Nah inilah mengapa menemukan plang penanda dengan no dokumen lengkap sangatlah membahagiakan mata cagar. Karena tanpa tangkapan dokumen berarti menambah tahapan riset blusukan dunia maya untuk mendapatkannya.
Untuk Situs Warisan Budaya UNESCO biasanya tercantum data di lapangan. Semisal pada kunjungan Situs Manusia Purba Sangiran (The Sangiran Early Man Site). Memiliki no registrasi penetapan Nomor 593 pada tahun 1996. Asiik bisa jepret meski posisi nyelempit berteduh di bawah pohon Beringin.
Andai tidakpun tersedia data yang komplit dari laman resmi cagar budaya tingkat nasional. Ditopang dari web world heritage. Kekayaan budaya yang diuri-uri dilindungi dari kepunahan untuk estafet generasi mendatang.
Contoh lain saat mengulik Cagar Budaya Pegadaian Tempel yang berada di jalur Magelang Yogya. Jepret menangkap plang dan bangunan di lapangan. Yah tanpa no dokumen. Menarikan jemari merunut dokumen penetapannya.
Komplek Kantor Pegadaian Tempel, Jl. Magelang, Tempel ini menjadi Cagar Budaya melalui penetapan SK Gub. No. 185/Kep/ 2011. Tentunya memiliki dasar historis sebagai pewarisan nilai budaya yang sangat berharga.
Bagaimana hubungan antara cagar budaya dan pariwisata? Tidak semua cagar budaya dijadikan tempat pariwisata. Cagar budaya pegadaian Tempel saat itu tetap difungsikan. Simbok pemblusuk minta izin berkunjung saja.
Begitupun saat menuliskan artikel cagar budaya biasanya menyorot dari aspek sosial budaya ranah humaniora. Sesekali meraciknya dalam perspektif wisata sekaligus pengingat diri. Pola perilaku wisata yang menghargai suatu cagar budaya.
Sedih kan kalau perolehan status cagar budaya tidak terjaga oleh polah gaya wisata kita. Status cagar budaya ditinjau secara berkala. Bisa dicopot bila tidak sesuai dengan standar. Tidak mudah menjaga status cagar budaya menuntut komitmen reputasi bangsa.
Kita sedang mendapat kemurahan menikmati wisata cagar budaya. Dibarengi dengan menumbuhkembangkan kesadaran penghargaan terhadap wisata cagar budaya. Banyak negara sangat piawai memadukan status Warisan Budaya Dunia (World Heritage) dengan pariwisata bergengsi. Kita juga bisa dengan dukungan senua pihak.