Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Antara Stupa Es di Himalaya dan Embung di Daerah Karst, Kearifan Lokal Menyiasati Kekeringan

30 Agustus 2020   18:32 Diperbarui: 29 September 2020   16:58 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Embung di Bawen (Dokpri)

Alam selalu mengajarkan bagaimana mengelola sumber daya secara selaras. Mari simak stupa es di Ladakh salah satu areal di kawasan Himalaya. Juga embung di daerah karst. Menyesap pembelajaran kearifan lokal menyiasati kekeringan.

Saat santai tilik anak, menikmati film lawas Bollywood bertajuk 3 IDIOTS. Adalah karakter Phunsukh Wangdu (diperankan Aamir Khan) yang diwarnai sosok nyata inspiratif Sonam Wangchuk. Sonam penerima penghargaan masalah lingkungan dengan teknologi stupa es.  

Ooh terasa benang merah antara teknologi stupa es untuk Ladakh, India dengan embung di kawasan karst. Sesama teknologi menyiasati kekeringan yang dibangun dari permasalahan dan teknologi khas lokal. Mari simak narasinya.

Stupa Es di Ladakh, Pegunungan Himalaya

Teknologi yang bermakna adalah teknologi yang dibangun untuk mengatasi masalah. Menjadi berakar dalam dan tidak mudah tercerabut karena sesuai budaya setempat, apabila berangkat dari pengetahuan lokal. Diterima oleh masyarakat setempat menjadi bagian integralnya.

Petani kawasan Ladakh, Pegunungan Himalaya secara nyata mengalami masalah pengelolaan lahan pertanian. Praktik optimal, budi daya tanaman dilakukan pada musim semi hingga panas. Bercocok tanam secara alami membutuhkan kolaborasi antara air dan kemelimpahan sinar matahari.

Sayangnya pada awal musim semi, pancaran sinar matahari belum mampu mencairkan es. Sementara sengatan mentari musim panas menyebabkan es mencair sangat cepat. Petani setempat mengalami krisis air, kehabisan sediaan air bahkan kala musim panas belum usai.

Nilai kelokalannya adalah bagaimana menyimpan air dalam bentuk es. Berangkat dari nilai inilah  Sonam Wangchuk seorang insinyur teknik mesin yang tinggal di kawasan Ladakh, Pegunungan Himalaya beraksi.

Beliau melakukan penelitian sekaligus tindak kaji nyata. Memanen dan mengawetkan air dengan formasi gundukan stupa es. Melalui pengaturan waktu sesuai keadaan alam setempat, beliau dan tim mengalirkan air secara gravitasi dan alam membekukannya.

Stupa es, teknologi karya Sonam Wangchuk (Sumber:theguardian.com)
Stupa es, teknologi karya Sonam Wangchuk (Sumber:theguardian.com)
Pergantian musim, panas matahari mencairkan gundukan es secara bertahap. Pembatasan luas permukaan bidang uap.  Menyediakan air bagi peladang sekitar. 

Dengan perbaikan teknik, ketersediaan air mampu mengubah wajah ladang gersang menjadi menghijau. Kolaborasi pengelolaan air dan sinar matahari menyediakan kehidupan tanaman.

Karya nyata Sonam Wangchuk bagi kehidupan petani di Ladakh. Bagian dari mata rantai pemeliharaan lingkungan. Atas karya ini, beliau menerima sejumlah penghargaan di antaranya Rolex Award for Enterprise.

Beliau banyak diminta sharing untuk replikasi ide pada daerah lain yang memiliki karakter dan permasalahan serupa. Semisal oleh pemerintahan Swiss dengan potensi pegunungan Alpen.

Embung penampung air di daerah karst

Indonesia memiliki banyak daerah karst dengan karakter penyimpanan air tanah yang unik. Karakter wilayah karst yang khas. Semisal daerah Gunung Kidul DIY dan beberapa daerah di NTT.

Tanahnya sangat porus tidak mampu menyimpan air dan segera lolos ke lapisan bawah tanah menjadi air bumi. Pada beberapa titik menyembul sumber air. Atau bergabung menjadi aliran sungai di bawah tanah.

Fisiografi bentang alam bumi wilayah Gunung Kidul, DIY bersifat khas. Seolah taburan perbukitan kecil-kecil yang hampir merata di kawasan. Lazim disebut gugusan gunung sewu alias gunung seribu. Secara umum kawasan ini adalah daerah karst atau terbentuk dari batuan gamping.

Penduduk lokal sangat piawai memanen air hujan (rain harvesting). Hampir setiap rumah tangga menampung air hujan dari atap genting rumah disalurkan melalui pipa ke dalam tandon air.

Begitupun secara berkelompok, masyarakat memanen air hujan baik berupa curahan langsung maupun aliran permukaan pada cekungan lembah di antara perbukitan. Dibuatlah embung, bagian dasar dipadatkan untuk mengurangi gerakan perkolasi.

Lumayan, sediaan air untuk ternak, sedikit pengairan pertanian ladang di sekitar embung. Pola ini juga dijumpai di beberapa daerah NTT yang memiliki kemiripan karakter daerah karst atau tanah berkapur atau bergamping.

Alam mengajarkan kepada masyarakat setempat bagaimana mengelola sumber daya air yang berharga dengan pengetahuan setempat. 

Kearifan lokal yang mengajak berdamai dengan anugerah alam. Tidak selalu memaknainya sebagai masalah.

Modifikasi embung

Teknologi embung bukan hanya monopoli daerah karst. Sering mejumpai di daerah dengan karakter sedikit berbeda. Persamaannya adalah upaya memanen air hujan untuk pengairan lahan pertanian.

Menikmati embung di daerah agrowisata buah. Pola sedikit diubah. Posisi embung justru berada di puncak perbukitan. Kapasitas embung disesuaikan dengan besaran air hujan yang dapat ditampung. Dasar embung dimodifikasi dengan lapisan kuat kedap air.

Hanya sebagai pemahaman dasar. Bobot isi air adalah 1g/ml. Maknanya berat 1m kubik air setara dengan 1 ton. Sehingga kekuatan lapisan penahan air sangat berkaitan dengan kapasitas embung.

Embung mini pemanen air hujan (Dokpri)
Embung mini pemanen air hujan (Dokpri)
Saat ditanyakan, lah bukankah relatif mahal membuat embung di bagian puncak? Sang empunya lahan dengan santai menjawab, memang mahal pada tahap investasi awal. Namun operasional penyaluran air menjadi lebih murah, cukup dengan gaya gravitasi dari embung ke lahan pertanian.

Embung di Suphattra Land Thailand (Dokpri)
Embung di Suphattra Land Thailand (Dokpri)
Tidak hanya di Indonesia, teknologi embung juga banyak diterapkan pada beberapa daerah yang memiliki potensi air hujan cukup. Memanen air hujan, menyimpan dan menyalurkan sesuai kebutuhan. Beberapa embung menjadi komponen pariwisata.

Wasana kata

Alam menyediakan materi untuk menangani masalah lokal. Mengolah pengetahuan lokal menjadi kearifan dan teknologi yang khas setempat. Bila memungkinkan direplikasi di daerah lain, mengapa tidak?

Sebagai back up dimuat di blog pribadi dengan pengubahan seperlunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun