Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kafe Jamu di Pasar Jamu Nguter

22 Juli 2024   00:13 Diperbarui: 24 Juli 2024   06:53 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat Kompasiana, apa khabar? Semoga senantiasa sehat. Suwe ora jamu, jamu godhong jambu (Lama tidak minum jamu, jamu daun jambu). Lama tidak bertemu, mari menyoal jamu.

Bulan lalu Simbok berkesempatan melewati ruas jalur Sukoharjo. Kabupaten yang tenar dengan sebutan Kota Jamu. Khususnya Kecamatan Nguter. Sayang kan kalau tidak sejenak mampir mengulik Pasar Jamu Nguter.

Sekilas kafe (caf) jamu di pasar jamu Nguter

Mari singgah di Caf Jamu yang berada di pojok depan pasar. Minum jamu dengan suasana berbeda. Tidak langsung berhadapan dengan ibu ataupun bapak penjual jamu jadi dalam botol. Menyeruput jamu dalam gelas sekali pakai ala kini.

Menu Kunyococo (kunyit asam, air kelapa) perpaduan yang unik menggelitik. Ginger chocolate (spesial coklat jahe) kombinasi enak disajikan panas pun dingin. Sebagai kontrol rasa simbok memesan beras kencur hangat.

Caf jamu ini dikelola salah satu produsen jamu di Sukoharjo. Sasarannya adalah kawula muda ataupun pencicip yang kurang terbiasa minum jamu. Upaya kontekstualisasi mengkinikan jamu warisan budaya dan estafet nilai.

Selagi teman-teman bersantai di caf, simbok melongok ke dalam pasar. Metamorfose berkali dari kunjungan sekian warsa sebelumnya. Wajah pasar kini tampil dengan tatanan los kios apik. Menyandang predikat pasar jamu tradisional terbesar di Indonesia.

Jajaran kios dengan sajian dagangan yang hampir seragam. Terbersit keunikan materi jualan dan persaingan antar kios. Empunya kios dengan santai menjawab setiap kios memiliki pelanggan masing-masing. Saling membantu pemenuhan kebutuhan pembeli dilakukan antar kios.

Penamaan kios juga unik. Semisal Puntodewo. Memantik ingatan Puntodewo adalah penamaan wayang dalam budaya Jawa. Dasanama (nama lain) dari Yudhistira, sulung dari Pandawa. Dikenal sebagai raja yang bijak pengayom keluarga besar.

Los kios jamu di pasar jamu Nguter (dokpri)
Los kios jamu di pasar jamu Nguter (dokpri)

Menarik kios lain dengan nama Sabdo Palon. Hehe duo Sabdo Palon dan Naya Genggong. Sabdo Palon memiliki karakter mirip Semar. Pamomong pimpinan dan pengayom rakyat.

Aha meski hanya petikan dua nama Puntodewo dan Sabdo Palon, kiranya ini juga jiwa dari keberadaan kios jamu. Menjadi pamomong dan pengayom besehatan bersama. Mitra pemangku kepentingan dan pelindung kesehatan yang saling mengisi. Berakar dari budaya lokal.

Aneka dagangan material jamu yang dijual. Bahan baku berupa empon-empon (rimpang) semisal Kunyit, Jahe, Kencur, Temu Lawak dll. Kebanyakan berupa bahan segar. Sebagian wujud simplisia, irisan tipis empon-empon yang sudah dikeringkan sehingga lebih awet.

Beberapa bahan jamu (dokpri)
Beberapa bahan jamu (dokpri)

Ini sebagian bahan baku jamu. Searah jarum jam dari kiri atas adalah Kayu Manis, Kunyit, mengintip dibawahnya adalah Kencur. Berwujud bulat adalah biji Kecipir. Lanjut serutan Kayu Secang yang sering digunakan juga dalam wedang uwuh pun bir pletok Betawi.

Kayu manis (kiri) dan pasak bumi (kanan) (dokpri)
Kayu manis (kiri) dan pasak bumi (kanan) (dokpri)

Melihat Batangan Kayu manis sebagai material jamu cukup familier. Karena juga lazim untuk bumbu masakan pun kue. Penasaran dengan potongan kayu kotak, mohon informasi dari penjualnya. Ooh ini yang disebut Pasak Bumi yang kawentar dari Kalimantan.

Tidak hanya berupa bahan baku. Pembeli juga dapat meminta jamu racikan. Penjual akan meramukan sejumlah bahan jamu, konsumen tinggal merebusnya di rumah. Lah teringat masa kecil, ibu bapak memiliki kendhil wadah khusus dari tembikar untuk merebus jamu dengan aroma yang khas.

Bagi pembeli yang menghendaki produk praktis, tersedia kemasan siap seduh. Jamu batuk, untuk pengelola kolesterol, penambah stamina dll. Racikan pendamping jamu produk dari pabrikan besar.

Transaksi partai besar antar pedagang dari Pasar Jamu Nguter kepada pedagang antar kota bahkan antar pulau. Baik secara langsung ataupun kirim barang. Nilai perputaran uang yang menyangga pendapatan asli daerah (PAD) Sukoharjo.

Jamu warisan budaya takbenda tingkat UNESCO

Jamu merupakan ramuan tradisional berbagai wilayah di Indonesia yang dibuat dari bahan alami (tumbuhan dan bahan lain) secara turun-temurun berdasarkan pengalaman empiris. Mengalami perkembangan dari sangat sederhana hingga kompleks.

Secara budaya, masyarakat meyakini hubungan harmoni antara Sang Pencipta dan ciptaan. Setiap ciptaan memiliki fungsi khas dalam pemeliharaan keutuhan ciptaan. Terganggunya kesehatan diatasi dengan pemanfaatan sumber daya alam sekitar.

Secara etimologi, jamu berasal dari bahasa Jawa kuna jampi atau usada. Bermakna upaya penyembuhan dengan menggunakan ramuan, lantunan doa pun ajian. Kearifan lokal yang temurun. Bukti pemanfaatan ramuan alam untuk penyembuhan terekam pada aneka bukti sejarah.

Semisal penggunaan bagian tumbuhan dengan perlakuan tertentu untuk sarana kesembuhan. Ilmu titen yang berasal dari amatan yang teliti dan berkesinambungan. Amatan diabadikan dan diwariskan dalam wujud catatan mulai dari tulisan di daun lontar, hingga relief candi.

Jamu bukan hanya warisan budaya takbenda tingkat nasional. Menempati Domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional. Namun jamu kini diakui sebagai warisan budaya takbenda tingkat dunia melalui UNESCO. Jamu wellness culture (ich.unesco.org).

Melalui sesi persidangan Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (ICH) jamu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda tingkat UNESCO. Menjadi perolehan ke 13 bagi Indonesia untuk warisan budaya UNESCO. [Kompas.com]

Jamu antara kesehatan dan wisata

Pengakuan jamu sebagai mitra merawat kesehatan didasarkan pada pengalaman empirik selama minimal 3 generasi. Bermula dari warisan budaya jamu kini berkembang dengan penelitian dan uji yang lebih lengkap. Semua demi kemaslahatan kesehatan masyarakat.

Kementerian Kesehatan menata regulasi dan penjaminan mutu yang bertahap. Jamu dengan bukti uji praklinik menjadi obat herbal terstandar (OHT). Bila lanjut lolos dengan uji klinis menjadi fitofarmaka.

Antara jamu, obat herbal terstandar dan Fitofarmaka (kolase dari klikfarmasi dan yankeskemkes)
Antara jamu, obat herbal terstandar dan Fitofarmaka (kolase dari klikfarmasi dan yankeskemkes)

Kesadaran akan kesehatan menjadi gerbong penarik yang bergandengan dengan wisata. Muncul wisata kesehatan (wellness tourism). Suatu kegiatan  wisata yang bertujuan memperoleh pengobatan, atau meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Mencakup pilihan wisata medis dan wisata kebugaran.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, memilah wisata kesehatan menjadi empat (4). Meliputi, 1. wisata medis, 2. wisata kebugaran, 3. wisata olahraga kesehatan (berbasis event olahraga), dan 4. wisata ilmiah kesehatan (berbasis MICE- Meeting, Incentive, Conventions, Exhibition).

Menebar angan bagaimana mampir ke caf jamu pun blusukan pasar jamu Nguter ini menjadi bagian dari wisata kebugaran. 

Tentunya dengan sejumlah penataan kenyamanan, kelengkapan informasi. Bukan hanya di Nguter, los jamu di Pasar Gede Solo juga sangat menarik ditawarkan kepada wisatawan.

Jamu saat sarapan di suatu hotel Yogya (dokpri)
Jamu saat sarapan di suatu hotel Yogya (dokpri)

Yogya, salah satu kota yang sangat siap dan mulai dengan menautkan jamu pada wisata kesehatan (wellness tourism). Sejumlah Omah/rumah Jamu ditata dengan standar wisata Kesehatan. Beberapa hotel menyajikan jamu sebagai suguhan saat sarapan.

Lirik lagu ibu Waldjinah menutup cerita ini. E jamu jamune, badan sehat, awak kuat yen di ombe (Minum jamu badan sehat dan bugar). Merawat warisan budaya bangsa. Salam sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun