Bakso, kuliner oriental menggelinding merasuk menjadi bagian sajian Nusantara. Bermula dari ungkapan bakti kasih seorang anak kepada bundanya kini menjadi kesayangan bersama. Kelana rasa bakso selalu meninggalkan jejak cerita.
Bakso perwujudan kasih sayang
Sejarah panjang bakso ditengarai sejak penghujung Dinasti Ming pada abad ke-17 Masehi. Meng Bo memiliki karsa mempersembahkan masakan daging untuk ibundanya yang berusia sepuh dengan kendala gigi. Karsa mengait cipta, berkreasi dengan bola mini daging cacah halus berkuah hangat.
Kreativitas bakso merangkum rasa, karsa, dan cipta. Perwujudan kasih sayang yang tak lekang oleh zaman. Kini menjadi jejak kuliner abadi. Menjadi pengungkit perputaran roda ekonomi luar biasa.
Sajian bakso bersifat sangat universal. Melampau batas wilayah tersebar di penjuru dunia dengan aneka sebutan. Enak disantap tanpa batasan waktu mulai sajian pagi, siang hingga malam. Ramah lintas usia dari kanak-kanak hingga sepuh.
Tampilannya juga sangat beragam dari model polosan. Bola bakso dipadu mi, sejumput sayur diguyur kuah panas segar. Variasi isian bakso pun wujudnya dibelah laiknya bunga hingga pipih gepeng.
Kelana rasa bakso legendaris Salatiga
Setiap daerah memiliki kisah tentang kuliner bakso. Begitupun Salatiga. Udara yang sejuk ramah menerima sajian hangat. Tidak hanya ronde panas, namun juga bakso segar dengan aroma gurihnya.
Tercatat sejumlah kedai bakso. Hampir setiap pengkolan tersedia tukang bakso ala gerobak mangkal, maupun dorong dengan nada teng teng yang khas. Begitupun rumah makan dengan aneka kapasitas.
Beberapa diantaranya, simbok kebun sajikan bagi sahabat Kompasiana. Urutan ngacak tanpa preferensi tertentu.Â