Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

[Embun Kebun] Belajar Pensiun dari Daun Pisang

11 Agustus 2021   15:00 Diperbarui: 16 Agustus 2021   03:39 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gendhuk Limbuk sedang asyik di kebun. Terlihat ngobrol seru dengan daun pisang. Menyoal tentang pensiun. Mari belajar pensiun dari daun pisang.

Angin kencang pengiring hujan lebat meninggalkan penanda pada rumpun pisang di pojok kebun tetangga. Beberapa pelepah daun pisang tetap tegar menempel pada pangkalnya. Tampilan sedikit beda yaitu terkoyak-koyak pada lembarannya, pating sluwir menurut istilah kebun.

Pelepah tersebut tidak akan laku untuk dijual sebagai daun pembungkus. Namun penggarap kebun tetap mempertahankan keberadaannya. Terbukti tetap menopang tandan pisang yang dihasilkannya. Menyimak 'perjalanan' pelepah daun pisang sangat menarik.....

Pelepah daun muda, bermula dari kuncup yang tegak menatap langit. Helaian daun sangat muda dengan warna hijau kekuningan atau lazim disebut hijau pupus membungkus tulang daun. Helaian ini sangat cantik saat membungkus kue nagasari, kue pais pisang.

Pelepah daun dewasa, arah pelepah mulai membentuk sudut terhadap pokok pisang. Lembar daun mulai membuka hingga membuka sempurna dengan warna hijau kemilau. Aneka peran dimainkannya.

Pelepah ini menjadi sahabat bagi pejalan yang kehujanan. Kala dulu orang terbiasa bertudungkan pelepah daun pisang. Lapisan lilin dipermukaannya menjadikan daun tidak tembus air.

Penggunaan lembar daun di fase ini paling banyak. Mari tengok tampilan menggoda lontong, lemper, bothok dll. Semua berkainkan lembar daun pisang dewasa. Tergantung dari lebar setiap daunnya.

Pelepah menua, ditandai dengan arah pelepah mulai merunduk, warna daun mulai menguning. Bila diperhatikan tempe bungkus daun pisang kebanyakan menggunakan daun pada fase ini. Kadang hanya daun pisang namun lebih sering kertas berpelapis dalam daun pisang menguning ini.

Pelepah mengering, saat itu pelepah telah mengarah ke bumi, warna helaian daun mulai mencoklat. Kami biasa menyebutnya daun klaras. Saat itulah daun pisang istirahat dari tugas kedinasan organ fotosintesis. Alias pensiun.

Daun Klaras mengait pada dongeng Cindelaras dengan lagu: Kukuruyuuuk, aku jagone Cindelaras. Omahe tengah alas, payone godong klaras [Kukuruyuuuk, aku ayam jago Cindelaras, rumahnya di tengah hutan, beratapkan daun pisang kering] Klaras sebagai pembawa kisah kearifan.

Daun klaras ini pun dipergunakan sebagai pembungkus kue lompong khas Purworejo. Makanan tradisional dengan rasa aroma yang khas. Sisa pelepah kering yang dibenamkan ke dalam tanah menambah kesuburan tanah terutama unsur kaliumnya.

Sangat menarik bahwa setiap fase pertumbuhannya, pelepah daun pisang ini memiliki kegunaan yang khas. Kembali pada tampilan daun pisang yang terkoyak angin...... Pelepah panjang yang ditopang kekuatan tunggal pada tulang daun utama bersifat sangat lentur menghadapi angin.

Pelepah ini tidak kaku melawan angin namun mengikuti arah hempasan angin seraya ditopang kuat oleh kumpulan gedebog pembungkus batang pisang. Saat angin mereda, hanya beberapa pelepah pisang yang patah, yang lain masih tetap tegak meski tampilannya compang camping.

Mengapa penggarap kebun masih tetap mempertahankannya meski tampilannya tak lagi elok? Fungsi hakiki daun adalah sebagai organ pengolah sari bumi yang diserap oleh akar dipadu dengan tenaga surya yang berlimpah.

Selama daun masih mampu menjalankan tugas utamanya ini, daun tidak kehilangan jati dirinya meski tampilan fisiknya tak lagi menawan. Hakekat ini yang ditangkap dengan apik oleh penggarap kebun. Alasan utama sehingga mengapa dari daun yang seolah compang-camping tetap mampu menghasilkan tandan pisang yang menggiurkan.

Kini setiap melihat pelepah daun pisang yang terkoyak, pating sluwir nampak di mata saya bagaikan renda daun pisang yang mempesona. Belajar dari daun pisang, menjadi berarti melalui memberi diri di setiap kondisi.

Belajar Pensiun Dari Daun Pisang

Sepanjang masa daun pisang menjalankan dharma sesuai dengan penugasan. Taat azas kedinasan dan tatanan peran yang ditetapkan oleh pengelola. Mengikuti penjejangan peran.

Mempersiapkan diri untuk berperan sesuai masanya. Mana cantik pais pisang dibungkus daun klaras. Begitupun sebaliknya. Menyiapkan diri untuk tidak post power syndrome, olala.

Bagi daun pisang berguna adalah dharmanya. Pensiun bukan akhir segalanya. Hanya berbeda peran. Bukan lagi sebagai peran utama penghasil tanaman. Memainkan peran hingga masa purna tugas.

Meneruskan bagian siklus pewarisan nilai antar generasi daun dalam rumpun. Mewartakan secuil pembelajaran pensiun dari daun kehidupan. Demikian celoteh Gendhuk Limbuk. Salam kebun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun