Penggemar aneka olahan mi, mari menyoalnya dengan sudut pandang sedikit berbeda. Mi, perubahan paradigma makanan berbahan dasar bulir menjadi tepung. Andai tepung terigu bahan dasar mi ini menjadi daya ungkit untuk menarik aneka tepung lokal. Mendukung perwujudan kedaulatan pangan. Mari simak narasinya.
Mi perubahan paradigma pangan bulirÂ
Mi bukanlah pangan asli Indonesia. Ditengarai dibawa oleh imigran dari negeri Tiongkok yang datang ke Nusantara. Memenuhi rasa kangen makanan dari negeri leluhur, dibawalah mi masuk. Kemudian mengalami adaptasi dengan budaya setempat.Â
Berasal dari adonan yang digiling, dipipihkan, kemudian diiris membentuk pita pipih ataupun gilig memanjang. Berupa mie atau mi basah maupun kering.
Sumber pangan karbohidrat yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya dalam bentuk bulir. Semisal olahan buliran beras menjadi nasi. Pun bulir jagung dan variannya, cantel atau sorghum. Asupan lain dalam bentuk tepung, seperti tepung sagu, tepung singkong, dan beberapa ubi-ubian lain.
Era industri massal, ketersediaan mi meroket tajam hingga mi instan siap saji yang merambah ke segenap penjuru. Memikat lidah aneka usia dari kanak-kanak hingga kakek nenek. Menembus batas sekat mulai dari model curah hingga kemasan mewah. Bisnis mi dengan rantai nilai yang panjang.
Bahan dasar mi, umumnya adalah tepung terigu. Bahan dasarnya berasal dari luar, utamanya negara subtropis. Dapatkah dipenuhi dengan budidaya sendiri? Proses adaptasi panjang untuk mampu menggenjot produksi menopang kebutuhan.
Bagaimana kalau diserap filosofi dasarnya? Baiklah bahan dasar tetap tepung terigu. Mari dijadikan sebagai lokomotif penarik gerbong aneka tepung lokal. Memainkan aneka komposisi agar tetap memenuhi kaidah mi, karakter kekenyalan maupun elastisitas.Â
Mi Nusantara bagian pemenuhan pangan bangsa. Substitusi sebagian bahan dengan tepung lokal yang sesuai dengan lingkungan tropis setempat. Rantai industri yang teknologinya dikuasai juga oleh pelaku usaha skala kecil.
Mi berbahan tepung lokal