Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyigi Filosofi Kanca Gladak Pengusung Gunungan Grebeg

2 Juli 2023   19:37 Diperbarui: 4 Juli 2023   00:06 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik simbolisasi pemimpin adalah kepanjangan tangan pemeliharaan Sang Maha Kuasa. Otorisasi diikuti dengan limpahan kasih kepada yang dipimpin. Tanggung jawab berat mengupayakan kesejahteraan kawula.

Begitupun kesuyudan bakti kawula kepada pemimpin. Pemimpin adalah wakil atau junjungan dalam menata negeri. Kesejahteraan lahir batin tolok ukurnya. Kawula suyud bekti dalam acara ngalap berkah.

Ngalap berkah (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)
Ngalap berkah (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Filosofi kanca gladak

Menarik keberadaan kanca gladak. Kesatuan lintas generasi, lintas profesi, lintas religi kepercayaan juga lintas administrasi mukim. Menyatu dalam mengemban misi.

Lintas generasi, profesi, religi untuk tradisi budaya (dokpri)
Lintas generasi, profesi, religi untuk tradisi budaya (dokpri)

Tentunya seorang pemimpin dan tim akan bekerja dalam suatu hierarki. Setiap tataran menjalankan tugas fungsi pokoknya masing-masing. Diikat dalam tata kerja yang dilaksanakan secara harmoni.

Kanca gladak, kanca berarti teman juga sebutan dalam lingkungan abdi dalem. Mengacu pada bausastra (Kamus Bahasa Jawa) gladak adalah abdi dalem yang pekerjaannya angkat junjung di lingkungan keraton. Melakukan pekerjaan yang dilandasi oleh semangat kebersamaan.

Mari melihat kanca gladak dalam perspektif abdi dalem. Bukan abdi dalem artian langsung sentana dalem yang bermukim dalam lingkungan keraton. Ini duta utusan dari lingkup DIY yang menjadi bagian kesatuan wilayah.

Bregada asal daerah adik, berangkat ke keraton dengan bus dari PG Madukismo. Ganti busana di keraton. Setiap petugas mengenakan seragam kain biru motif jumputan bulat putih. Baju dan kuluk atau topi berwarna merah. Melebur menjadi satu identitas.

Pada waktu dulu setiap petugas laku nyeker. Tanpa alas kaki. Waduh panas kan kalau berjalan di aspal pun rentan terkena goresan. Kontekstualisasi kekinian mengenakan kasut. Kasut sering dimaknai kerelaan hati sebagai alas bertindak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun