Sederai hujan menangis pilu. Mengapa insan mengutukiku? Disebutnya aku si hujan asam. Pembawa bencana tak berperasaan. Penyebab korosi berlidah tajam. Berdampak kepada kesehatan hingga keseimbangan ekosistem alam.
Aku si hujan asam. Hendak bertutur seturut prosa liris lingkungan. Prosa lirik dikenal orang. Menyentuh kesadaran bersama akan keutuhan ciptaan. "Kembalikan aku sebagai hakekat hujan berkat, bukan pembawa laknat"
Inilah jati diriku. Bunda awan mengandungku dari bibit uap air normal. Kualitas atmosfer tercemar menodaiku. Aku terlahir sebagai air hujan ber pH rendah kurang dari batasan normal 5.6. Merunduk pada kisaran pH 4.2 hingga 4.4.
Aku si hujan asam. Nadiku penuh endapan asam. Berupa kandungan sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Mereka berada di angkasa. Konsentrasinya meningkat seiring dengan laju polusi udara. Mengubah peristiwa alami menjadi bencana.
Akupun bertanya kepada alam. Apakah gerangan penyebabnya?
Gelora pembakaran bahan bakar fosil, bisiknya. Agni dan derivatnya yang melalap bahan bakar fosil membubungkan asap. Menghantarkan trio gas karbon dioksida, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida menari di angkasa. Mereka menggoda oksigen dan bercumbu dengan tirta.
Awal bencana kelam. Sulfur dioksida bertiwikrama menjelma asam sulfat. Tak hendak kalah, nitrogen oksida bersalin rupa asam nitrit dan asam nitrat. Berarak berinvasi menuju bumi bersama air hujan, salju ataupun kabut yang bermuka sangat asam.
Lalu bagaimana dampaknya? Mari simak paparan dari semesta.
Ibu bumi terluka. Sentuhan hujan asam layaknya sengat bisa. Mengikis lapisan epidermis tumbuhan hingga ternganga. Terik surya membakarnya. Hama penyakit menggerogotinya. Tumbuhan merana menatap angkasa.
Merambat dengan pasti, hujan asam merasuki tanah. Beberapa logam dilarutkannya dengan pongah. Pelepasan zat beracun bagi pepohonan tak dapat dicegah.