Berbicara tentang bakul jamu, mengait ingatan estafet nilai budaya luhur. Melibatkan perjuangan pelaku usaha cerminan keluarga tangguh. Menyisip kearifan etnobotani perpaduan kekayaan alam dan falsafah budaya.Mari ikuti narasinya.
Jamu dan Estafet Nilai Budaya
Melalui sudut pandang kultural lokal, manusia hidup dalam naungan jagat alit dan jagat ageng. Paduan mikro kosmos dan makro kosmos yang dijembatani oleh harmoni. Menata harmoni menjadi tujuan hidup. Â
Pada saat harmoni terusik, terjadi gesekan ditandai oleh respon tubuh semisal merasakan sakit. Ajaran harmoni menuntun manusia mencari kesembuhan dengan memohon berkat kepada Sang Maha Pencipta. Berkat tercurah melalui sarana ciptaan lain semisal tumbuhan tertentu.
Teraciklah suatu ramuan yang melibatkan tumbuhan tertentu. Diiringi oleh lantunan doa lahirlah jampi atau jamu sebagai sarana penyembuhan. Jamu menjadi sarana harmoni penghubung jagat alit dan jagat ageng. Paduan dari tata benda dan tata religi.
Jamu merupakan salah satu produk budaya Nusantara. Dijumpai di seluruh pelosok negeri dengan aneka varian. Memetaraikan perjalanan kehidupan masyarakat menata harmoni alam ciptaan dan pengalaman religi. Jamu menjadi nilai universal melintasi kelokalan bagian harmoni pemersatu antar suku. Kearifan lokal merambah ke kearifan global.
Sejarah mencatat, jamu telah menyatu dengan kehidupan masyarakat secara turun temurun. Sarana pemeliharaan kesehatan dengan metode pembuktian empirik. Semisal saat badan terasa meriang diraciklah jamu cabe puyang. Usaha yang disertai permohonan doa.
Secara Nasional, jamu mendapat penetapan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB)Â dengan no registrasi 201900946 pada tahun 2019. Pengusungnya adalah Jawa Tengah. Termasuk dalam pilahan kategori Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional. Kini sedang diperjuangkan mendapat penetapan Warisan Dunia (World Heritage) UNESCO.
Begitupun bakul jamu sebagai duta estafet budaya juga mengalami transformasi. Mulai dari jamu gendhong oleh mbakyu penjual jamu. Kini tidak hanya mbakyu terkadang kangmas. Tidak selalu digendhong dan jalan kaki, dimodifikasi dibonceng sepeda onthel hingga sepeda motor.