

Untuk Bapak yang masih di awang-awang antara London dan Kuala Lumpur…

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun