Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi Ngasag, Benih Kepedulian Sosial Sektor Pertanian

22 Juli 2022   20:03 Diperbarui: 22 Juli 2022   20:14 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Panen Padi (sumber: liputan6.com/merdeka.com/Arie Basuki)

Simbok kebun dengan ceria menggendong bontotan berisi sembako. Siang tadi juragan Hartawan Dermawan berbagi berkat kepada masyarakat sekitar. Ungkapan syukur atas panenan dan lancarnya proses produksi di agribisnis kopi yang dikelolanya.

Sambil berkipas melepas peluh inilah obrolan Simbok kebun dengan sahabat kentalnya, Gendhuk Limbuk. Menurut Limbuk, apa yang dilakukan oleh juragan Hartawan Dermawan adalah bentuk kepedulian sosial yang istilah kekiniannya disebut Corporate Social Responsibility (CSR).

Aneka wujud dan motivasi tindakan CSR. Pada hakekatnya kepedulian melalui CSR bukan budaya yang baru saja terbentuk. Berakar dari tradisi masyarakat semisal masyarakat agraris yang dilakukan sejak zaman nenek moyang.

Tradisi Ngasag, Benih Kepedulian Sosial Sektor Pertanian

Ngasag merupakan kegiatan memunguti sisa hasil panen. Baik berupa panenan yang tercecer ataupun sengaja ditinggalkan di lapang karena tidak memenuhi kriteria mutu. Dilakukan saat kegiatan panen usai.

Hingga tahun 1970an tradisi ini masih dilakukan di areal persawahan. Penuai padi baik dengan peralatan sederhana ani-ani ataupun sabit melakukan panen dengan seleksi. Usai masa panen, beberapa pengasag umumnya dilakukan oleh perempuan memunguti sisa panen yang tertinggal.

Tradisi ngasag berlaku umum dengan sebutan khas antar kelokalan demografi mengikuti budaya setempat. Bahkan melampau antar zaman. Semisal kisah Rut sebagai pengasag malai jelai jauh sebelum zaman Masehi.

Para pengasag, termasuk Rut dan para perempuan mencari nafkah untuk mendapatkan makanan. Memunguti buli-bulir jelai, padi, dan panenan di belakang para penuai yang baik hati dan empunya lahan yang dermawan.

Tatanan sosial yang berlaku seturut dengan zamannya. Empunya lahan berbagi pekerjaan dan upah dengan para penuai. Melalui penuai berbagi rezeki kepada para pengasag. Tradisi ngasag, benih kepedulian sosial sektor pertanian.

Kepedulian dan tanggung jawab sosial yang lahir dari keyakinan relasi saling memelihara. Pihak penuai yang terlupa seberkas panenan di ladang pantang untuk mengambil balik. Terlupa ya sungguh terlupa, bukan siasat pura-pura lupa tertinggal untuk kemudian diambilnya sendiri.

Panenan yang tertinggal diyakini sebagai bagian untuk orang asing, anak yatim, dan janda. Kepedulian sosial untuk pihak yang terpinggirkan. Pengasag yang teridentifikasi didominasi perempuan juga penggenapan simbol kelompok yang membutuhkan.

Pengasag tidak berpangku tangan menunggu rezeki. Menunggu dengan sabar kegiatan panen usai. Menyingsingkan lengan baju mengumpulkan berkat yang diyakini sebagai sarana pemeliharaan dari Sang Pemelihara. Menyingkirkan rasa gengsi karena ngasag terwadahi dalam tananan sosial yang hidup.

Ngasag meniadakan subordinasi. Tidak ada pihak yang harus merasa jumawa unggul di atas. Juga tidak ada yang perlu merasa direndahkan. Berbagi secara bermartabat, memanusiakan setiap komponen yang terlibat.

Ladang sebagai sarana kiprah sektor pertanian menjadi ajang keseimbangan. Pemeliharaan alam bersama. Empunya lahan dan penuai menjadi mata rantai saling berbagi berkat panenan. Relasi dengan alam dan sosial meneguhkan relasi religi. Supaya Tuhan, memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu.

Kegiatan budidaya pertanian disemangati sebagai relasi komunikasi. Relasi antara pencipta dan ciptaan, mencurahkan berkat melalui hasil panen. Relasi dengan alam, pengakuan bahwa hasil panen adalah berkat yang tercurah melalui bumi. Juga relasi sosial, panen untuk kemaslahatan bersama.

Berdasarkan pendekatan sektor pertanian industri, bukankah ngasag mengurangi efisiensi produksi? Seolah terjadi kehilangan panen, ngasag sebagai komponen panen yang terhilang? Begitukah?

Mari simak tradisi ngasag dalam perspektif penjaminan mutu dalam rangka meningkatkan efisiensi produksi. Pada kasus hamparan padi sawah, malai yang ditinggalkan adalah malai yang tidak sepenuhnya bernas artinya malai dengan banyak gabah hampa. Begitupun malai dengan kematangan yang belum sempurna.

Meninggalkan sebagaian panenan yang demikian bukankah setara dengan tindakan cut off grade? Hanya membawa berkas panenan yang prima. Mengurangi kerusakan mutu oleh bulir hijau. Efisiensi memilah gabah hampa. Nah kan menjadi bagian dari komponen proses penjaminan mutu.

Kontekstualisasi Tradisi Ngasag, Kepedulian Sosial Sektor Pertanian Era Kini

Simbok kebun dan Limbuk saling berpandangan. Apakah dengan narasi tradisi ngasag, kami sedang bernostalgia atau sulit move on dari masa lampau? Mengganjal laju revolusi industri 4.0 di bidang pertanian dengan ani-ani dan sabit?

Mana ada kesempatan ngasag model memunguti sisa panen dengan model pemanen kombinasi (combine harvester). Mesin kombinasi tiga aksi, yaitu menuai, merontokkan, dan menampi, dalam satu rangkaian operasi.

Pastinya tidak demikian. Menyarikan semangat tradisi ngasag dan kontekstualisasi kepedulian dan tanggung jawab sosial sektor pertanian dengan era kekinian.

Pertama, memahami dan menghayati kepedulian dan tanggung jawab sosial sektor pertanian atau CSR agribisnis sebagai komponen relasi agung. Mencakup relasi manusia dengan alam dan sesama sebagai wujud relasi religi.

Kedua, menempatkan kepedulian dan tanggung jawab sosial sektor pertanian atau CSR agribisnis secara bermartabat. Hal ini akan mewarnai perumusan dan bentuk program yang dirakitnya. Nah pastinya banyak pakar yang akan mengejawantahkannya dalam kegiatan etis, konstruktif, dan produktif.

Setiap pelaku agribisnis terpanggil untuk menerapkan kepedulian dan tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelokalannya. Bersama mewujudkan harmoni selaras dengan budaya lokal yang berlaku.

Penutup

Tradisi ngasag, benih kepedulian dan tanggung jawab sosial sektor pertanian. Tidak pernah mati siap bertransformasi sesuai zaman. Mengawal dan mewarnainya  sebagai komponen relasi agung secara bermartabat. Simbok kebun dan Limbuk menjura hormat.

Catatan: Limbuk adalah punakawan dalam budaya pewayangan dengan lingkup kerja area kaputren.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun