Jung Kwan Jang Red Sparks semakin konsisten menampilkan penampilan yang baik di V-League. Penampilan Mega yang on fire juga memberikan bantuan bagi timnya untuk mencetak poin. Terutama bagi penggemar Red Sparks, Mega muncul menjadi ikon baru yang bersinar. Performa Mega juga membuatnya menjadi bintang baru bagi Indonesia di Korea saat ini.
Kesuksesan Megawati ini juga membawa timnya ikut terangkat. Kemarin, Jung Kwan Jang Red Sparks berhasil menang 3 set langsung atas tuan rumah Pepper Savings Bank dengan skor 25-27, 17-25, dan 16-25. Di pertandingan ini, Mega juga menjadi penyumbang poin terbanyak dengan 25 poin dan membuat timnya naik ke peringkat 3 klasemen sementara V-League.
Euforia dan semangat para penonton terlihat di setiap pertandingan Red Sparks. Orang Indonesia yang ada di Korea juga datang untuk menikmati pertandingan dan mendukung Megawati. Namun, dukungan yang diberikan untuk Megawati ini mulai mengusik orang - rang Korea yang menyaksikan pertandingan voli ini. Banyak komentar di postingan Red Sparks yang menghimbau dan menyatakan ketidaknyamanannya terkait dukungan yang diberikan untuk Megawati di lapangan. Berikut adalah beberapa aturan yang penonton Korea keluhkan untuk para pendukung asal Indonesia;
Untuk para pendukung Mega yang datang, fans Indonesia, tolong jaga tata krama pertandingan di bawah ini.
1. Berhentilah mencemooh pada saat service lawan atau waktu mencetak poin (Menyalahkan tim lawan adalah tindakan yang tidak sopan)
2. Bahkan saat  ada yang mencetak poin di tim Red Sparks, bukan Mega, berhentilah meneriakkan nama Mega.
3. Voli bukan olahraga pribadi, tapi olahraga tim. Tolong berikan dukungan yang berorientasi pada tim, bukan dukungan yang berorientasi pada pemain individu.
4. Tolong jangan bersorak lebih keras dari sorakan penggemar tuan rumah saat pertandingan away. (Penggemar Away bersorak lebih keras daripada penggemar tuan rumah dianggap tidak memiliki sopan santun di korea.)
5. Harap menahan diri untuk tidak berdiri dan bersorak. Tolong biarkan orang yang duduk di kursi belakang juga menonton pertandingan.Â
Isu ini, sebenarnya memang akan datang cepat atau lambat. Dua budaya yang bertemu pasti butuh waktu untuk saling menyesuaikan. Para penggemar voli Korea sepertinya terkejut dengan hal baru yang mereka jumpai. Di sisi lain, orang - orang Indonesia mungkin berfikir apa yang mereka biasa lakukan saat menyaksikan pertandingan, bisa dilakukan juga di Korea.Â
Para pendukung Mega mungkin baru pertama kali ini mengikuti V-League dan tidak pernah melihat pertandingan voli Korea. Sebenarnya, para penggemar ini adalah pasar baru bagi V-League yang harus dirangkul. Cara paling efektif ini tentu harus dilakukan melalui media sosial dari Megawati ataupun Red Sparks. Mereka bisa menjelaskan apa saja yang bisa dan tidak bisa dilakukan saat menonton voli di Korea. Sehingga, semua pihak bisa menikmati pertandingan dengan nyaman.
Selain itu, ada hal - hal yang sangat disayangkan yang dilakukan fans Indonesia untuk mendukung Mega. Salah satunya, adalah banner - banner politik yang tidak ada hubungannya dengan pertandingan. Awalnya mungkin hanya untuk candaan, namun, dukungan yang seperti itu justru membuat Mega terseret dalam pusaran politik. Tidak etis sepertinya melibatkan atlet yang sedang berjuang di negeri orang dan susah payah berkompetisi untuk meraih prestasi justru di kaitkan dengan hal - hal politik yang jelas tidak terlihat lucu.
Masalah lain yang juga banyak diperbincangkan adalah adanya fans Indonesia yang mendukung Mega namun membawa bendera Korea Selatan yang ditulis dengan tulisan dukungan untuk Mega. Foto yang dirilis oleh postingan resmi Red Sparks ini, memunculkan perasaan kesal dari fans Korea yang melihatnya.
Hal ini mungkin bisa dipahami, mengingat mungkin hal yang sama akan terjadi jika bendera Indonesia diperlakukan sama. Sangat tidak baik menggunakan kebiasaan di Indonesia dan dilakukan di negara lain, apalagi saat hal tersebut ditayangkan di televisi nasional. Tentu hal ini akan menimbulkan banyak reaksi.
Namun, semuanya mungkin kembali ke budaya yang berbeda yang akhirnya menimbulkan pertentangan. perbedaan budaya seharusnya menjadi kesempatan untuk belajar dan memahami budaya lain lebih dalam dan bukan untuk menimbulkan ketegangan. Peribahasa 'Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung tinggi' menjadi pengingat yang baik untuk permasalahan ini. Semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H