Aku tersengal di belantara linimasa. Mencari omong-omong yang tidak kosong, mencari kabar-kabar yang bukan bohong.
Seperti ketenangan dalam kepompong, meski rembulan membiarkan serigala melolong-lolong.
Terenyak aku di bawah pohon. Ketika burung hantu yang renta dan bijaksana menghitung sisa umur umat manusia.
Aku bersila di antara luminans jamur-jamur yang takzim mendengarkan khotbah berisi keluh kesah. Melawan serapah yang megah dalam balutan sastra komedi gelap kegemaran kucing hutan dan rakun-rakun yang suka sekali bercanda.
Mereka yang bernasib paling ngenas, akan tertawa paling keras. Aturan main tidak mengenal cemas pada rahang yang nyaris lepas.
Sini, aku sampaikan rahasia-rahasia yang tinggal sia-sia.
Orang-orang ingin kembali jadi gumpalan, daging dan tulang.Â
Pada masa ketika ucapan memiliki kesempatan untuk ampunan. Pada zaman tanda-tanda Tuhan masih hidup di jalan-jalan, pasar-pasar, bahkan ruang-ruang perkantoran.
Dan, menjelang tengah malam, kita akan mendengar kunang-kunang yang terbang sambil berdendang.Â
Kode-kode biner bukanlah dosa, selama belum bermukim dalam persepsi dan paradigma.
***
N. Setia Pertiwi
Cimahi, 16 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H