Apakah kamu nyata?
***
Menemukanmu dalam tidur, hanya akan membuatku lebur. Menjadi debur kesekian yang lelah menggoda karang. Kamu adalah timur, ketika aku tidak mampu menjadi barat yang menjadikanmu tertambat.
Sedangkan malam, selalu memberi petunjuk agar aku tetap tersesat. Masuk ke lorong sepi agar aku tidak perlu sibuk menepi. Kamu berdiri di persimpangan, dan aku lupa cara berjalan. Aku hanya mampu berbisik pada kupu-kupu bersayap biru, untuk hinggap di pundakmu.
Ya, tanpa pesan. Aku tidak ingin bicara pada sebuah hologram pikiran. Kamu ada di sana bukan untuk kulimpahi perasaan. Kamu adalah mimpi, selama mimpi belum menjadi kamu. Aku memilih bermimpi, karena pagi tidak ingin dinanti.
Berapa lama aku tenggelam?
Kamu sudah luruh dalam azan dini hari yang terdengar dari jauh. Beberapa ratus menit lagi, matahari akan meninggi. Aku tidak bisa pura-pura mati. Barangkali, senja sudi datang lebih awal hari ini.
Tunggu, kapan terakhir kali aku terjaga dengan perasaan hangat?
Pagi itu sungguh berbeda. Kamu masih ada, dan mataku sudah terbuka.
***
Aku bertanya sekali lagi, "Apakah kamu nyata?"