Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Traveling, dari Berkeliling hingga Rasa yang Asing

26 April 2018   21:01 Diperbarui: 9 September 2020   18:01 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaki-kaki bergegas meninggalkan rumah-rumah yang diam-diam kesepian malam-malam. Mereka membawa koper, memanggul ransel, yang memberi ruang pada gawai secara maksimal dibandingkan makanan bekal. Menuju lokasi-lokasi kekinian yang dipermak hingga layak masuk Instagram. Tapi, haruskah alam berdandan?

Hm, saya pernah menerima wangsit dari seorang penulis tidak terkenal, katanya:

"Para pengembara berlomba-lomba menyatakan cinta pada kebebasan. Mereka berkelana dalam tempurung dunia, dan berakhir sebagai metafora. Dari bosan ke bosan, dari hampa ke hampa, dan tak pernah menemukan apa-apa."

Benarkah kini traveling menjadi sedemikian tidak bermakna? Karena waktu yang terlalu bergegas atau orang-orang butuh lebih dari sekadar kesegaran? Pengakuan, misalnya. Akankah mereka berhenti mengembara jika media sosial tidak lagi ada, karena sadar bahwa their journey means nothing without audience? Ironic.

Lalu, apa yang tersisa?

Di sisi lain, hype terkait traveling, perjalanan, pengembaraan, dan penjelajahan pada tiap-tiap destinasi, lebih dari sekadar keramaian. Di balik lalu-lalang, ada perekonomian yang terpupuk dan berkembang. Ada kehidupan yang menggantungkan harapan.

Maka, alasan menjadi tak penting lagi. Manusia senantiasa semakin dewasa. Begitu juga para traveler yang mengikuti arus pada mulanya, akan bertumbuh dan mulai mencari-cari makna pada akhirnya. Dari kebiasan, menuju pemaknaan.

Lantas, apa sebenarnya makna yang tersimpan di balik traveling?

1. Menjajaki segala penjuru

Luasnya bumi, akan mubazir tanpa dijelajahi. Bergeraklah, berkelilinglah. Ada beragam arah dan penjuru mata angin yang bisa kita ikuti. Mengapa harus diam dan bosan, jika berkelana akan membuatmu lebih bahagia? Namun, tidak apa-apa jika ketenanganmu ada pada sunyi. Karena, ruang-ruang kosong di bumi juga harus tersedia bagi jiwa-jiwa yang butuh sendiri.

2. Melihat lebih dekat

Dalam dunia instagram, bentang alam tampak sempurna. Langit yang biru, dengan awan sirus bak gula-gula kapas. Lautan gemerlapan tertimpa matahari dhuha. Pasir putih kemilau halus, tanpa sampah berserakan. Namun, benarkah gambar persegi berukuran 640x640 piksel telah mewakili nuansa nyata?

Datang, dan lihat lebih dekat. Ada angin semilir, udara segar, cuaca hangat, dan buaian ombak yang harus kamu rasakan. Mengalami, tentu lebih menarik daripada terobsesi dengan foto diri. Ada hati yang perlu dibuka, dengan cara melepaskan diri dari ikatan benda-benda. Melihat lebih dekat, lebih dalam, di luar batasan mata.

3. Menjadi saksi atas mahakarya

Di luar dinding kamar dan langit-langit kediaman, ada langit tak terukur dan dinding-dinding gua. Tercipta, tanpa campur tangan manusia. Kokoh melindungi, dan sempurna tanpa cela.

Pada setiap detail komponen bumi dan langit, kita menyaksikan satu kemegahan. Mahakarya yang tidak akan pernah bisa tertandingi oleh pencakar langit dan sculpture-sculpture raksasa. Hentakan sedikit saja, niscaya binasa. Dengan menjadi saksi atas penciptaan yang luar biasa, maka tak ada tempat lagi bagi bangga dan rasa jumawa.

4. Belajar dari semesta

Jadikan semesta sebagai ruang kelas terbaik dan terbesar yang dapat kita serap setiap hikmahnya. Lebah, penyu, tapir, kecoak, semut, dan seluruh entitas alam ialah guru yang bicara tanpa kata-kata. Berbahasa tanpa aksara. Jika kita mengamati, memikirkan, dan merenungkan tiap-tiap pertanda, ada pemahaman dan pengetahuan yang mengandung kebijaksanaan. Rangkaian pesan tersirat, dari Tuhan.

5. Memahami nilai-nilai universal

Masing-masing budaya memiliki corak yang berbeda. Setiap peradaban pun mempunyai ciri khas yang tak sama. Namun, ada nilai-nilai universal yang berlaku dan bersumber dari satu hal: kebaikan. Rahmat. Meski roda kehidupan terus bergerak, meninggalkan zaman yang terus berganti wajah, pesona kebaikan akan tetap memancar. Tanpa terhalang oleh atribut atau sekadar tampilan.

6. Sepi tanpa merasa sendiri

Kita lahir seorang diri, dan kelak kembali tanpa ditemani. Buat apa takut akan sepi? You'll never walk alone, bukan hanya anthem milik fans Liverpool FC. Berjalanlah, kamu tidak pernah benar-benar sendiri. Ada yang perlu kamu ajak bicara dalam sunyi, dalam hati. Tanpa distraksi hingar bingar, atau keramaian di kolom komentar.

7. Menghargai teknologi

Teknologi memang menyembunyikan mata pisau yang sulit disadari. Secara signifikan, mengubah cara pandang dan pola kehidupan. Bisa jadi, kita merasa ingin lepas dari intervensi teknologi, namun tidak ada ruginya menghargai bantuan atas suatu kemudahan.

Lagipula, traveling ke kawasan pedalaman sekalipun, tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi akan berperan. Contohnya, ketika kamu kebingungan mencari sarana transportasi. Kehadiran marketplace rental mobil online, semisal Hipcar atau Joorney, tentu akan sangat memudahkan. Tanpa perlu mendatangi kantor pelayanan atau mencari rekomendasi dari teman atau netizen, kamu bisa menemukan sendiri mobil sewaan yang kamu butuhkan.

Belum lagi, berbagai teknologi alat pembayaran, pencarian akomodasi, peta, dan peralatan praktis yang multifungsi. Pergunakan secara efisien dan tepat guna. Maka, kamu akan tahu, tidak ada teknologi yang bisa menguasai kita, jika kita mampu mengendalikannya.

Jadi, sejauh apa kita mampu berjalan, bukan hanya persoalan fisik dan kesenangan. Traveling is a way, so stop treating it as the goal. Dan lagi, apabila telah benar-benar "sampai", bukankah kita akan menjumpai kepulangan sebagai satu-satunya tujuan, termasuk pula dalam kehidupan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun