Bahkan ada kalanya seseorang merasa perlu mengasingkan diri. Entah dengan sengaja menuju tempat terpencil. Menutup sementara akses keluar diri. Guna melakukan kontemplasi, mawas diri demi perjalanan batinnya.
Melongok Rumah Pengasingan Bung Karno di Parapat
Salah satu destinasi yang sangat sayang dilewatkan saat para sahabat berada di Parapat. Sangat mudah dijangkau dari pusat keramaian kota. Rumah peristirahatan bergaya Eropa berada di bagian puncak dataran di ujung semenanjung.
Ingin ameng-ameng, jalan-jalan mendekati tebing danau? Terdapat gazebo putih menawan di sisi kanan depan rumah pengasingan. Mendengarkan debur ombak danau menyapa tebing.
Kondisi fisik rumah ini sangat terawat. Menjadi aset pemerintah setempat (dhi Pemda SumUt). Kini keterpencilannya menjadi terpatahkan. Apalagi dengan keberadaan bandar udara Internasional Silangit. Juga bandara regional Sibisa untuk keperluan khusus.
Sejenak melongok  Rumah Pengasingan Bung Karno di Parapat. Menyesap keberadaannya secara fisik. Menyemat keterpencilannya di sudut rasa.
Kembara usil pikir saya berujar. Nampaknya ini cara Bung Karno dan Bung Hatta mencintai sebaran fisik Tanah Air yang beliau hormati. Beliau blusukan ke pelosok terpencil melalui pengasingan. Jejak rumah pengasingan beliau lumayan tersebar di Nusantara.
Tentunya tetap dengan memenuhi protokol kesehatan. Menjaga jarak tanpa kerumunan, toh pantai seputar rumah pengasingan ini cukup leluasa, menjaga sanitasi. Sekaligus melestarikan lingkungan sekitar.