"Terpikat dengan kecerdasanmu, cantik. Akulah yang menanam. Ambillah bila kau mau. Seluruh kekayaan dan hatiku hanya untukmu."
"Tidak, Enthit. Hatiku sudah ada yang punya."
Singkat cerita, si Enthit tidak mampu menahan diri mendekati Ragil Kuning yang siaga dengan cundrik senjata tajam untuk melindungi kehormatan diri. Tetiba tampilah wujud asli Raden Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji.
Akhir cerita dengan bahagia. Kesetiaan yang teruji oleh aneka kesulitan. Kearifan lokal sarana edukasi tata krama. Penuntun perilaku dalam komunitas ekologis.
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Salah satu contohnya adalah dongeng Enthit.
Dongeng Enthit dan Revolusi Pertanian
Mari kita sedikit ubah narasi percakapan Enthit dengan Ragil Kuning. Tetap dengan esensi tanya jawab yang dilantunkan dengan nada kenes menggemaskan.
"Enthit..... siapakah yang menanam padi dengan taksiran produktivitas 10 ton/ha ini?"
"Duhai bidadari cantik. Akulah yang menanam padi varietas unggul nasional ini. Membajak tanah dengan traktor tanpa awak atau autonomous tractor. Tanam bibit dengan rice transplanter."
"Memupuknya mengikuti pertanian presisi dengan bantuan bagan warna daun. Nanti aku memanennya dengan mesin panen padi kombinasi (paddy combine harvester). Kombinasi memanen, merontokkan dan menampinya hingga gabah bernas."
Percakapanpun berlanjut sesuai penafsiran penikmat dongeng penyampai kearifan lokal. Bukankah dongeng Enthit ini representasi revolusi pertanian. Mari sejenak simak dinamika pertanian.