Status jomblo akan berakhir pada waktunya. Bisa karena berakhirnya usia, atau karena kamu memutuskan menikahi dia. Dia? Iya, dia yang itu.Â
Tapi, masalahnya, benarkah kamu siap untuk menikah? Serius?
Ini ada pesan dari para orang tua:
"Don't go into a marriage in search of happiness. Marriage is struggles, and hardship, and difficulties, and that's why it is a great blessing, and one of the greatest trials. We will become stronger, wiser, and closer to God. Go into marriage with understanding that there will be fights, and temper, and the greatest test of your patience -- all for the purpose of improving you as a human. And that goal never has an easy path."
Nah, persis seperti itu. Kuatkan diri, teguhkan hati. Banyak hal yang harus masuk ranah kompromi.
Meskipun ya ... nikah masih lebih indah dari pada sindrom FTV pagi hari. Tiap ketemu orang di angkot atau tabrakan di jalan, langsung serasa slow motion, daun-daun berguguran, dan rusuh dengan pertanyaan, "Pertanda apa ini?", "Apakah dia jodohku?", "Siapakah gerangan dirinya?".Â
Jangan, ya ... Fokus pada indahnya cinta kasih antarmanusia di seluruh semesta tentu lebih baik bagimu. Tebarkan kebaikan dan nikmati kebebasanmu sebelum mengambil tanggung jawab sebagai istri/suami tercinta dan menantu paling sempurna.
Karena itu ... saya tanya sekali lagi, kamu mau nikah? Serius?
Baiklah, kalau kamu yakin.Â
Tapi, ingat-ingat 10 hal ini sebelum (dan ketika) kamu hidup bersamanya:
1. Ceraikan dirimu sendiri
Dulu, ketika calon suami masih di awang-awang, saya punya armor untuk menghadapi para kompor nikah muda. Setiap kali ditanya, "Kapan nikah?", saya jawab, "Nanti, kalau sudah bisa menceraikan diri sendiri."
Sudah jelas ya. Pada satu metromini, hanya ada satu sopir. Kalau lagi narik, salah satu harus jadi keneknya. Memang sih, suami adalah pemimpin bagi keluarga. Tapi, bukankah pemimpin yang baik adalah yang melayani? #eh.
Hahaha, lebih manis lagi kalau sudah sama-sama ikhlas dan dadah bye-bye sama yang namanya me-time dan privasi. Tak ada lagi dualisme eksistensi. Where you go, i go. Bukan lagi "i love you", melainkan "i love us".
2. Kecantikan atau ketampanan adalah jebakan
Penampakan fisik kadang menjadi salah satu faktor utama bagi makhluk-makhluk tipe visual. Saya tidak menyalahkan, tapi ingin mengingatkan. Untuk mendapatkan tampilan perempuan 47 tahun seperti Ira Koesno itu tidak mudah dan tidak murah, Pakde. Jadi jangan delusional dan berharap istri kalian 30 tahun kemudian masih tampak seperti Chelsea Islan. Kalau kamu selevel Indraguna Sutowo, bolehlah berharap istri kalian mirip Dian Sastro.
Saran saya sih, amannya begini. Kata Abang Sam Fahmy, "Fancy the eyes. If you decided to fall in love with the looks, make sure to fall for the eyes, because they never age."
Saya setuju sih. Melalui mata, kamu akan tetap bahagia dengan tatapan hangat penuh kasih sayang darinya. Sinar mata itu, akan bertahan meski keriput membayangi dan lemak menyelimuti.
3. Badai akan datang
Sebelum berlalu dan menjadi lagu, badai pasti akan datang dulu. Dalam pernikahan, angin kencang selalu siap menguji ketangguhan kalian. Tak jarang, hingga memporakporandakan rencana yang kalian siapkan bersama.
Tapi, jangan kira ini sesederhana rumah yang berantakan dan di dapur tak ada makanan ya.Â
Badai bisa sesedih suami yang kehilangan pekerjaan hingga semuram masalah kesehatan yang serius. Atau yang lebih parah, depresi. Mengenai hal ini, siapkan diri kalian untuk berbagai pengorbanan dan dukungan. Hadapi bersama, jangan sampai ada yang tinggal dan meninggalkan. Ini saatnya membuktikan janji manis yang pernah kalian umbar.
4. Perubahan adalah keniscayaan
Manusia mudah berubah. Katakanlah, perempuan yang kamu nikahi begitu atraktif, penuh semangat, dengan segudang pesona yang membuatmu terpikat. Lima belas tahun kemudian, ketika ia mulai terjerat dalam pusaran rutinitas rumah tangga dan anak-anak, bisa saja ia bertransformasi menjadi orang yang jauh berbeda.
Paling umum sih, lebih galak.Â
Banyak lho, hal-hal yang dapat mengubah seseorang. Cepat atau lambat, bersiaplah menerima pasangan kalian dalam "versi baru". Bisa lebih baik, atau pun sebaliknya. Tapi, meski terdengar mengkhawatirkan, sebenarnya ini begitu indah. Hanya kamu yang akan mengenal dia dan segala sikapnya lebih dari siapapun juga. Grow, change, and evolve together.
Menua berdua, abadi bersama.
5. Keluarlah dari negeri dongeng
"Hidup bahagia selamanya" itu hanya slogan film-film Disney jaman baheula. Keabadian itu perkara nanti ketika kita sudah melewati jalan terjal gronjalan di muka bumi. Kadang, kalian akan menganggap dia pasangan paling sempurna. Namun tak jarang, kalian merasa dia utusan dari neraka. Hahaha.
Tomorrow is promised to no one.
Realistis saja ya, fakta di lapangan mengatakan banyak pasangan yang sudah kehilangan cinta karena berbagai alasan. Namun, mereka tetap bersama dan saling menghormati. Demi anak, status sosial, dan banyak hal lainnya.
Tenang, ini tidak seburuk itu kok. Setiap detik yang telah kalian lalui bersama, masa' iya menguap dan dilupakan begitu saja? Be friends. Bangunlah persahabatan dengan pasanganmu sejak awal kalian menikah. Itu lebih hangat. Persahabatan lah yang akan mengikat kalian, begitu erat, hingga akhir hayat kelak.
Kalau keluarga saya ... pada dasarnya memang terdiri dari dua orang kekanakan yang mau melakukan apa saja demi cinta dan kepemilikan. Jadi, selalu ambil mudahnya saja. Kami berdua memutuskan untuk mencintai Sang Pemilik Cinta, agar selalu bergerak ke arah yang sama.
6. Perbandingan adalah bencana
Banyak hal di linimasa yang tampak begitu indah. Pasangan baru yang bahagia, bayi imut nan menggemaskan, dan foto-foto liburan keluarga sampai ke Kutub Selatan. Apapun yang tertangkap mata, jangan pernah membandingkannya dengan kondisi dan pasangan kalian. Disaster.
Keraguan timbul dari pembandingan. Dan, pembandingan hanya akan berlanjut menjadi pembandingan selanjutnya. Kalian juga ingin diterima apa adanya kan? Usahakan saja yang terbaik versi kalian.
Ketika banyak godaan, tarik nafas dalam. Kalian hanya sedang menontoni film dengan pemeran yang kalian kenal. What you had witnessed might be a show. Banyak di antara keindahan itu hanya ilusi dan katarsis belaka. Santai saja.
7. Mau dibawa ke mana?
Poin ini krusial. Pernikahan kalian, mau dibawa kemana? Bicarakan hingga sedetailnya. Perkara amal, keuangan, anak, karir, dan segala impian bersama. Satu tujuan akan selalu menuntun orang-orang agar tetap beriringan.
Adakan rapat romantis kalian berdua tepat setelah menikah. Catat hasilnya. Fleksibel saja, yang penting kalian selalu ingat bahwa kalian memiliki visi dan misi yang ingin kalian wujudkan berdua, bertiga, berempat, berlima, dan seterusnya.
Tidak perlu canggung. Ini ampuh untuk menyelamatkan kalian dari poin-poin berbahaya sebelumnya.
8. Bongkar dan tertawakan
Masa lalu biarlah masa lalu. Tapi hati-hati, dia bisa kembali membayang di masa yang akan datang. Maka dari itu, sebelum teror masa lalu itu hadir, bongkar!
Ceritakan segala kegagalan, kebodohan, penyesalan, dan tertawakan bersama. Berdamailah. Garis waktu yang saat ini sedang berjalan, hanyalah milik kalian.
Kotak pandora itu memang mengerikan, tapi juga mengandung harapan untuk masa depan.
9. W.H.Y
Satu-satunya yang menunjukkan kewarasan seseorang adalah ALASAN. Kesadaran kita dalam memutuskan dan melakukan berbagai tindakan. Dalam prinsip Appreciative Inquiry, ingat-ingat selalu alasan kalian memutuskan hidup bersama. Termasuk alasan kalian saling jatuh hati dan mengagumi.
Kalau perlu, catat dan dokumentasikan setiap momen indah yang kalian lalui bersama. Jadi, jika nanti sempat tersandung hingga titik kritis yang berbahaya, momen-momen itu siap menjadi mediator yang menghangatkan kembali hubungan kalian.
10. Nikah itu tugas peradaban
Percayalah, meski kedengarannya berat, tapi kenyataannya jauh lebih berat.
Lalu, mau bagaimana lagi. Ini tanggungjawab yang harus kita penuhi dan berlipat-lipat-lipat-lipat... sampai liang lahat.Â
Married couple live as a team. Keluarga kecil kita adalah satu sel yang membentuk peradaban. Anak-anak kita adalah generasi yang menentukan kondisi dunia di masa depan. Oleh sebab itu, nikah bukan mainan. Keutuhan dan keharmonisan sebuah ikatan pernikahan adalah pertaruhan bagi kehidupan.
Memang sih, bersama Tuhan semua akan baik-baik saja.
Tapi, jika kalian belum siap dengan remeh temeh sembilan poin sebelumnya, saya tanya lagi, kalian mau nikah?
Serius?
***
N.Setia Pertiwi
Cimahi, 13 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H