Pasar Legi Kotagede, Lebaran, dan Mudik
Singgah sejenak di Pasar Legi Kotagede mengungkit nostalgia lebaran dan mudik. Masa kecil kami di lereng barat G. Lawu. Lebaran dan mudik kami berbondong ke susuh induk utama.
Mengingat masa kecil saling kruntelan mendengarkan dongeng Bapak. Salah satunya dongeng keraton Solo dan Mataram Ngayogyakarta. Kisah heroik babat alas Mentaok yang super wingit, tanpa sadar kami saling merapat berdesakan. Pasar Legi Kotagede adalah titik kecil dari belantara alas Mentaok.
Mudik kami hayati sebagai arus mendekati sesepuh akar pohon keluarga. Kalau kini sesepuh kami lenggah di wilayah Bantul kidul Ngayogyakarta. Kesitulah muara mudik kami.
Mengingat kesukaan mengikuti ibu ke pasar. Pola berulang dalam tegur sapa antara pembeli penjual. Tata krama memilih pun menawar dagangan. Kembali menguar melalui kunjungan sejenak di Pasar Legi.
Kosakata Legi mengingatkan pembelajaran 5 hari pasaran. Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing. Penamaan pasar sesuai hari ramainya pasaran. Pasar Legi penamaan berdasarkan dinamika transaksi nilai ekonomi.
Keramaian pengunjung yang menyesaki Pasar Legi Kotagede mengungkit nostalgia jelang lebaran di lereng Lawu. Tradisi prepegan, masyarakat berbondong mipik (membeli pakaian baru) mepet jelang hari H.
Barisan dalam kelompok melewati dusun ke pasar kota (Kecamatan). Berangkat di pagi buta dengan penerangan obor. Tontonan paling mengasyikkan bagi kami para bocah cilik. Rajutan kenangan inipun menjadikan kami selalu merindukan suasana lebaran.
Bonus Rumah Kalang dan Pesanggrahan Rejawinangun
Sepi lancarnya lalu lintas di pinggiran Yogyakarta membangkitkan semangat jelajah sedikit meluas dari Pasar Legi. Menyusuri Jl Mondorokan, melintas jembatan Gajah Wong memasuki Jl Tegalgendu.