Mohon tunggu...
Dahrun Usman
Dahrun Usman Mohon Tunggu... Essais, Cerpenis dan Kolomnis -

Manuisa sederhana yang punya niat, usaha dan kemauan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | The Mafiadin

14 Agustus 2017   10:00 Diperbarui: 14 Agustus 2017   10:12 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi aparat tidak mau kehilangan pamornya, dalam pandangan hukum sekecil apapun pelanggaran yang dilakukan Adin dianggap sebagai tindakan subversive dan anti kemapanan. Para saksi dipersilahkan pergi meninggalkan kantor, sementara Adin masih meringkuk menjadi pesakitan di sebuah sel dekat dengan lorong menuju toilet. Wajahnya dingin, gestur dan gerakan tubuhnya sangat tenang, sebesar dan sekuat apapun ancaman subversive yang dialamatkan padanya tidak seberat ancaman Tuhan diakherat nanti. Dan itu yang diyakini oleh Adin.

Waktu terus berlalu. Nasib Adin yang masih menjadi pesakitan di sel aparat dengan tuduhan sebagai mafia beras mulai terkikis oleh siklus angin desa yang selalu berganti. Kini musim tanam padi telah berganti menjadi musim paceklik. Hampir semua warga desa sudah tidak punya lagi cadangan padi di lumbungnya, hukum ekonomi pendauduk desa adalah; besar pasak daripada tiang; maklum semua kebutuhan keluarga sumbernya dari padi. Bayar pajak jual padi. Bayar sekolah anak jual padi. Memenuhi kebutuhan sehari-hari juga jual padi. Akhirnya ketika musim tanam padi selesai dan menunggu panen hujan tidak turun sama sekali sehingga singgahlah kemarau panjang, akibatnya padi puso; gagal panen merambah seluruh desa.

Alhasil harga padi yang tinggi diikuti oleh harga beras yang membumbung tinggi juga. Warga desa menjerit tidak berdaya. Rentenir bergentayangan setiap hari ke luar masuk desa. Mereka mengeruk keuntungan dari penderitaan warga desa yang terjepit oleh kebutuhan hidup; memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk keuntungan maksimal. Itulah prinsip ekonomi kaum rente yang kian canggih di zaman sekarang ini. Sementara nasib petani kecil di desa tidak pernah canggih-canggih dari zaman orla, orba maupun reformasi.

Dalam kondisi seperti ini, akhirnya warga sangat merindukan sekali kehadiran Adin. Tahun-tahun sebelumnya kalau musim paceklik tiba. Keluarga besar Mafiadin menggiling semua padinya di lumbung kemudian berasnya dijual murah kepada warga desa; bukan oprasi pasar seperti sekarang ini namanya. Warga menyebutnya; Krubukan Murah! Tetapi musim paceklik sekarang tidak ada lagi kegiatan itu. Penyebabnya satu. Adin alias Mafiadin sampai sekarang masih ditangkap aparat dengan tuduhan subversive! Dan melanggar kebijakan negara.

Warga berontak tetapi tidak berdaya sama sekali. Kian hari hidup warga desa kian berat. Sementara kaum rente semakin kuat mencekik leher ekonomi warga desa. Kabar tentang kesalahan Adin sebagai mafia besar juga tidak pernah terungkap. Belakangan justeru tersebar isu kalau Adin adalah seorang mafia agama! Dia menjual ayat untuk kepentingan pribadi. Dia menjual agama untuk membangun rumah! Bahkan dia menjual ummat untuk kepentingan politik agar dia dipilih menjadi kepala desa tahun depan!

Nasib Adin alias Mafiadin semakin terpuruk. Belum lagi delik pasal yang menjeratnya sebagai seorang mafia beras dan melakukan subversive terungkap. Kini dia dihadapkan pada satu pasal lagi yaitu menjual ayat dan ummat. Sementara mafia beras sesungguhnya yang menjadi sumber malapetaka warga desa sampai saat ini tidak pernah tersentuh oleh siapapun termasuk aparat. Dan entah di mana dia berada.

Dari pinggiran desa terdengar sayup-sayup lagu dangdut yang diputar warga;Yang benar dipenjara/yang salah tertawa/sungguh mata dunia memang tak sempurna/oooooh begitulah dunia/

 

Cilame, Maret 2015.

  • Dewe ki bongso sugih! Ojo njaluk koyo wong kere(Kita ini bangsa kaya. Jangan meminta seperti orang miskin).
  • Manol(pedagan beras keliling)
  • Kecu alas(pembuat onar/perampok kelas kampung)
  • Krubukan murah(jual beli beras dengan murah)
  • Ngenyek(menghina)
  • Sugih(kaya)
  • Ganyong(sejenis umbi-umbian)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun