Mohon tunggu...
Nurmitra Sari Purba
Nurmitra Sari Purba Mohon Tunggu... Programmer - Statistician

Menulis untuk mencerdaskan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berpikir Jauh ke Depan, Mari Kuatkan Hilirisasi Industri Sawit

17 September 2019   08:45 Diperbarui: 15 Agustus 2020   20:03 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panen Kelapa Sawit Sumber gambar : bestplanterindonesia.com

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia dalam menambah devisa negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO tahun 2018 adalah sebesar US$ 17,89 miliar atau turun sebesar 12,02 persen jika dibandingkan capaian pada 2017 sebesar US$ 20,34 miliar. Ekspor minyak sawit Indonesia pada 2018 berasal dari tiga negara utama, yakni India (6,71 juta ton), Uni Eropa (4,78 juta ton), dan Tiongkok (4,41 juta ton). Selain sebagai penghasil devisa terbesar, perkebunan sawit juga menyerap tenaga kerja yang banyak.

Namun, komoditas kelapa sawit tidak bisa terlalu diandalkan setelah harganya terus turun sejak 2017. Kondisi harga yang rendah diprediksi akan terus berlangsung selama tiga tahun ke depan. Kampanye negatif minyak kelapa sawit dari Uni Eropa disebut salah satu faktor melemahnya harga. Uni Eropa menetapkan komoditas minyak kelapa sawit mentah sebagai produk tak ramah lingkungan, tertuang dalam kesepakatan Renewable Energy Directive (RED) II. 

Parlemen Eropa masih tetap akan melakukan pemberhentian penggunaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam biodiesel secara bertahap mulai 2020. Kebijakan tersebut juga tidak selayaknya disikapi terlalu reaktif karena kebijakan tersebut tidak melarang seluruh penggunaan CPO. Yang dilarang hanyalah sawit untuk biodiesel. Kebutuhan sawit untuk  makanan jauh lebih besar daripada untuk biodiesel

Untuk menyelamatkan harga kelapa sawit, kita dapat melihat pendekatan jangka pendek dan jangka panjangnya. Untuk jangka pendek, apabila Indonesia tetap menggunakan skema ekspor, hal paling logis adalah mengganti tujuan ekspor (bukan ke Uni Eropa). Masih banyak negara lain yang bisa dijadikan tujuan ekspor. Sedangkan untuk jangka panjang, langkah paling ideal adalah mengembangkan hilirisasi industri, salah satunya dengan pemanfaatan CPO untuk biodiesel dalam negeri maupun produk turunan lainnya. 

Dengan produksi CPO 43 juta ton pada 2018, Indonesia semestinya bisa memenuhi kebutuhan minyak kelapa sawit untuk dijadikan produk turunan. Banyak deretan produk turunan minyak kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan selain biodiesel, mulai urusan dapur seperti minyak goreng dan margarin, hingga produk kecantikan. Dengan penyerapan hasil panen sawit ke dalam negeri, lewat hilirisasi yang menghasilkan produk setengah jadi maupun barang jadi, maka harga sawit akan relatif stabil dan tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi pasar internasional. Jika perputaran stabil, maka harga minyak kelapa sawit juga akan stabil.

Contoh sederhana dan nyatanya dapat ditemukan pada Apkasindo yang sudah  melakukan hilirisasi produk. Alih-alih bergantung pada penjualan ke perusahaan, anggota sudah ada yang membangun pabrik minyak goreng skala kecil di Riau, Jambi, dan Kalimantan Utara. Pada tahap awal, produksi minyak goreng masing-masing pabrik hanya 400-500 kg per hari. Namun, skala tersebut akan ditingkatkan hingga mencapai 5 ton pada tahun depan (2020).

Dalam hilirisasi industri sawit ini, yang sangat perlu adalah memilah produk turunan yang memiliki potensi pasar besar. Terlebih lagi, efek domino akan muncul bila hilirisasi industri berjalan, beberapa di antaranya adalah penyerapan tenaga kerja hingga quality control TBS, dan terlebih kualitas petani kelapa sawit swadaya. Untuk memenuhi kebutuhan produk turunan, dibutuhkan kelapa sawit dengan kualitas tertentu. Dengan begitu, diharapkan petani akan berlomba-lomba menaikkan kualitas kelapa sawit dari kebun mereka. Sementara dari sisi pemerintah harus mempromosikan peluang investasi produk turunan minyak kelapa sawit. Sebagai contoh, mempermudah proses izin investasi.

Penyusunan roadmap hilirisasi produk sawit juga sangat penting bagi daerah peghasil sawit seperti Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan lainnya agar bisa mengatur apakah ada insentif yang bisa diberikan kepada calon investor agar mau menanamkan modalnya di industri hilirisasi tersebut.

Kebijakan larangan penggunaan CPO bagi Indonesia sebenarnya merupakan hambatan sekaligus tantangan yang jika berhasil diatasi akan membuat Indonesia semakin baik. Kebijakan Uni Eropa seharusnya menjadi ajang Indonesia berpikir lebih serius membangun industri hilirisasi sawit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun