Bathok alias tempurung kelapa, sahabat pembaca Kompasiana tentunya sudah mengenalnya. Lazim dibesut menjadi perangkat rumah tangga semisal siwur (gayung air) dan irus (sendok sayur). Memikat juga saat menjadi unggulan kuliner bernuansa bathok.
Sejumput kisah dari Sumatera Barat. Perjalanan kembali dari Batusangkar di sore gerimis, kami berhenti sejenak di Gugun Batuah. Pondok gorengan dan kawa daun.
Kawa daun seduhan daun kopi yang disajikan panas mengepul dalam wadah tempurung kelapa yang menghitam beralaskan potongan buluh bambu. Rasanya tak terdefinisikan hanya bisa dicoba..... Sebagai teman minum tersedia aneka gorengan, sate dan ayam penyet.
Tempat singgah ini unik dan apik, memasang hiasan berupa sarang burung manyar berjajar bergantung, dengan pemandangan sawah berjenjang atau berteras. Terbayar sudah penasaran akan kawa daun dari postingan para sahabat.
Meneguk kawa daun menghadirkan sendu sekaligus syukur. Bumi pertiwi menghasilkan bulir kopi melimpah. Saat itu, kaum pribumi tak mampu menikmatinya. Rela melayukan dan fermentasi daun kopi dan menyeruput seduhannya.
Pola ini direplikasi oleh produk Dakobar, daun kopi Banaran. Hasil fermentasi daun kopi layaknya seduhan teh. Kalau ini tentunya bukan keterpaksaan namun rupa kreativitas.
Menyemat kenangan dari Sumatera Utara. Kopi bathok hangat dinikmati di pagi hari. Saujana Danau Toba menemaninya. Sejauh mata memandang terlihat biru kemilau Toba.
Secuil kenangan di Parapat Inn. Melengkapi kawa daun dalam wadhah bathok di Gugun Batuah. Kini kopi bathok menyegarkan kerongkongan di Tana Toba.