Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kita Hanya Bisa Ketika Tidak Bisa

11 September 2018   09:16 Diperbarui: 11 September 2018   09:51 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika aku menyebut 'kamu', maka 'kamu' adalah aku yang lain. Kamu adalah cermin untuk setiap sel penyusun tubuhku. Wajah asli yang tak mampu sembunyi. Diri sendiri yang bermukim di malam hari.

Kamu saja atau aku saja, sama. Tidak istimewa. Siapa kita? Manusia yang berjalan dengan kaki-kaki kecil di bumi yang luas ini. Gravitasi membuat kita menempel seperti wijen pada onde-onde.

Kita ini apa? Matahari saja tak mampu kau lihat berlama-lama. Padahal ia hanya satu di antara miliaran penghias angkasa. Kita tak berdaya, dihantam asteroid sudah tak bernyawa.

Raga, harta, bentuk, dan segala yang berbatas mata hanya fana. Apa yang abadi? Jiwa. Satu yang membuat manusia punya harga.

Akal.

Kita memiliki kesadaran untuk mengenal diri sendiri. Kita memiliki ilham untuk memikirkan alam, penciptaan. Mempunyai tujuan, dan diberi akal untuk memetakan segala keadaan.

Tiga dimensi. Cukup di sana. Kita tak punya kuasa menyusuri dimensi waktu, apalagi gravitasi. Dia, ada di dimensi ke berapa?

Entah.

Dia bisa menyerupai prasangkamu. Karena Dia yang memberimu alat untuk memiliki prasangka itu. Tapi jelas, Dia bukanlah prasangkamu. Dia berada di luar segala pengetahuanmu.

Kamu ingin mengenal-Nya?

Tinggal akui saja, kau tak akan mampu memahami Dia.

Kamu bisa mengenal-Nya ketika mengakui bahwa kamu tidak akan bisa mengenal-Nya.

Tak ada dayamu jika tanpa-Nya. Kamu, hanya tokoh fiktif dalam dunia pasif yang menjadikan-Nya ada. Dan Dia, tak menuntut agar kamu menjadi lebih dari sekadar 'kamu'. 

Lalu, mengapa resah? Buat apa gelisah? Kenapa harus marah?

Menangis, tertawa, begitu saja sudah. Serahkan, serahkan semuanya. Tak perlu banyak mengumpat. Tak perlu berlelah mengejar dunia yang berlarian. Dunia yang jual mahal. Dunia yang... sudah direbut orang.

Karena ada yang merindukanmu, sebuah pembebasan.

Pelukan.

Bukan yang biasa kau kenal.

Bukan.

***

Cimahi, 4 September 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun