Menarik tampilan pohon natal berupa tatanan Jerami. Penyembahan berasal dari diri apa adanya dan seutuhnya, selaku masyarakat tani padi. Pengingat bahwa setiap bagian tanaman padi didayagunakan secara maksimal selaku lantaran berkat.
Diusungnya peralatan pasangan bajak sawah. Penyerahan diri permohonan berkat agar sarana bekerja diurapi. Perkembangan teknologi diletakkan pada bagian kandang natal. Pengingat prasasti hati teknologi pengawal bukan perusak berkat.
Ekokultural sawah, mencakup tata ekologi dan tata budaya petani sawah yang khas. Ditautkan pada kandang natal. Ekokultural sawah bukan hanya pernyataan berkat ada tanggung jawab pemeliharaan keutuhan ciptaan.
Ekokultural alas jati
Usai melewati hamparan sawah, kami melintasi tempat ngopi Kopi Ampirono (hehe ejaan dari ampirana, silakan mampir). Lanjut menanjak pada alas atau hutan jati.
Ekokultural alas jati. Tanaman jati penciri ekologi lahan berkapur. Alas jati bukan hanya masalah ekonomi produksi. Mengemban amanah menjaga tata kelola air di suatu wilayah.
Masyarakat alas jati memiliki kultur tersendiri. Memandang hutan jati sebagai bagian berkat. Sabar menyigi curahan berkat mulai dari perontokan daun jati. Ada kalanya memanen entung pupa ulat jati sebagai berkat sumber protein hewani.
Alas jati juga menjadi bagian kawasan khas. Keberadaan satwa flora penyangga ekosistem. Pada bentang alam yang lebih luas, alas jati di Bukit Menoreh menyimpan keberadaan bendung Sermo. Juga Kawasan Suaka Margasatwa Sermo.
Masa muda remaja saya membayangkan keanggunan perbukitan Menoreh dengan koleksi aneka tumbuhan obat alami. Juga sediaan satwa baik yang dapat disantap manusia pun bagian keseimbangan alam. Tergambar melalui kisah Kakang Agung Sedayu dan Mbakyu Sekar Mirah, Api di Bukit Menoreh.
Nah, bila dahan jati simbol ekokultural dihadirkan dalam rangkaian kandang natal. Bukankah ini juga rangkaian pernyataan kehadiran berkat pemeliharaan melalui alas jati. Juga penyerahan diri masyarakat alas jati dalam rancangan damai sejahteraNya.