Kamu sebentuk cinta sebelum ada. Dari hari yang terlalu pagi untuk secangkir kopi dicampur lima sendok gula. Lingkup dimensi hening tanpa ruang, massa, dan segala rekayasa. Kamu kabut, yang menggiring aku dan dia ke belantara samudera.
Benarkah satu-satunya kita adalah Dia?Â
Kamu seharusnya ingat itu lebih dari siapapun juga. Tentang ramuan pelupa yang membuatmu tuli bahasa, maafkan aku karena harus membuatkannya. Nanti, dunia akan meradang ketika kita sedikit khilaf. Kamu tahu, hanya Dia kenyamanan yang tangguh memberi maaf.
Kini, kita rasakan saja yang tergapai seujung jemari. Ketika kamu telah membentuk dirimu sendiri, batas tipis membuat kita dua orang berbeda yang bicara melalui denyut jantung.
Sungguh, aku tidak pernah ragu,
perihal mencintaimu.
Kamu yang berada di dalam diriku, tetaplah kuat sampai tuntas semua rindu.
Padang ilalang dan bintang-bintang,
menantimu datang.
***
Cimahi, 10 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H