Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Petani Ahli dan Ahli Pertanian

7 Juni 2020   18:23 Diperbarui: 7 Juni 2020   18:38 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memajukan pertanian Indonesia, kita membutuhkan sejumlah ahli pertanian. Sekaligus pengingat pentingnya membangun sangat banyak petani ahli.Mengolah potensi alam menjadi sarana kemakmuran.

Antara petani ahli dan ahli pertanian

Artikel ini diinspirasi celetukan Paman si Poltak dalam suatu obrolan. Biasa, celetukan yang meninggalkan tanda tanya dan mengulik rasa kepo si simbok. Lah ada apa sih antara petani ahli dan ahli pertanian. Bukankah hanya masalah balik kata.  

Mendasarkan telaah pada Hukum D-M, "diterangkan-menerangkan". Tatanan dalam tata bahasa bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa dalam kata majemuk, segala sesuatu yang menerangkan selalu terletak di belakang yang diterangkan.

Petani ahli. Kata ahli menerangkan ihwal petani. Merujuk petani yang memiliki keahlian menjalankan profesinya. Yuup, mari gunakan istilah profesi, karena petani juga perlu melakukan tugasnya secara profesional.

Berbagai cara seorang petani mendapatkan dan meningkatkan keahliannya. Mulai dari 'warisan' leluhurnya. Belajar secara mandiri. Mengolah kebiasaan 'titen' pengamatan yang cermat dilanjutkan dengan telaah kritis disesuaikan dengan kondisi setempat.

Bisa juga melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Pendidikan petani ahli bersifat unik. Sebagai subyek belajar adalah petani. Sehingga sejumlah perangkat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan juga didasarkan kepada kebutuhan subyek ajar. Bahasa lainnya, 'kurikulum' khas dengan kebutuhan.

Kini sumber belajar melimpah dan dapat diakses oleh siapapun termasuk petani. Ragam kompetensi keahlian mulai dari pengetahuan teknis, strategi pengelolaan dapat diakses. Informasi topangan semisal kebijakan, topangan perkreditan dipaparkan.

Ahli pertanian. Kata pertanian menerangkan ihwal ahli. Ada seorang ahli dalam hal pertanian. Apakah ini seorang petani? Belum tentu.

Bagaimana keahliannya diperoleh? Melalui proses penyiapan oleh suatu lembaga pendidikan dengan batuan seperangkat fasilitas penopang kemampuan alias kurikulum.

Kurikulum disusun oleh subyek penyedia pendidikan. Peserta didik mengikutinya hampir tanpa kebebasan memilih. Pilihan kemampuan juga disediakan oleh pengelola.  Tanda keahlian diberikan setelah penguasaan sekian persen perangkat kemampuan, disahkan dengan selembar ijazah.

Setelah dinyatakan sebagai ahli pertanian, lulusan bebas memilih bidang yang ditekuni sebagai profesi. Ada ahli pertanian di ranah birokrat, teknokrat, perbankan, apapun juga. Bukan jaminan seorang ahli pertanian sekaligus petani ahli.

Sebagian terjun ke dunia pertanian secara langsung. Terdapat irisan menyatu antara petani ahli dan ahli pertanian, seturutdengan diagram Venn. Menjadi petani dengan aneka predikat penjelasnya.

Antara petani ahli dan ahli pertanian (olahan grafis)
Antara petani ahli dan ahli pertanian (olahan grafis)
Bila mengajak ahli pertanian menjadi petani ahli cukup sulit. Bagaimana dengan membekali petani ahli sekaligus ahli pertanian. Menjadi tantangan pendidikan pertanian. Termasuk pengembangan sekolah lapang yang digagas dan dikerjakan oleh Kementan.

Bagaimana merajut sinergi petani ahli, ahli pertanian dan pendidikan pertanian? Nah ini ranah yang sangat luas sangat terbuka diskusi. Sementara saya kosongkan bagian ini. Ketersediaan petani ahli dan ahli pertanian saja belum mampu menjadikan pertanian sebagai pilar kokoh pembangunan ekonomi.

Kompasianer petani ahli

Untuk mendaratkan konsep petani ahli, mari kita telaah dari kiprah sebagian kompasianer. Meski pengenalan saya terhadap kompasianer melalui karya-karya yang disajikan, masih terbatas. Terasa begitu banyak petani ahli yang berKompasiana. Jika kali ini disajikan satu kompasianer petani ahli, sungguh bukan berdasarkan urutan tertentu. Mari anggap saja terambil sample secara random.

Membaca karya-karya beliau, terasa sekali bagaimana sosok petani ahli sekaligus ahli pertanian. Beliau memiliki sebutan Mbah Ukik dari lereng Gunung Bromo. Aneka profesi beliau geluti sebagai pendidik, seniman, budayawan juga petani.

Nah sebagai petani ahli, mari simak sebagian kompetensi keahlian yang beliau sandang. Tentunya selain kompetensi teknikal yang menjadi modal dasar petani ahli.

Kompetensi manajerial. Salah satu aspek manajerial adalah menentukan skala usaha. Beliau menjelaskan aset tidak harus dibangun dari kepemilikan lahan. Menjadi Petani Tak Harus Memiliki Sawah. Ini penjelasannya.

Untuk memperluas skala usaha beliau melangkah sebagai petani penggarap, merangkul pemilik sawah dan pekerja dalam kemitraan melalui pola bagi hasil. Penerapan paradigma perusahaan pertanian.  

Bahasa kerennya ada penanaman saham. Nah awal usaha beliau merancang dan terjadi negosiasi pembagian hasil. Membangun rasa memiliki  handarbeni antar komponen. Senada koq dengan rapat pemegang saham. Sebagai dewan komisaris beliau tak segan ikut bersawah.

Mengingatkan pada istilah petani penyakap dari sosiologi pedesaan (sosped). Petani yang mengusahakan lahan milik orang lain. Resiko usaha tani ditanggung bersama dengan pemilik tanah dan penyakap dalam sistem bagi hasil. Penyakap bertindak sebagai manajer.

Kompetensi kewirausahaan. Kewirausahaan (entrepreneurship) mencakup proses identifikasi, mengembangkan, dan menghidupi visi. Kejelian beliau melakukan identifikasi komoditas adalah perwujudan jiwa kewirausahaan.

Melalui contoh kecil yaitu kemangi. Berapa sih harga kemangi. Berapa persen peran kemangi dalam bisnis pertanian. Namun bayangkan, kalau sedang asyik menikmati penyetan di warung lesehan tanpa keberadaan lalap kemangi dalam piring ayam atau lele goreng  plus sambel trasi. Tentunya nggak asik.

Sisi itu ditangkapnya dengan penanaman kemangi dalam hamparan bedengan. Menampar sisi ketumpulan saya saat beliau memajang foto membabat kemangi. Pandemi Covid 19 melipas sektor kuliner. Kemangi tak lagi wangi, segera berdiferensiasi ke usaha yang lain.

Kompetensi keberlanjutan. Pendekatan yang sering digunakan dalam bahasan pembangunan pertanian berkelanjutan adalah pilar 3 P yaitu profit, people dan planet. Pendekatan profit, masalah keuntungan sudah pasti beliau lakukan. Bagaimana mempertanggungjawabkan kepada pemegang saham bila usaha tidak menguntungkan.

Pendekatan people, usaha tani berkelanjutan bertumpu pada sosial budaya masyarakat setempat. Sebagai budayawan perilaku nilai nguwongke, memanusiakan pastinya mendarah daging. Mentransfernya pada usaha pertanian bersama tentunya berjalan mulus tanpa gesekan.

Pilar berkelanjutan yang lain adalah planet, bertani dan bersahabat dengan bumi. Kecintaan beliau terhadap lingkungan terbaca melalui aneka postingan. Hal ini juga mewarnai pola berusaha tani. Semisal penerapan refugia, pengenalan tanaman lokal edible daun jumbul.

Kompetensi penyiapan regenerasi. Perusahaan pertanian adalah kegiatan usaha sepanjang zaman. Tentunya tidak dibiarkan terjadi estafet antar generasi secara natural begitu saja. Ada ruh upaya edukasi penyiapan regenerasi secara terstruktur.

Mari simak artikel bertajuk kaum lansia memang bandel, kaum muda kekar kembali ke sawah, semoga kelak dia menjadi petani milenial. Bukankah ini sekuel penyiapan regenerasi. Sasmita generasi berikutnya menjadi penanggungjawab utama jalannya roda perusahaan pertanian. Alih generasi  dari gen X ke gen Y (milenial), gen Z hingga gen alfa kini. Semoga lain kali bisa menyajikan kompasianer petani ahli dari generasi Y.

Semoga sinergi kiprah petani ahli mengait topangan aneka sisi. Setia menggelindingkan roda ke arah yang lebih baik dari sisi produktivitas dan kesejahteraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun