Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Konservasi Alam, Memupuk Kecintaan pada Alam dan Budaya Nusantara

10 Agustus 2021   08:20 Diperbarui: 10 Agustus 2021   12:39 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Taman Nasional Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.| Sumber: ARSIP HUMAS PEMKAB BANYUWANGI via Kompas.com

Mampukah manusia bertahan tanpa dukungan alam? Mari memupuk kecintaan pada alam dan budaya Nusantara.

Kehidupan manusia sangat tergantung pada alam. Baik alam fisik maupun nonfisik. Selayaknya terdapat hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) diperingati setiap tanggal 10 Agustus. Peringatan HKAN XXXI Tahun 2021, dilaksanakan di Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang dan Pantai Lasiana Kota Kupang.

Bertujuan mengingatkan pentingnya konservasi alam bagi kesejahteraan manusia. Mengajak edukasi masyarakat bersama-sama melakukan konservasi alam. Tidak hanya mengambil dari alam namun juga memberi diri kepada alam.

Tema HKAN 2021 adalah "BHAVANA SATYA ALAM BUDAYA NUSANTARA" bermakna Memupuk Kecintaan Pada Alam dan Budaya Nusantara.

Hari Konservasi Alam Nasional (gambar: greeners.co)
Hari Konservasi Alam Nasional (gambar: greeners.co)

Indonesia secara geografis menempati kalung khatulistiwa. Merupa dalam lingkungan alam yang khas baik wujud fisik pun nonfisik. Interaksi alam dan masyarakat setempat menghasilkan budaya lokal.

Keragaman alam dan masyarakat yang tersebar antar pulau menghasilkan keragaman budaya Nusantara. Ekspresi hubungan timbal balik antara masyarakat setempat dengan lingkungannya. Tindakan yang berdasar pada penghayatan harmoni setempat.

Rupa bumi Nusantara kaya dengan gunung dan bukit. Baik gunung api aktif maupun nonapi. Kehidupan masyarakat gunung bertumpu pada aktivitas gunung.

Melahirkan tindakan merespon topografi gunung. Semisal bagaimana menekan erosi pada kelerengannya. Dibuatlah terasering. Budaya Nusantara dari daerah Jawa menyebutnya nyabuk gunung.

Merawat tanah merawat budaya (Dokumentasi pribadi)
Merawat tanah merawat budaya (Dokumentasi pribadi)

Gunung diberi sabuk alias ikat pinggang. Agar tidak melorot. Sabuk gunung sebagai budaya menghargai alam lereng gunung sumber kemakmuran.

Sila singgah: "Nyabuk Gunung", Budaya Memuliakan Tanah dan Menekan Erosi

Budaya masyarakat gunung di Indonesia bervariasi seturut dengan kelokalannya. Penghayatan hubungan kehidupan masyarakat yang mencintai alam gunung melalui budaya setempat.

Indonesia juga kaya dengan sungai. Aneka ukuran sungai dari kecil hingga bengawan panjang yang melintas antar provinsi. Terdapat juga aneka budaya sungai yang merepresntasikan relasi masyarakat setempat dengan sungai.

Sungai menjadi nadi kehidupan semisal sumber irigasi pertanian. Sungai di Kalimantan menjadi sarana transportasi hasil bumi. Hasil hutan, perkebunan pun tambang didistribusi melalui sungai.

Industri pariwisata dan sungai sangat lazim. Barito adalah contoh sinergi budaya lokal dan pariwisata. Begitupun festival pasar apung Lok Baitan.

Festival pasar terapung Lok Baintan (Foto tempo.co)
Festival pasar terapung Lok Baintan (Foto tempo.co)

Aliran sungai berawal dari mata air. Aneka budaya dan ritual sebagai ungkapan merawat mata air merawat kehidupan. Semisal Festival Mata Air (FMA) yang tumbuh subur di dekitar Merapi Merbabu.

Nusantara penegas negara kepulauan, ribuan pulau dengan laut bahari disekelilingnya. Budaya Nusantara pastinya sangat lekat dengan budaya bahari. Penghayatan alam kelautan antar lokasi beragam dihidupi oleh budaya lokalnya.

Semisal sedekah laut di daerah pantai Selatan Jawa. Penghayatan bahwa laut adalah sumber rezeki penghidupan. Masyarakat nelayan memujanya, menghargai dan menanamkan rasa konservasi. Sentuhan teknologi kekinian tentu akan sangat bermanfaat dengan bersendi pada budaya setempat.

Laut sebagai kekayaan alam juga tidak lepas dengan cerita rakyat. Bau nyale folklore di daerah Lombok. Budaya lokal yang lekat dengan penghargaan kepada laut.

Tradisi budaya Bau Nyale (KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA)
Tradisi budaya Bau Nyale (KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA)

Bau nyale diartikan sebagai perburuan cacing laut. Cacing laut diyakini sebagai jelmaan Putri Mandalika. Putri penyelamat yang mengasihi masyarakat. Acara budaya yang dikemas sebagai dasar konservasi alam pun kewisataan.

Kemasan Teknologi Konservasi Alam Berbasis Budaya Lokal

Keberlanjutan suatu kegiatan ditopang oleh tiga pilar utama. Pilar ekonomi, pilar sosial budaya setempat, dan pilar kelestarian alam.

Teknologi konservasi alam tidak hanya bertumpu pada ekologi kelestarian secara fisik. Mampu mengungkit sisi ekonomi kemasyarakatan setempat. Dapat diterima oleh masyarakat setempat karena lekat atau memiliki sendi budaya yang dapat diterima.

Sinergi antara rancangan efektivitas fisik ekologi konservasi yang padu dengan rancangan ekonomi dan keberterimaan masyarakat secara budaya. Sisi kemasan teknologi konservasi alam berbasis budaya lokal.

Mari bersama bersinergi dalam krida Hari Konservasi Alam Nasional. Memupuk Kecintaan Pada Alam dan Budaya Nusantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun